BAGIAN 6 - Bukan Rutinitas Biasa

81 6 0
                                    

Kesibukan Kabar Kopi di pekan kedua setelah kedatangan Arion sangat di luar dugaan. Mendadak café tersebut menjadi destinasi utama bagi para mahasiswa dan kali ini, karyawan kampus turut serta berkunjung saat istirahat makan siang. Jumlah pelanggan yang tak disangka itu tentu saja membuat pekerjaan para karyawan meningkat dari biasanya. Arion pun yang semula berlama-lama di kantor memeriksa laporan dan segala macam tugas administrasi, harus pindah di balik meja kasir. Tugasnya menghidangkan dessert dari meja etalase merangkap kasir, tak bisa ditinggalkan. Dia pun bisa beristirahat bila pengunjung mulai mereda dan bergantian dengan para karyawan.

Seperti di hari itu, setelah melewati jam makan siang yang hectic, akhirnya Arion bisa duduk bersandar melepas penat. Kini gilirannya istirahat setelah seluruh karyawan telah selesai makan siang. Dia pun meminta Chef Handoko membuatkan spagetti. Sambil menunggu, Arion meneguk minumannya. Kegiatannya terhenti saat memergoki sosok gadis yang sejak pertama kedatangannya ke Kabar Kopi, berhasil menarik perhatian. Dia bangkit dari kursi dan berjalan ke pintu cafe. Keluar menuruni anak tangga dan berhenti untuk mengamati gadis jelita berhijab di seberang sana. Arion lihat, gadis itu berdiri di depan pintu tokonya. Dia melamun sambil menatap ke jendela café di lantai dua.

Arion mendongak mengikuti arah pandang gadis itu. Apa yang diperhatikannya? Bukan atap café, kan? Atau tulisan yang terbuat dari lampu neon berkerlap-kerlip bila dinyalakan di malam hari? Atau... ke arah kantor di mana Arion seharusnya berada?

Seketika saja cengiran Arion tersungging membayangkan hal terakhir. "Ge-er lo, Ar!" ujarnya mengingatkan. Dia pun kembali memandang sosok Andin di seberang. Terus mencari tahu akan perasaan menggelitik yang dialaminya tiap kali mereka bertemu. Berulang kali menanyakan hal tersebut di kepalanya.

"Pernahkah gue setakjub ini melihat cewek? Pernahkah gue bereaksi kampungan seperti tempo hari?" Jawabannya tentu saja belum pernah.

"Elok nian parasmu, wahai pesona jiwa." Arion menggumamkan kalimat roman dalam kepalanya. Dia menyeringai lagi dan tangan kanannya refleks terangkat saat menyadari Andin kini menatap sepenuhnya pada Arion.

"Hai, Andin!" Sapanya ramah sambil melambaikan tangan.

Andin terpaku sepersekian detik kemudian balas tersenyum, mengangguk sekilas lalu undur diri. Dia pergi meninggalkan toko menuju ke arah kampus.

Pandangan Arion mengikuti punggung Andin yang kini menghilang di belokan trotoar. "Mau kemana dia?" Tanyanya. Tanpa membuang waktu untuk mengobati rasa ingin tahunya yang tiba-tiba muncul, dia memutuskan mengikuti Andin.

# # #

Andin yang telah selesai memeriksa stok barang, kini bersiap untuk pergi. Dia menyuruh Jihan menggantikannya di balik meja kasir. Kedua karyawannya telah selesai beristirahat. Kali ini tiba giliran dirinya untuk jeda sejenak dan seperti biasa, dia akan melakukan rutinitasnya. Setelah memastikan semuanya pada Jihan, Andin melangkahkan kaki keluar toko. Dia terdiam sesaat di trotoar ketika pandangannya menangkap suasana café di seberang. Jujur saja, meski sudah hampir sebulan bertetangga dengan cafe itu, belum pernah sekali pun dia berkunjung ke sana. Apalagi setelah mengetahui siapa pemilik café tersebut. Arion Parviz. Salah satu putra mahkota Parviz turun tangan langsung mengurus Kabar Kopi. Sesuatu yang di luar kebiasaan menurut Andin, mengingat di mana pun sebuah perusahaan berdiri, anak pemiliknya pasti akan langsung menduduki kursi kekuasaan.

"Andin, saya ramal, setiap hari kita akan ketemu." Teringat jelas di pikiran Andin adegan ketika pertama kali mereka berjumpa. Sangat di luar dugaan. Aneh, tetapi juga konyol. Ramal apanya kalau ternyata mereka menjadi tetangga?

Andin tersadar dari lamunannya saat sosok pemuda yang dia pikirkan, kini muncul di hadapan. Hanya berjarak jalan gang kampus, sosok itu berdiri dan menatap lurus ke arah Andin dengan sorot mata yang tak bisa dijabarkan.

A-KU & A-MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang