Hai, gue Zavier. Kenapa Zavier? Karena gue memutuskan mengubah panggilan gue sejak lulus SMA. Gue ingin melupakan jejak kenangan masa lalu dan membangun hidup baru. Bahkan satu - satunya sahabat yang masih kontakan sama gue cuma satu, yaitu Luthfi.Dan siapa sih yang nggak kenal Zavier? Pasti jawabannya " Zavier yang pengusaha muda itu? Yang sukses melebarkan sayapnya di perusahaan internasional. "
Ya, itu memang benar. Meskipun awalnya hanya terpaksa, tapi mau gimana lagi karena bang Deff milih mendirikan perusahaan sendiri setelah menyelesaikan kuliah S2 nya. Gue juga kuliah di jurusan Bisnis kampus UI. Untungnya gue bisa membagi waktu buat kuliah dan perusahaan.
Papa gue juga setuju aja, apalagi bang Deff. Cuma Mama yang sedikit melarang, tapi lama kelamaan juga gapapa. Gue udah bisa menerima kehadiran mama di keluarga, karena biar gimanapun dia udah jadi bagian dari keluarga gue. Dia juga yang udah merawat gue sama bang Deff dari kecil. Apalagi sekarang kehadiran sosok mungil yang begitu menggemaskan menurut gue. Sekarang umurnya udah 4 tahun, namanya Alvaditha Deffiany. Gue sering ajak dia jalan- jalan dan sering berakhir mereka kira Alva anak gue.
Boro- boro anak, nikah aja belum. Pacar aja nggak punya.
Untuk sahabat gue, kita udah lost-contact bahkan sebelum kelulusan. Entah kenapa sejak kelas dua belas hubungan kita sedikit renggang, kita jarang kumpul. Terlalu sibuk sama ujian atau memang saling menghindar mungkin. Banyak yang terjadi saat itu, dari Alan dan Kanaya yang saling menghindar. Apalagi setelah mendengar kabar pertunangan Jenn dan bang Ikhsan. Hal itu yang juga membuat gue bertekad untuk melupakan gadis itu.
Tapi seperti kata Luthfi " sekuat apapun Lo berusaha buat melupakannya, Lo malah semakin terjebak di dalamnya."
Ya, selama ini gue masih memikirkannya. Dengan bodohnya gue masih berharap kalo dia akan kembali ke hadapan gue. Memikirkannya sering membuat gue lepas kendali, bahkan berakhir dengan botol- botol minuman di sebuah bar di bilangan Jakarta. Hanya Luthfi yang selalu menemani gue saat gue frustasi.
***
Hari ini gue ada meeting dengan klien penting yang mengharuskan gue untuk berangkat ke sebuah Restoran yang cukup mewah tapi juga klasik. Interiornya lumayan menarik dengan sentuhan hitam dan putih yang terkesan elegan. Di lantai dua terbilang cukup santai dengan warna feminim seperti merah muda dan hijau serta biru menghiasi dindingnya.
" Wow, this is perfect place. Gue salut sama yang desain nih Restoran. Sekali- kali gue harus ketemu sama pemiliknya buat tanya- tanya soal desainernya. Gue perlu ubah suasana kantor gue biar nggak bosen.", Ucapnya kagum.
Ia mendapat kabar dari klien nya kalo dia akan segera tiba, ia memutuskan ke toilet sebentar. Begitu keluar, seseorang di belakangnya menabraknya.
Ia berbalik dan mendapati seorang wanita menunduk sambil mengamati sepatunya.
" Eh, sorry, mbak. Saya nggak sengaja. Saya sedang menunggu klien saya. Maaf.", Ucap gue.
Tapi, wanita itu malah menangis dilihat dari pundaknya yang naik turun. Gue panik.
Gimana nih? Apa dia nabraknya terlalu keras ya? Kenapa dia nangis sih? Sial! - batinnya gelisah.
" Mbak? Mbak gapapa kan? Kok mbak nangis? Aduh, saya minta maaf ya mbak? Mbak?", Wanita itu malah semakin menangis.
" Tuan Zavier!!"
Tak lama seseorang memanggil nama gue. Saat gue berbalik, wanita itu sudah pergi.
Aneh.
Gue mempersilahkan orang itu duduk. Beliau adalah klien gue. Umurnya mungkin nggak jauh beda sama bang Deff kalo dilihat dari posturnya yang kelihatan masih muda, gagah dan lumayan tampan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Power of Destiny 2
Teen FictionMeninggalkan kisah dua tahun lalu, yang mereka lalui dengan kebersamaan dan saling berbagi suka maupun duka. Kini mereka hidup terpisah dengan kesibukan masing-masing. Memulai hidup baru dengan meninggalkan kenangan lama. Kehilangan dan kesedihan t...