#6 Lucid dream

17 6 12
                                    

Aku menceritakan tentang mimpiku malam ini. Kami senang pada akhirnya aku mulai mengingatnya. Tapi kulihat Miera sudah membereskan barang-barangnya. Dia bilang dia akan pulang jam empat sore. Ini baru pukul tiga, tapi aku nggak bisa membayangkan di rumah sendirian. Tapi jika aku terus menahan Miera, Miera akan merasa nggak nyaman lagi denganku.

Ini hari Minggu, hari ini kami juga nggak ke toko Eddie. Aku akan kesepian malam ini. Menyedihkan!

"Ah! Sekarang sudah pukul empat! Kenapa ayah belum kesini?"

"Mungkin sebentar lagi..."

Tak lama ayahnya datang. Membawa barang-barang Miera lalu memasukannya ke dalam mobil.

Miera menghampiriku "Rosa, besok pagi aku akan kemari lagi. Kita harus ke toko Eddie"

Aku mengangguk kecil sambil tersenyum. Lalu Miera pergi. Sekarang aku sendiri disini. Nggak tau apa yang harus aku kerjakan. Mungkin membuat kopi bisa menenangkan ku. Aku pun berjalan menuju dapur dan membuat secangkir kopi, lalu menghabiskan kopinya dengan beberapa teguk. Pandanganku mengarah ke Gramofon kuno di ruang tengah, lalu pandanganku berpindah ke arah foto dengan bingkai yang cantik. Aku berjalan menuju foto itu, mengambilnya dan mulai mengenali wajah wajah dalam foto itu.

"Papa dan aku" gumam ku.

Terlihat dalam foto itu aku yang sedang berdansa bersama papa. Kami gembira, tempat nya tepat berada diruang ini. Lalu jariku mulai menyelusuri bingkai ini. Warna Hitam dengan bunga-bunga putih kecil. Begitu polos, begitu sederhana, begitu indah. Tiba-tiba perasaanku bercampur aduk. Aku nggak tau apa yang sedang kurasakan. Apa yang sedang kupikirkan? Mataku pun mulai digenangi air, dan aku berusaha menghalangi air itu turun dan membuat tanganku basah. Tak mau menangis aku hanya bisa membuat sebuah khayalan khayalan yang nggak jelas. Sambil berjalan ke kamarku aku membuat khayalan itu semakin menyenangkan. Ada aku yang begitu bahagia bersama keluarga, kami berkunjung ke tempat tempat menyenangkan. Sampai di kasur tidurku, khayalanku mulai berantakan.

Aku berpikir "khayalannya sangat indah, bahkan sangat indah untukku... Untuk menjadi kenyataan..."

Dan akhirnya air mataku keluar sangat deras, seperti hujan angin. Suara tangisan yang nggak bisa ku hentikan, suaranya terus lolos ke seluruh ruangan. Aku menjerit. Nggak ada yang bisa menghentikan jeritan ku. Dan jeritan itu malah membuatku terlelap dalam tidur yang menyedihkan.

• • •

Apa ini? Ini mimpi lagi? Jika benar berarti aku mengalami Lucid dream*.
*Lucid dream atau mimpi sadar adalah sebuah mimpi ketika seseorang sadar bahwa ia sedang bermimpi. 

Wow! Ini keren! Akhirnya aku bisa merasakan Lucid dream!

Tiba-tiba ruangan ini dipenuhi kupu-kupu biru yang cantik. Kupu-kupu itu bergabung dan membentuk seseorang, semakin lama semakin jelas wujud orang tersebut. Itu papa! Lalu kupu-kupu yang lainnya membentuk manusia lain. Dan itu aku yang duduk bersama Miera di sekolah. Kami terlihat akrab.

Kupu-kupu itu terpecah, dan membentuk sesuatu lagi. Itu aku dan Miera! Kira-kira usia kami saat itu sekitar 7 tahun. Lalu kupu-kupu yang lainnya membentuk beberapa orang yang lebih besar dari kami. Orang-orang itu mengganggu Miera, dan aku mulai bergerak. Tentu saja, aku nggak bisa membiarkannya begitu saja. Miera temanku dan aku harus membantunya!

Aku berlari kearah mereka dan berteriak "Hei! Jangan ganggu Miera!"

"Wah, wah, wah... Siapa nih? Ngajak ribut? Hah?!" Kata salah satu dari orang-orang itu.

"Kalian nggak boleh ganggu Miera!"

