"Love is not what you say. Love is what you do." -Anonymous

305 7 11
                                    

Diana memandang wajah kekasihnya dengan mata yang memancarkan rasa cinta yang dalam. Siapa menyangka memang bahwa cinta itu datang secepat kilat menyambar dan bertahan seakan terkunci di dalam sebuah peti yang seketika terkunci. Claude-nama sang kekasih sekaligus pemimpin kekaisaran Obelia ini tertidur begitu pulas. Bilamana Felix benar mengatakan, Claude bukanlah tipe yang mudah tertidur disamping orang asing atau orang yang tak bisa ia percaya-jadi apakah ini menjadi satu jawaban atas sekian pertanyaan tentang arti Diana disisi sang kaisar.

Claude memang tidak mengatakannya dengan kata-kata, tapi setiap tatapan, gerakan, sentuhan yang Claude berikan kepadanya telah membuat Diana yakin bahwa cinta itu ada di antara mereka dan itu cukup-oh, itu sungguh cukup. Diana tak mengharap lebih, karena rasa cinta yang ia rasakan untuk sang kaisar bukanlah pagelaran drama picisan yang diperuntukkan untuk membesar-besarkan apa yang mereka miliki. Cukup ia, Claude dan Dewa yang tahu bahwa rasa itu nyata-bahwa perasaan itu akhirnya nyata.

"Tidurlah cintaku, mimpilah yang indah." Bisik Diana di telinga Claude, lembut sebelum akhirnya beranjak dari kasur tempatnya menghabiskan malam-malamnya di dalam rengkuh kelembutan kekasihnya.

Dengan pakaian tidurnya yang tipis, Diana berjalan menuju ke salah satu pintu kaca yang mengarah ke balkon. Diana ingin menghirup udara segar-sejenak. Angin malam menerpanya, membuat pipi seputih pualam itu berubah warna sedikit kemerahan, mencantikkan parasnya-membuatnya lebih hidup. Rasa dingin itu sama sekali tidak mengganggunya, Diana justru merasa nyaman dengannya. Alam bebas selalu menjadi tempatnya merasa paling aman dan bebas tapi demi Claude, ia melepaskan kebebasannya itu agar senantiasa bersama kekasihnya.

Bila ada yang berkata ia kini menjadi burung yang terkurung dalam sangkar dan hanya dijadikan pajangan, maka biarlah. Mereka tidak perlu tahu bahwa sang burung sendiri yang masuk ke dalam sangkar bukan karena dia merasa dirinya hanya akan dijadikan pajangan melainkan karena kerelaannya untuk berada disana-hanya demi bisa bersama dengan orang pilihannya, orang yang telah ia berikan segala hak atas dirinya dan ini bukan pengorbanan, ini... adalah pengabdian, sayang, kasih, dan juga cinta.

"Apa yang kau lakukan di luar sana-?" Terdengar suara yang begitu dikenalnya. Diana yang tadi tengah memejamkan matanya menikmati angina malam pun membuka kedua matanya dan memperlihatkan manik seindah batu delima itu.

"Mencari udara?" Jawab Diana yang kemudian berbalik dan memandang wajah malas Claude yang tidak berekspresi. Tidak berekspresi tapi kenapa Diana tahu bahwa Claude tengah merasa malas. Oh, dia tahu-dia selalu tahu karena setiap perubahan kecil pada raut wajah Claude telah berhasil ia hafalkan. Sehingga tidak perlu banyak kata-kata untuk membuatnya memahami Claude. Sebesar itulah rasa cintanya dan ketelatenannya.

Sedangkan Claude sendiri, hanya menaikkan satu alisnya mendengar jawaban wanita penari yang telah ia izinkan masuk ke dalam istananya dan mengisi keharemannya-dan dia adalah wanita yang paling ia sukai sejauh ini. Claude menambahkan dalam hatinya. Maju selangkah, dua langkah, Claude sampai dalam jarak yang membuatnya bisa menarik Diana ke dalam pelukannya. Entah sejak kapan, keberadaan Diana di dalam bilik kamarnya sama sekali bukan hal yang baru hingga memancing tanda tanya penghuni istana. Semua orang sepakat tidak akan membicarakan apapun yang Claude kehendaki selama itu yang memang ia kehendaki karena jelas komentar yang tak perlu hanya akan menghantarkan mereka kepada kematian mereka sendiri.

