10

2.3K 334 56
                                    

            "AKU sedang belum ingin mengambil drama lagi, sajangnim..." aku mengeluh, menyandarkan punggung pada sofa yang kududuki sambil menengadah menatap langit-langit ruang agensi—bisa disebut ini adalah markasku kalau sedang berada di agensi.

Langit-langit di ruanganku ini terdapat lukisan yunani yang aku tidak tahu apa namanya, ini usulanku saat kukatakan bosan dengan ruanganku yang terlalu monoton. Setelah berdebat lama, akhirnya sajangnim memerbolehkanku untuk merenovasi ruang pribadiku. Desain gambar itu kupilih saat pulang syuting CF di New York, waktu itu aku mengunjungi sebuah tempat sejarah yang di New York—lupa apa nama tempatnya, Gun yang tahu. Hahaha!

"Tapi penulis dan produsernya adalah orang-orang terkenal. Duet maut, bayangkan!" Yang sajangnim memberiku pengertian, mengatakan hal yang serupa seperti saat aku baru masuk ke dalam ruanganku dua puluh menit yang lalu.

Aku menggeleng. "Tidak. Cukup ya soal kontrak dengan Kimsung yang tidak memerbolehkanku mengambil iklan-iklan lain. Padahal aku ingin sekali mengambil iklan minuman soda dan iklan ayam goreng itu," kataku. Aku serius, karena hanya dengan mengambil iklan tersebutlah aku bisa mencicipi nikmatnya surga dunia. Siapa orang yang tidak menyukai ayam goreng dan minuman bersoda? Tidak ada, itu adalah kombinasi yang tepat—setelah bir dan ayam pedas, tentu saja. Tapi kan tidak ada produsen bir yang perlu mengiklankan minuman itu di televisi.

"Apa bagusnya iklan-iklan itu dibandingkan dengan kau menjadi ambassador untuk produk ponsel pintar sekelas Kimsung?"

Kuputar bola mata.

"Unnie, kan hanya beralasan. Inti dari keinginannya mengambil iklan minuman soda karena agar dia bisa minum minuman itu tanpa dimarah oleh sajangnim." Kata Gun. Aku langsung menoleh kearah laki-laki dengan jaket hijau nyentrik andalan. Aku mendesis, namun Gun tak acuh dan menolak menatapku.

Sialan, perlu sekali ya dikatakan pada sajangnim? Dasar asisten tidak berguna!

"Mesti itu alasannya." Sajangnim mengangguk-angguk.

Aku mengambil kacamataku dari atas meja dan memakainya. "Well, pokoknya aku tidak mau mengambil drama itu."

"Kudengar ini akan syuting di New york," sajangnim terus mendesak. "Bukankah kau suka New York?"

Tentu saja! Robert De Niro pernah mengatakan, "I go to Paris, i go to London, i go to Rome, and i always say, 'There's no place like New York. It's the most exciting city in the world now. That's the way it is. That's it.'" Dan aku langsung setuju. Aku secinta itu dengan New York karena menurutku di sana keren sekali! Kultur-budaya dan makanan disana sangat aku sekali. Dulu, aku pernah bercita-cita menjadi model terkenal di New York, yang bisa berlenggang di atas panggung fashion week dengan semua sorot mata dan kamera yang mengarah ke arahku. Tapi tentu saja itu hanya mimpi, dan sebagai gantinya aku malah menjadi aktris terkenal di Korea—dan bisa jalan-jalan ke New York. Tempat yang paling diminati oleh hampir seluruh warga dunia.

Aku mengesah entah sudah yang ke berapa kali, lalu menatap sajangnim dengan wajah datar. "Aku bahkan bisa membawa seluruh staff di agensi ini ke New York dengan uang-uangku. Aku tak butuh ikut syuting hanya untuk ke luar negeri, sajangnim. Aku Suzy."

Sajangnim mendesah. "Jadi, tidak?"

Aku menggeleng final. Yippy, satu kosong.

Sajangnim menepuk kedua pahanya, kemudian berdiri. "Baiklah, jadi apa agenda Suzy hari ini?" tanya sajangnim pada Gun.

"Jumpa penggemar."

"Memangnya ada?" tanyaku. Gun tidak mengatakan apapun semalam.

"Unnie, aku kan sudah mengatakannya tadi pagi di mobil saat ke sini. Di telepon juga." ucap Gun padaku.

The Celebrity And Her Perfect Match | MYUNGZY COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang