[Bagian 2] - Sarapan Pagi

160 32 173
                                    

Gimana pendapatmu soal bagian 1?

Gimana pendapatmu soal bagian 1?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

|| Sarapan Pagi ||

Hujan gerimis di pagi hari membuat semangat beberapa orang menurun. Namun, tidak denganku. Aku yang entah terbawa angin dari mana sudah bersiap berangkat pagi-pagi. Menyusuri lorong demi lorong kelas XI yang masih sepi. Dingin. Saat langkahku kurang dari seratus meter menuju pintu kelas, aku mendengar sebuah suara. Samar-samar seperti seorang perempuan dengan nada kesal dan penuh umpatan.

"Sial, kenapa sih papa mesti rapat pagi-pagi! Kenapa juga mobilku mogok hari ini!" Perempuan itu menghentakkan kakinya ke lantai dengan kuat. Menimbulkan suara bising yang diiringi deras hujan. Kulangkahkan kakiku kembali. Mencoba mengumpulkan keberanian, dan menghalau segala kemungkinan terburuk jika hariku ini akan diawali kesengsaraan.

"Selamat pagi," ujarku pelan, mencoba menyapa perempuan tadi.

"Eh, si jelek udah dateng. Bagus deh, gue jadi ga bosen." Perempuan yang tak lain adalah Meta, dia mulai mendekat ke arahku. Aku hanya bisa menunduk dalam-dalam, iya aku takut. Takut pada kalimatnya yang perlahan-lahan mencekik dan membunuh batinku.

"Tugas gue yang kemarin?" ucap Meta santai.

Dia mendudukkan dirinya di atas mejaku dan menyilangkan kedua kaki jenjang nan putih miliknya. Karet giginya hari ini berwarna hitam, senada dengan rambut lurusnya. Oh astaga, Meta memang sangat sempurna jauh dari diriku yang buruk rupa ini. Setelah pikiranku tertarik kembali ke alam nyata, cepat-cepat ku serahkan buku catatan itu padanya.

"Gue suka wajah ketakutan, lo." Seorang perempuan berambut pirang dari lahir berceletuk dari pintu.

"Clara?!" pekik Meta, langsung melompat turun. "Gue pikir bakal mati bosen gara-gara kepagian, ternyata lo berangkat pagi juga."

"Gimana enggak, lo misscall gue mulu dari tadi!"

Kelas yang masih sepi ini menjadi riuh oleh obrolan mereka. Coba saja Abel dan Orion satu kelas denganku. Setidaknya aku tak akan merasa kesepian. Hujan di luar sana mulai mereda, menyisakan bau tanah basah yang khas. Bau yang mampu menggugah selera makan mie instan di pagi yang dingin ini. Anak-anak lainnya mulai berdatangan, sekolah mulai ramai dan perutku mulai terasa keroncongan. Aku lupa belum sarapan.

Meta dan Clara sudah menghilang entah kemana. Satu persatu teman sekelasku pun datang, tak terkecuali Ine. Kini dia sudah duduk manis di bangkunya sembari memangku hoodie biru dongker miliknya. Cacing-cacing perutku mulai meronta. Sebelum mag ku kambuh sebaiknya aku cepat-cepat ke kantin.

∆∆∆


Bubur ayam rasanya sangat pas untuk pagi ini. Aku bersyukur, awal hariku tak seburuk di pikiranku. Awan hitam kini mulai menyingkir, hujan semakin mereda dan mentari pun tak lagi malu-malu bersinar.

Entah apa yang mengganjal di kerongkonganku sampai-sampai aku bisa tersedak bubur yang bertekstur lembut. Tak ingin tersiksa lebih lama, dengan brutal aku meraih gelas jus jeruk di sampingku. Namun, saking tak terkontrolnya, air dalam gelas tersebut malah tumpah. Jika hanya di lantai mungkin tak apa, tetapi masalahnya sekarang air itu tumpah saat Clara melangkah di dekat mejaku.

"Wow, baru saja aku memuji awal pagiku hari ini," ucapku dalam hati sembari tersenyum kecut.

"Nggak punya mata ya, lo?!" bentak Clara shock. Netra coklatnya sibuk menelisik bagian mana saja di tubuhnya yang terkena tumpahan jus jeruk. Setelah, dia memandang ke arah si pelaku penyiraman—aku.