"Kau bisa jatuh sakit, bodoh." Bukannya merasa kesal, Diana malah tertawa. Tawa yang begitu riang seakan kata-kata yang seharusnya terdengar bagai hinaan itu justru merupakan panggilan sayang-ala seorang Claude.

"Aku tidak mungkin sakit, jika pun ia, aku yakin rajaku akan membuatku sembuh secepat mungkin." Sahutnya begitu tawa tak lagi membayanginya. Senyuman itu begitu indah-Claude kembali membatin, tapi tak satupun kata pujian ia lontarkan kepada Diana. Entahnya, dia merasa sulit untuk benar-benar mengatakannya. Lantas, sebagai ganti kata-kata itu, dia menundukkan kepalanya dan meraup bibir sewarna buah persik itu, melumatnya dalam gerakan lapar yang tersembunyi. Dia melakukannya dengan pelan-sangat perlahan, seakan dia menikmati sajian yang disajikan dihadapannya dengan kekhusyukkan. Padahal banyak yang menilai bahwa Claude bisa jadi kaisar yang tak sabaran-tapi di hadapan wanita penarinya, dia rasa dia sanggup memberikan kesabaran yang diperlukan.

"Hentikan-kau menyiksaku. Lakukan dengan benar." Diana melepas tautan itu dan melayangkan protesnya. Bibirnya sedikit bengkak akibat lumatan dan gigitan yang diberikan Claude, matanya seakan terbayangi oleh mimpi yang panjang. Dia menyukai hampir semua ciuman yang Claude berikan. Hanya saja dia paling kurang menyukai ciuman yang ini-perlahan, seakan menyiksa Diana dengan panas yang seakan menjalar dari ujung kaki hingga kepalanya. Namun, Diana tahu bahwa itu justru yang paling disukai Claude.

Dasar kaisar nakal memang-lihat saja bagaimana senyuman perlahan tersungging diwajahnya seakan dia puas telah berhasil membuat Diana tersiksa. "Jika kau tidak mau melakukannya dengan benar, biar aku saja." Tanpa menunggu, Diana melingkarkan kedua tangannya di leher Claude dan mencumbu bibir Claude dengan cara yang yang ia sukai. Tidak terdengar adanya nada memprotes dari Claude. Dia membalas cumbuan itu, menyamai gairahnya dengan milik Diana.

Melingkupi lingkar pinggang Diana dengan kedua tangannya. Claude mempererat dekapannya terhadap wanita tercintanya dan mendadak Claude memandang Diana dengan tatapan penuh keterkejutan hingga Diana sendiri bahkan menyadari ketegangan pada tubuh Claude. "Ada apa?" Tanya Diana, dibelainya kepala Claude, hingga menyapu helaian demi helaian rambut pirang sang kaisar ke belakang. Sedangkan Claude, hanya memandang Diana, sebelum akhirnya memeluknya erat dekat jantungnya. Diana bisa merasakan debaran jantung Claude yang bertaluh tak seperti biasanya-"Claude-"

"Diam." Claude menghentikan apapun yang hendak Diana katakan. "Cukup diam dan biarkan seperti ini." Ada sarat nada meminta terdengar dari suara kekasihnya, hingga Diana menurut dan hanya memberikan tepukan penenang di punggung Claude, berharap itu akan membantu menenangkan Claude yang tiba-tiba saja gusar. Seperti diberikan kejutan namun kekasihnya tidak tahu haruskah ia merasa senang atau marah pada kejutan itu.

Merasakan Diana dalam dekapannya, juga tepukan sang wanita di punggungnya. Claude semakin menyembunyikan ekspresi wajahnya di ceruk leher wanitanya. "Aku perintahkan kau untuk selalu disisiku. Kau dilarang pergi kemanapun tanpa izinku, kau mengerti?"

Dan seketika Diana tahu apa yang menjadi kegusaran kekasihnya, menyembunyikan senyumannya. Diana hanya menjawab dekat dengan telinga Claude, "Sesuai perintahmu, wahai Rajaku."

-fin

Untold Love ConfessionWhere stories live. Discover now