Namaku Gladys, Chatarina Gladys Edelweis. Kata mama, Edelweis ditambahin agar aku memiliki kebahagiaan yang abadi. Seperti bunga Edelweis yang abadi. Dan aku memang bahagia. Keluargaku utuh dan berkecukupan, meski pun aku hanya anak tunggal. Juga, aku memiliki banyak teman baik. Bisa dibilang hidupku hampir sempurna.
Aku bahagia, sangat bahagia.
Tapi semua itu berubah saat..
🦉🦉🦉Jam menunjuk pukul 6 Sore. Saatnya aku pulang ke rumah setelah mengikuti les tambahan disalah satu bimbel SMP. Tubuhku lelah. Aku juga lapar. Sejak tadi sore, perutku belum terisi apapun. Hanya sisa air minum ku yang tinggal seperempat botol. Aku memang harus selalu belajar untuk mempersiapkan Ujian Nasional SMP bulan depan.
"Saya pulang dulu Bu," Aku menyalami ibu-ibu bertubuh gemuk itu. Namanya Bu Novi, guru bahasa Inggris yang mengajar di kelasku tadi.
"Oh Gladys? Udah di jemput nak?" Kata Bu Novi ramah sambil memasukkan alat tulisnya -bersiap pulang.
"Belum Bu, saya mau ke minimarket depan dulu. Nanti di jemput disana," Kataku sambil mendorong pintu.
"Oke. Hati-hati ya nak, jam magrib ini, nanti ada yang enggak terlihat," Bu Novi tertawa kecil.
"Siap Bu. Div, aku duluan ya?" Pamitku pada Diva, perempuan berkacamata dan berambut ikal yang menjadi teman baik ku semenjak aku mengikuti les di bimbel ini.
"Oke. Hati-hati Gladys.."
Aku segera keluar dan berdiri di depan bimbel ku itu. Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang akan terjadi. Pikiran negatif mulai masuk begitu saja. Hei, ada apa ini?
Tiba-tiba saja perutku berbunyi. Beruntunglah, pikiran negatif di kepalaku sudah terusir. Digantikan pikiran makanan apa yang akan ku beli. Aku harus segera membeli sesuatu untuk Perutku ini. Lapar sekali.
Aku memandang langit. Tidak ada bintang disana. Hanya gumpalan awan. Sepertinya akan turun hujan. Aku mulai melangkahkan kaki ke trotoar dan bersiap menyeberang di zebra cross.
Kenapa hari ini sangat ramai? Batinku. Deretan mobil tak henti-hentinya terputus. Kini suara gemuruh mulai terdengar bersamaan dengan kilatan cahaya petir. Butiran air hujan juga mulai turun.
Aku mengarahkan pandangan ke kanan.
"Astaga.."
Aku terkejut Seorang laki-laki menggunakan kemeja maroon telah berdiri di kananku. Melihat aku terkejut dia sedikit tersenyum sambil masih menatapku. Tingginya kira-kira satu jengkal di atas ku.
Aku segera menghilangkan rasa gugup ku. Tepat saat mobil dari arah kanan terlihat lengang. Aku segera menyeberang sedikit berlari. Dan bodohnya aku tidak melihat lajur kiri jalan itu.
Sebuah mobil berkecepatan tinggi datang, aku berdiri tepat di depannya. Mobil itu membunyikan klakson nya. Aku tidak tau, kakiku sudah lemas, seperti tidak bisa digerakkan.
"Aaaaaaaaaaaaaa.."
Tinnnnnnn..
Brug..
Aku merasa tubuhku terhempas jatuh membentur aspal. Kepalaku sakit, juga pusing. Aku mendengar suara orang meminta pertolongan. Aku berusaha mengangkat kepalaku, tapi tidak bisa. Rasanya berat sekali. Darah mulai merembes ke baju ku. Aku merasakannya. Baunya amis, aku tidak suka.
Apakah aku akan mati?
Apakah aku selamat?
Bagaimana jika aku mati?
Tuhan, aku belum siap untuk itu..
Pandangan ku mulai tidak jelas. Tapi aku masih bisa melihat samar wajah laki-laki tadi. Dia menepuk pipiku, wajahnya terlihat khawatir. Lalu semuanya gelap.
Aku membuka mataku perlahan lalu memandang sekitar. Hei, ini lorong rumah sakit. Bagaimana bisa aku disini? Aku mengalihkan pandangan ke kiri. Ada seorang perempuan berdiri disana membelakangi ku. Mungkin tingginya sama dengan ku. Dia menggunakan baju putih panjang. Kulitnya tangannya pucat. Rambutnya panjang hampir menyentuh lantai.
Tiba-tiba aku mendengar suara mama. Ternyata benar, suara itu berasal dari ruang di belakang ku. Kebetulan pintunya terbuka, aku segera masuk.
Banyak keganjilan di sini. Tubuhku rasanya sangat ringan, bahkan perawat yang menutup pintu barusan seperti tidak melihat kehadiran ku.
Tak lama setelah itu, aku mendengar mama menangis histeris. Belum pernah sekalipun aku mendengar mama menangis seperti ini.
"Ini tidak mungkin.. kalian bohong.." Begitulah kata-kata yang selalu diucapkan mama.
Apa yang terjadi?
Aku segera berjalan masuk. Dua perawat berusaha menenangkan mama. Dan beberapa perawat lain mengerubungi ranjang tempat pasien biasanya dirawat sambil mencopot alat medis. Pintu ruangan kembali terbuka.
Hei, itu ayahku. Dia datang dengan wajah sedih dan mata sembabnya. Aku bertanya pada ayah, kenapa mama menangis seperti itu, dan kenapa mata ayah sembab. Tapi tidak ada jawaban. Bahkan ayah seperti tidak melihatku. Dia langsung lewat di depan ku begitu saja.
Aku memegang pundak ayah yang sudah terduduk memeluk mama.
Tembus..
Aku berteriak-teriak di samping ayah, tetap saja dia tidak mendengar ku. Aku sadar sekarang..
Ternyata aku sudah mati. Itulah mengapa perawat tadi tidak melihat kehadiran ku saat menutup pintu, dan ayah? Dia hanya melewati ku.. Dan sekarang aku yakin, perempuan di lorong tadi juga bukan manusia..
"Maaf Pak, Bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi nyawa Gladys tidak bisa di selamatkan, saat kecelakaan, jantungnya terkejut dan sangat lemah. Sekali lagi saya minta maaf.."
Aku mengerti sekarang. Aku mati karena kecelakaan. Aku ikut menangis tepat di sebelah ayah..
Perawat itu selesai mencopot alat medis. Mereka mudur selangkah. Dan disitulah aku dapat melihat kepalaku yang diperban tangan ku penuh memar. Aku beranjak berdiri, mendekati tubuh ku di atas ranjang itu.
Aku tidak tau kenapa, tiba-tiba saja aku merasa tertarik kembali dan masuk ke dalam tubuhku.
Aku membuka mataku, posisiku sekarang tertidur di ranjang rumah sakit.
"Pa.. ma.." lirihku pelan. Aku melihat mama dan papa berdiri dan memeluk ku.
Dokter yang tadinya hendak meninggalkan ruangan kembali berbalik dan memeriksa keadaanku.
"Ini sebuah keajaiban. Jantungnya berhenti berdetak lima menit yang lalu. Tapi sekarang kembali berdetak. Meskipun lemah," kata dokter itu sambil menyimpan stetoskopnya.
Sejak 'hidup kembali' aku bisa melihat 'mereka' yang tidak dapat kalian lihat. Aku pun juga dapat merasakan apa yang tidak kalian rasakan.
Karena aku berbeda.
Vote yaaaa💖⭐
@nettashinta
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIGO
HorrorINDIGO a story'by Netta Shinta Aku bisa lihat apa yang kamu tak lihat. Aku bisa merasakan apa yang kamu tak rasakan. Karena aku berbeda. Berhati-hatilah, 'mereka' ada si sekeliling mu. Bisa jadi sekarang sedang ikut membaca tulisan ini di belakang...