"Heh jelek, maksud lo apa ngotorin sepatu gue?" Aku hanya bisa menunduk dalam, merapalkan kata maaf berkali-kali.

Tiba-tiba kepalaku terasa perih. Rambutku dijambak, dia memaksaku untuk mendongak menatap mata tajam kebanggaannya. Sungguh, kali ini Clara terlihat berkali-kali lipat lebih menyeramkan dari biasanya. Kadar kesangarannya naik seiring dadanya yang naik turun menahan amarah.

Dia mendekatkan bibirnya ke telingaku. Berbisik pelan di sana, "Gue udah cukup enek dua kali ngeliat lo pagi ini. Apa lo ga pernah berpikir buat ... enyah?"

Deg

Waktu berputar lamban membuatku kesulitan mencerna arti kalimatnya. Tepatnya, kata terakhirnya. Enyah? Salahku apa? Apakah segelas jus yang tumpah bisa mengharuskanmu untuk enyah?

"Woi! Ambil tas cewek ini, umpetin, dan buat dia sengsara hari ini!" teriak Clara memerintah kepada siapapun yang bersedia ia perintah. Di sekolah ini Clara cukup berpengaruh karena donatur terbesar di sekolah ini ialah orang tuanya. Clara melepas cengkramannya di rambutku dengan kasar, membuat beberapa helai rambut terlepas dari akarnya. Tubuhku terhuyung ke belakang, bahkan hampir terjatuh. Kini, aku sudah lupa perihal bubur yang salah jalur sampai membuatku tersedak tadi.

∆∆∆

"Bagas, tolong turunin tas aku dong," ucapku pada pemuda yang tak sengaja lewat lapangan sepak takraw ini.

"Sorry Ai, gue ga mau berurusan sama Clara. Pergi dulu ya."

Huft ... Bagas sudah menolak. Jelas, memangnya siapa yang mau berurusan dengan ratu bullying di SMA Skyscience yang ibunya menjadi salah satu pengurus yayasan dan penyumbang dana sekolah. Clara berasal dari keluarga yang cukup disegani, wajar jika banyak yang takut padanya. Namun, urusannya sekarang adalah sepuluh menit lagi bel masuk akan berbunyi dan tasku masih bertengger manis di dahan pohon akasia.

Berbagai cara sudah kulakukan untuk menurunkan tas itu. Mulai dari melemparinya batu, mencari tumpuan untuk mensejajarkan tubuhku pada dahan pohonnya, sampai mencoba memanjat dengan rok seragam yang hanya sampai di lutut. Tasku pun tak mau turun juga. Siap-siap saja untuk dihukum. Dihukum karena terlambat masuk kelas atau datang ke kelas tanpa membawa alat tulis.

"Tau gini mending tadi berangkat agak siang aja. Sarapan bareng Papa di rumah ...." Aku menghela napas berat, tubuhku merosot dan kini ada di posisi punggung bersandar pada pohon akasia besar, "dan tinggal duduk manis di bangku saat jam-jam seperti ini." lanjutku setelah mengecek jarum pendek arloji ku.

Srak ...

"Astagfirullah!" teriakku spontan. Bukanya apa, tapi suara itu tadi benar-benar membuatku kaget. Netraku menyapu sekitar, tidak ada apapun. Baik manusia, kucing, ataupun ayam. Untuk opsi kedua dan ketiga yang sangat tidak mungkin. Kembali, aku hanya bisa duduk sembari meratapi nasib tasku di atas sana.

"Aduh!" teriakku yang lagi-lagi secara spontan. Ada sebuah sepatu yang pemiliknya entah sengaja atau tidak menginjak jari kelingking ku.

"Eh, sorry-sorry mbak, saya nggak liat. Lagi kesasar soalnya."

Sejenak aku terkesima dengan sikap pemuda yang kini berdiri di hadapanku. Sudah dipastikan dia memang tidak sengaja dan poin mengejutkan lainnya adalah dia orang lain yang menemuiku tanpa makian setelah keluarga dan sahabat-sahabatku. Dia memecahkan rekor, sepertinya dia anak baru.

"Ngomong-ngomong bisa tolong ambilin tas aku nggak?"

∆∆∆

To be continue 🌟

Jangan lupa tinggalkan kesan, pesan, krisar, dan pendapat kalian tentang ceritaku yang satu ini.

Love you banyak banyak😘

Dari DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang