15. Kenyataan

778 82 0
                                    

"Are you sure?"

Dengan berat hati aku mengangguk, "bagaimana pun juga saya harus ikut dengannya, pak."

Pria berkaca mata dihadapanku ini menghela napasnya yang terdengar berat. Ia kemudian menarik laci mejanya dan mengeluarkan sebuah buku yang sangat familiar bagiku.

William menyerahkan selembar kertas yang baru saja ia robek dari buku itu. Kedua mataku kemudian memperhatikan tulisan William diatas kertas dengan seksama. "Itu gaji dan bonus kamu," tuturnya.

"Tapi pak, ini kebanyakan.."

William tersenyum, "anggap saja itu hadiah pernikahan dariku."

Aku menatapnya tak percaya. Semudah itu William menyerahkan cek sebesar 50 juta?

"Lagi pula.. jika dibandingkan dengan usahamu untuk membangun perusahaan ini menjadi seperti sekarang, itu tidak seberapa, Keyla. Keuntungan perusahaan saya saat ini sudah mencapai ratusan juta, dan itu berkat kerja kerasmu." Sambungnya.

Aku tidak tau harus bicara apa. Selama ini aku tidak merasa terbebani dengan segala usahaku. Ataupun dengan perintah-perintah yang Brian berikan padaku.

"Saya.. saya tidak tau harus bilang apa selain terima kasih." Tuturku seraya memperhatikan digit angka didalam cek, "terima kasih banyak, pak. Bapak selalu baik pada saya. Bapak juga mengajarkan banyak hal pada saya. Saya tidak mungkin menjadi Keyla yang sekarang jika bukan karena bantuan bapak dulu."

William terkekeh. Dan ini merupakan kesekian kalinya ia terkekeh dihadapan ku.

Walaupun beberapa bulan terakhir ia berubah menjadi atasan yang lebih baik, tapi tetap saja, kami --para karyawan-- masih jarang melihatnya terkekeh apalagi tertawa.

"Sejujurnya.. saya tidak menyangka jika hal ini akan terjadi." Ujarnya.

Aku mengernyit, "maksud-- bapak?"

Ia menghela napasnya pelan, "ya.. awalnya saya hanya ingin melihat karyawan saya bahagia dengan bertemu idolanya. Saya kira akan gagal, karena si bodoh itu bersikeras tidak mau melepas maskernya didepan tamu. Apalagi tamunya adalah salah satu dari penggemar nya. Tapi ternyata.. ia malah akan menikahi penggemarnya ini." Tuturnya seraya tertawa.

Mendengar penuturannya membuatku semakin tidak mengerti. Aku terdiam sebentar, mencoba mencerna segala perkataannya. Hingga akhirnya aku menyadari sesuatu.

"Maksud bapak.. bapak yang atur pertemuan saya dengan Kim Taehyung? B--bagaimana bisa?" Tanyaku terkejut, tak percaya.

Lagi-lagi pria itu terkekeh, "kamu tau kan jika dulu saya sempat tinggal di Korea?" Tanyanya yang dijawab anggukan dariku, "dia itu teman kecil saya. Kami bersahabat bahkan hingga detik ini. Makanya ketika saya tau jika kamu sangat mengidolakannya, saya langsung tau, hadiah apa yang bisa saya berikan pada kamu dengan mudah."

"Maaf ya, saya tidak bermaksud membedakan kamu, Dewi dan Farhan dengan memberimu tempat tinggal di daerah yang kumuh seperti itu." Sambungnya diakhiri kekehan.

Air mata memenuhi pelupuk mataku. Aku tidak tau jika William bisa sebaik ini. Selama ini aku sudah sangat salah paham padanya.

Air mata itu tidak dapat ku bendung lagi. Bukan air mata kesal, kecewa, ataupun marah. Melainkan air mata bahagia dan tak percaya. "Terima kasih banyak, pak. Bapak benar-benar berjasa bagi hidup saya. Maafkan saya ya pak, saya selalu berburuk sangka pada bapak. Saya kira bapak adalah pria egois yang hanya mementingkan urusan pribadi. Maafkan saya, pak." Tuturku menyesal.

William menepuk pelan kedua tanganku yang ku taruh diatas meja, "saya mengerti. Yang berpikir seperti itu bukan hanya kamu, Keyla. Lagi pula memang dulu sifat saya seperti itu, kan? Kamu tidak perlu meminta maaf."

MR. KIM || KIM TAEHYUNG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang