"Aku kayaknya nggak jadi nyusul kamu, La. Hujannya makin deras."
Aku mendengus, mematikan sambungan telepon tanpa menjawab. Citra selalu saja begitu, membatalkan janji begitu saja hanya karena hal kecil. Tidak bisakah dia memesan taxi online atau yang lebih gampang menggunakan jas hujan?
Kling!
Bunyi dari lonceng yang berada tepat di atas pintu menarik perhatianku. Sekarang aku sedang berada di salah satu kafe pinggiran kota, menikmati secangkir cokelat panas, ditemani dengan laptop yang menampilkan tugas kampus yang belum juga ku selesaikan, karena rekan sekelompok sekaligus sahabatku itu tidak datang.
Hari ini hujan. Rintik yang tadinya sedikit, berubah semakin deras, membuat orang-orang yang berada di luar bergegas berteduh. Posisi dudukku yang tepat berada di sebelah kaca besar, yang langsung mengarah pada jalanan, membuatku leluasa memerhatikan apa yang terjadi di luar sana.
Dan perhatianku sepenuhnya teralihkan oleh sosok jangkung yang baru saja masuk dan sibuk mengusap lengan kemejanya yang tampak basah. Sampai manik matanya bertumpu padaku yang masih belum mengalihkan pandangan darinya, seketika aku berpaling, merasa salah tingkah tertangkap basah sedang memerhatikan.
Derit kursi yang ditarik membuatku tersentak. Terlebih lagi saat menatap pelakunya, membuatku membelalak lebar.
"Hai,"
Suara serak bariton itu menyapa pendengaranku yang membeku. Tidak kusangka dia menghampiriku. Bukan, bukan karena takut ditanyai kenapa aku terus menatapnya atau bahkan takut jika dia mengira aku penguntit. Tapi karena aku menyadari ada yang salah dalam diriku.
Degup jantung yang menggila, tepat setelah kata sapaan itu terlontar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita & Rasa [SUDAH TERBIT]
Short Story[Cerpen ini sudah diterbitkan dalam bentuk antologi bersama karya peserta PAB lainnya.] #PAB2020 Ini tentang kita. Tentang rasa nyaman, pada tempat berpulang yang sesungguhnya. Kita Dan Rasa ©2020 by cloudynaf