"Kenapa? Lagian, kami juga cuma mau uangnya. Siapa suruh anak kecil gini bawa uang banyak"

"Itu uangnya, bukan uangmu. Kenapa kamu mengambilnya? Kamu nggak ada hak atas uang itu kan?"

"Dan kamu juga nggak ada hak buat ceramahin kita kan?" Kata orang itu tak mau kalah.

Tanpa berbicara lagi aku langsung memukul kaki salah seorang dari mereka. Aku terlalu pendek untuk sampai di kepalanya.

"Berani juga anak ini ya" katanya sambil menjambak rambutku dan memberi isyarat pada temannya.

Lalu seorang perempuan dari mereka menghampiriku dan menyeretku ke kamar mandi sekolah yang nggak jauh dari situ. Lalu melemparku dengan kasar.

"Heh' bocah sialan! Masih mau ngelawan?" Kata perempuan itu.

Tanpa berpikir panjang lagi-lagi aku memukulnya asal dan malah membuatku makin dikasari. Perempuan itu terlihat amat kesal. Dia mengambil ember dari salah satu toilet di sana lalu menyiram menumpahkan semua isi ember itu ke atas kepalaku. Aku basah kuyup. Belum sampai di situ, aku masih tetap mencoba melawan entah apa yang sedang aku pikirkan saat itu. Dengan tenaganya perempuan itu menendang ku yang sudah terkapar di lantai nggak bisa apa-apa.

Lalu perempuan itu berjalan menuju pintu keluar, dengan sisa tenagaku, aku mengambil ember tadi dan melemparnya ke kepala perempuan itu. Kurasa cukup kuat aku melemparnya, kerena perempuan itu jatuh dan tiba-tiba nggak sadarkan diri. Aku segera menuju tempat di mana Miera masih diganggu oleh orang-orang itu. Kulihat Miera menangis sambil menutupi mukanya. Kurasa aku gagal menghentikan mereka.

"Miera? Kamu baik-baik saja? Kurasa mereka harus dilaporkan!"

Dia mengelap mukanya dengan tangannya "ya, aku nggak apa-apa. Kamu benar sepertinya mereka harus dilaporkan, jadi aku akan bilang ke ibuku"

"Baguslah" ucapku lega.

"Omong-omong, kenapa pakaianmu begitu basah? Apa ini ulah mereka juga? Kurasa kita harus segera pulang, aku nggak mau kamu sakit"  tangisnya berubah menjadi khawatir.

"Ya sudah, ayo. Aku juga pasti ditunggu mama dan papa di rumah!"

• • •

Kriiing!!~ suara jam weker.

Tanganku langsung menyambar dan mematikan suara jam weker ku. Mataku sangat berat, kurasa ini disebabkan karena semalam aku nangis. Itu yang kuingat. Tangisan itu luar biasa, bisa mengendalikan ku. Aku mengusap mataku sambil berjalan ke kamar mandi, dan melihat mataku yang bengkak.

"Apa aku harus bekerja dengan mata seperti ini?" Aku berbicara sendiri.

"Kurasa Eddie akan meledek mataku"

Sudahlah, yang penting mandi dulu sekarang. Nanti Miera akan menjemput ku. Nanti bengkaknya juga membaik sendiri. Aku lupa bawa baju! Sial! Pake yang ada dulu deh, nanti selesai mandi langsung ganti baju. Benar-benar bodoh!

Hari ini pakaianku nggak jauh beda dengan pakaianku di hari Sabtu kemarin. Kaos merah dan rok selutut berwarna hitam. Aku cuma membuat segelas susu coklat sebelum Miera datang. Tak lama Miera membunyikan belnya, dan aku segera menghampiri.

"Hai!" Katanya sambil melambaikan tangan.

Aku membalas lambaian tangannya dan mempersilahkan dia masuk.

"Sebentar, Aku harus menyisir rambutku dulu" kataku.

Rambutku pendek, pas sebahu, Jadi aku nggak kesusahan saat menyisirnya, walaupun sebenarnya rambutku agak keriting. Setelah selesai, aku langsung mengunci pintu dan pergi ke toko Eddie bersama Miera.

Aku mulai berbicara di tengah perjalanan "Miera, apa aku pernah basah kuyup karena beberapa orang jahat yang menggangu mu?"

"Ya, apa kamu mimpi seperti kemarin?"

"Iya, tapi kali ini aku sadar bahwa aku sedang bermimpi saat itu"

"Itu keren, aku ingin mencobanya!"

"Aku juga nggak tau gimana caranya, tiba-tiba aku sadar bahwa aku sedang bermimpi"

• • •

RosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang