Pagi ini udara di Jogja sangat dingin. Apalagi semalaman diguyur air hujan. Daun-daun di pohon masih terlihat basah. Tanah di taman kampus juga mengeluarkan bau khas tanah basah.Kalau saja hari ini tidak ada mata kuliah, lebih baik aku meringkuk di dalam selimut usai salat Subuh. Tentu menunggu matahari terbit terlebih dahulu. Karena, Bapak sudah sering mengingatkanku tentang mudhorotnya tidur usai salat Subuh. Salah satunya, rezeki akan terhambat.
“Za, aku cari kamu ke mana-mana, ternyata ada di sini.” Sari, teman sekaligus sahabat dekatku itu tiba-tiba datang dan menghampiri. Kemudian, menarik bangku persis di sampingku
“Ada apa, Sar?” tanyaku pada gadis berlesung pipi itu.
Sari berasal dari kota Magelang. Di Joga, ia tinggal di rumah pamannya yanga ada di Sleman. Sudah beberapa kali aku diajak main kerumah paman Sari dan berkenalan baik dengan keluarga besarnya di sana.
Keluarga Paman Sari sangat baik. Mereka sudah menganggapku bagian dari keluarga mereka.
“Za, seminggu lagi aku dan Reno akan menikah. Jadi, mulai besok aku cuti kuliah selama sebulan. Oh, ya. Kamu dampingi aku, ya, di acara pernikahanku nanti.”
Rasanya senang sekali mendengar kabar pernikahan gadis berhijab itu. Akhirnya, Sari menikah juga dengan cowok yang dicintainya. Lima tahun lamanya Reno dan Sari berpacaran. Takdirpun sepertinya akan menyatukan mereka. insya Allah sebentar lagi mereka akan menjadi pasangan yang halal. Aamiin.
Aku kapan? Haish! Mikir apaan, sih, aku ini.
“Alhamdulillah ... akhirnya kalian menikah juga. Lihat nanti, ya, Sar. Kalau nggak ada tugas kuliah, kuusahakan untuk mendampingi kamu. Eh, tapi dampingi ke mana dulu? Nggak mungkin, 'kan pas malam pertama!" ledekku hingga sebuah cubitan mendarat di pinggang. Aku pun mengerang. Sakit. Sari terkekeh.
“Enak aja. Pas di pelaminan, dong. Nanti, kamu jadi pagar ayunya.”
“Kirain pas malam pertama. Kali aja kalian butuh obat nyamuk gitu. Biar malam pertamanya lancar jaya.”
Sari menimpuk pundakku dengan buku. Aku memekik, karena buku yang ditimpukan itu kamus bahasa Inggris.
“Nanti kamu nginap di rumahku aja, Za. Tiga hari sebelum hari-H, 'kan biasanya orang-orang pada sibuk, tuh. Aku bakalan butuh temen. Biar nggak bosan di kamar terus."
“Wah, kalau yang itu aku nggak janji, bisa, atau nggak. Pagi, 'kan ada mata kuliah. Jauh dong kalau harus bolak-balik dari rumah kamu ke kampus. “
Sebenarnya aku sedang menghemat uang saku, karena Ibu dan Bapak masih lama panen padinya. Tentu belum bisa mengirimkan uang dalam waktu dekat ini.
Pengen cari kerjaan, tapi kerja apa?
“Kamu nggak usah khawatir. Nanti biar abangku yang antar-jemput kamu. Gimana?”
Aku berpikir sejenak. Tidak enak juga, kalau menolak. Karena, Sari selama ini sangat baik padaku. Bahkan, sering meminjamiku uang, saat darurat harus membayar ujian semester.
“Apa nggak ngrepotin abang kamu, nantinya?”
“Nggak. 'Kan, cuma tiga hari saja. Tentu abangku juga ambil cuti kerja untuk membantu mempersiapkan hari pernikahanku.”
“Ok, lah kalau gitu.”
Aku mengacungkan dua jempol ke arah Sari.
“Eh, Za. Ada dosen datang.”
Sari yang semula menghadap miring ke arahku, menggeser kakinya, hingga posisinya mengarah ke depan.
“Good morning, Class!”
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU, MR. GENDUT
Teen FictionFatimah Azzahra diam-diam menyimpan rasa pada Boim, teman masa kecil, yang melindunginya dari gangguan teman-teman yang sering mengganggunya. Hingga kini, ia tak tahu keberadaan lelaki bertubuh tambun itu. Sementara, Randi, dosen baru mata pelajaran...