Hari menjelang sore, orang yang ditunggu-tunggu datang. Seorang pria bernama Moon Taeil, pulang dengan tangan yang penuh akan kantung plastik berisi makanan untuk keluarga kecilnyaㅡterutama untuk kedua anak kembar. Ia membeli berbagai macam makanan karena Yangyang yang meminta Taeil saat ditelepon tadi. Mana tega ia hiraukan permintaan sang anak? Walaupun memang agak merepotkan.
"Donghyuck di kamar?" tanya Taeil sambil menaruh kantung plastik itu di atas meja makan.
Yuta mengangguk sebagai respon singkat, tak sempat menengok ke arah sang suami sebab ia sibuk menghangatkan bubur yang tersisa, atau memang ia tak mau menengok ke arah Taeil. Sejujurnya Yuta merasa takut serta khawatir, dan Taeil tahu persis akan hal itu, jadi tidak mau ia bahas.
Merasa kurang puas akan informasi yang dia berikan, Yuta mulai membuka mulut dan berkata, "Haechan lagi tidur sama Yangyang."
"Ok," ucap Taeil singkat. Canggung, tapi ia juga bukan tipe orang yang bisa mencairkan suasana dengan cepat. Apa boleh buat?
"Yangyang yang minta?" tanya Yuta ketika melihat kantung plastik yang dibawa Taeil sekilas.
Taeil mengangguk, "iya."
"Padahal anak itu gak sakit," lenguh Yuta, dibalas dengan tawa kecil dari Taeil.
"Aku boleh minta kopi?" pinta Taeil kepada Yuta yang baru saja mematikan kompor, tanda bahwa bubur sudah siap dimakan.
"Boleh! Mau bubur juga?" Taeil mengangguk sebagai jawaban, setelah itu ia melenggang pergi meninggalkan dapur, menuju kamar sang anak.
Tak butuh waktu lama, Taeil sudah sampai di depan pintu kamar Haechan. Dengan perlahan, ia membuka pintu kamar sambil mengintip kecil ke dalam ruangan. Biasanya Haechan dan Yangyang akan mengejutkan Taeil, sampai-sampai ia terduduk di lantai. Maka dari itu, ia harus waspada.
Setelah memastikan bahwa situasinya aman, Taeil membuka pintu lebih lebar. Ia masuk ke dalam ruangan, sekadar mengecek kondisi kedua anaknya. Taeil merasa khawatir dengan Haechan, apalagi setelah mendengar penjelasan panjang dari Yangyang.
Yang tidak Taeil ketahui adalah Yangyang hanya melebih-lebihkan kondisi Haechan agar sang Ayah bisa pulang lebih cepat dan membelikan mereka banyak makanan. Jenius? Tentu saja.
Dari saku celana, Taeil mengeluarkan termometer raksa yang baru. Ia meletakkan alat itu di lipatan ketiak Haechan secara perlahan, berharap agar ia tidak mengganggu mimpi indah sang anak. Setelah air raksa berhenti bergerak, Taeil mengambil termometer itu dengan cepat. Hembusan nafas lega terdengar, Haechan tidak demam.
"Eunhh.. Ayah sudah pulang?" gumam Haechan yang agak menyipitkan mata karena silau, sekarang Haechan mirip seekor beruang yang baru saja terbangun dari hibernasi. Menggemaskan.
Mendengar suara itu, Taeil agak sedikit terkejut. Ia mengelus rambut Haechan lembut, "maaf Ayah ganggu, kamu sudah mendingan?" tanyanya sambil menatap sang buah hati dengan teduh.
Yang ditanya hanya menganggukkan kepala sebagai respon. Jujur saja, ia masih merasa sedikit pusing. Tapi untuk menepati janjinya kepada Papa Doyoung, maka ia harus sedikit berbohong kepada Ayah Taeil.
"Syukurlah, anak Ayah memang hebat," tutur Taeil sembari mencubit gemas pipi Haechan.
Melihat Haechan yang masih terlihat mengantuk, Taeil merasa iba. Ia menjadi tidak enak hati karena telah membangunkan Haechan secara tidak sengaja.
"Mau lanjut tidur?"
Haechan mengangguk, "mau, tapi dingin."
Taeil mengerti maksud Haechan, ia segera mencari letak selimut yang terlepas dari tubuh sang anak—guna menghangatkan tubuh si sulung. Tak sampai 5 menit, Taeil telah menemukan letak selimut itu. Dengan sigap, ia langsung menggeserkan tubuh Yangyang perlahan, karena Yangyang menindih hampir seluruh bagian dari selimut yang seharusnya bisa dipakai untuk 2 orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVISI - modifié [nohyuck]
Fanfiction"Jeno gak bakal bisa berubah," final Haechan dan itu tidak bisa diganggu gugat. Apakah hal itu benar? Apakah Jeno bisa berubah? Atau dia akan tetap seperti dulu? - 25/04/2020