Chapter 6 Bagian 3 "Hilang"

259 66 0
                                    

POV Ilhan

Mentari sudah terlihat di ufuk timur cakrawala ketika aku sampai di kantor Chandra menggunakan taksi yang aku cari secara manual. Aku mengetuk pintunya tapi tidak ada jawaban sama sekali. Setelah berlama-lama menunggu sambil beberapa kali mengetuk dan memanggilnya. Aku mencoba cara yang sama, memanggilnya melalui Telpon dan menghubunginya melalui sosial media tapi masih belum ada jawaban.

Di papan yang terpasang di tiang depan pagarnya tertulis bahwa jam kerja nya mulai pukul 9 pagi sedangkan sekarang baru pukul 6 pagi membuat ku memutuskan untuk pergi menuju convenient store terdekat untuk mengambil sarapan cepat sembari menanyai dan sedikit berbicara pada Lodewijk kembaran Ludwig mengenai keadaan yang kami berdua hadapi, bernegosiasi dengannya agar ia mau mengambil kasus ini kalau terjadi apa-apa dengan kami. Ia cukup menyebalkan dan keras kepala mengenai alasan keengganannya menghadapi kembarannya sendiri.

Atas dasar rasa sayang pada kembarannya dan keinginannya untuk menghindari konflik, dia selalu menolak untuk mengambil kasus yang mengharuskan ia menghadapi Ludwig walau sebenarnya seringkali secara tidak sengaja mereka berdua saling adu argumen melawan satu sama lain di arena persidangan.

Hanya setelah aku menggunakan argumen seorang muslim memiliki kewajiban untuk membela yang hak dan melawan yang batil ia menerima tawaran ku untuk mengambil kasus ini jika sesuatu yang buruk terjadi pada kami berdua. Maklum, Lodewijk seorang mualaf. Ia baru menjadi muslim selama dua tahun sehingga ada beberapa hal yang belum ia terbiasa untuk melakukannya apalagi merubah sifat Belanda nya yang mana tipikal Orang Belanda adalah orang-orang yang cenderung individualis dalam kehidupan sehari-hari mereka dan masa bodo terhadap segala sesuatu yang terjadi disekitar mereka.

Percakapan yang kami berdua lakukan menghabiskan waktu satu setengah jam berhubung Lodewijk juga orang yang cukup lelet merespon pesan di sosial media akibat sikap masa bodonya tapi setidaknya itu menghilangkan sedikit kegelisahan yang aku alami dan membuatku tidak terlalu merasakan perputaran waktu yang terjadi.

Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Aku kembali ke kantor Chandra menggunakan cara yang sama seperti sebelumnya. Sampai di sana, aku mengetuk-ngetuk pintunya tapi masih tidak ada jawaban bahkan setelah aku memanggil namanya berulang-ulang. Ini buruk sangat buruk, aku tidak mau melaporkan ini pada polisi karena sejak sidang kemarin aku tidak bisa memercayai mereka. Mereka tidak akan mendengar ku tapi mereka akan mendengar mevrouw.

Aku membuka smartphone ku, menghubungi mevrouw dan mejelaskan keadaan yang sedang terjadi. Ia meminta ku untuk menunggu di convenient store tempat aku sarapan tadi karena baginya di sana banyak orang yang bisa menjadi saksi mata yang dapat menghalangi orang atau kelompok yang mengincar kami melancarkan aksi kejahatan mereka dibanding aku menunggu di kompleks perumahan tempat kantor Chandra berada yang sepi dari pandangan publik.

Aku kembali ke convenient store, menunggu mevrouw datang bersama buttler nya. Setelah mereka datang dengan menggunakan mobilnya, kami bertiga berangkat menuju kantor Chandra. Setelah sampai, Pak Wisnu menggunakan keahlian pick lock nya untuk membuka kunci pintu rumah chandra.

Beberapa menit kemudian kunci
pintu terbuka. Ia mengenakan sarung tangan ala buttler miliknya terlebih dahulu, menarik gagang pintunya dan mendorongnya.

Kami masuk ke dalam rumahnya. Rumahnya terlihat rapih seperti tidak ada tanda-tanda keanehan apapun, demikian pula mobil yang ia miliki masih ada di garasinya. Setelah memeriksa isi rumah, ia menanyai ku.

"Pak Ilhan, waktu Bu Chandra ngubungin bapak pake voice note nya, suara latar belakang tempat Bu Chandra berada kira-kira nunjukkin dia ada di luar atau di dalem rumah? Tempat rame atau tempat sepi?"

"Kayaknya suaranya berangin tapi saya gak tau apa itu hembusan napasnya atau suara angin alami."

"Coba sini saya denger rekamannya." Aku memberikan suara rekaman itu pada Pak Wisnu lalu ia bertanya pada ku.

"Waktu Bapak keluar dari penginapan tadi cuaca nya gimana?"

"Mendung."

"Berangin?"

"Iya."

"Ini daerah pegunungan, kota ini curah hujannya tinggi sejauh pengalaman saya selama tinggal di sini."

"Iya, waktu saya ngunjungin Karim ke penjara siang-siang juga ujan deres."

"Dari suara angin yang nggak terlalu berat daripada suara waktu dia ngomong, menurut saya ada kemungkinan waktu dia buat voice note dia lagi ada di luar rumah dan kayaknya mengenai keberadaannya saat dia ngubungin Bapak ada di percakapan yang diapus ini. Hmmm, mevrouw bisa tolong kasih tau temen anda yang namanya Ilya buat nyari keberadaan Ibu Chandra di mana pake nomor telpon beliau?"

"Bisa." Ia mulai mengutak-atik smartphone nya berusaha menghubungi temannya, aku harap kami segera mendapat jawaban atas hilangnya Chandra.

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang