Lapangan Airlington Cantonment, Virginia pada siang itu benar-benar dingin. Salju yang terus turun membuat cuaca kian memburuk—namun dengan cuaca yang ekstrim tidak membuat semangat para prajurit baru US Army surut. Mereka tetap berkumpul di tengah lapangan dilengkapi dengan 9 alutsista berupa helikopter tempur dan 6 helikopter tempur canggih, yakni Apache berjumlah 4 buah dan jenis Black Hawk berjumlah 2 buah.
Para prajurit itu mengikuti telah berhasil mengikuti tahap pelatihan yang dilaksanakan selama 14 minggu. Pelatihan pertama adalah tes kebugaran dan navigasi selama 4 minggu, prajurit ditempatkan di medan yang tidak bersahabat seperti di Mercusuar Brecon dan Jurang Elan. Cuaca disana tidak dapat diprediksi dan tidak bersahabat, dan banyak juga Tentara yang tewas disepanjang seleksi yang ketat ini, kebanyakan kematian disebabkan oleh Hypothermia.
Pelatihan kedua adalah lanjutan awal selama 4 minggu, Latihan ini terdiri dari latihan yang lebih detail dan realistik dalam penggunaan senjata, pemusnahan dan taktik patroli kecil. Mereka yang tidak siap untuk terbang parasut, juga akan dilatih dalam kemampuan ini.
Pelatihan ketiga adalah Pelatihan Hutan selama 6 minggu. Prajurit dibagi ke dalam empat patroli dan diawasi siang malam oleh Staf Direktur, prajurit harus bertahan satu jam saat fajar, dan satu jam saat petang setiap hari tanpa kegagalan, dan harus membawa pisau mereka setiap saat. Setelah latihan navigasi, mereka menuju kedalam hutan lebat, penanganan maritim, membangun kamp, dan ada sebuah ujian lagi agar mereka lolos seleksi. Dimana semua hal yang telah dipelajari harus diterapkan secara benar dan sempurna. Prajurit harus bertahan hidup, bertarung dan hidup didalam hutan, dan harus berhati-hati untuk setiap sayatan, goresan dan kulit yang melepuh, karena itu dapat dengan mudah menginfeksi kulit.
Pelatihan ke empat adalah Ujian Ketahanan Perang selama 4 minggu, dimana untuk melatih ketahanan perang, hidup di medan perang dan menggunakan taktik pelarian dan meloloskan diri.
Setelah melewati seluruh pelatihan, prajurit akan memulai pelatihan sebenarnya mulai dari teori kegiatan kelas, latihan mobilitas udara, bantuan tembakan dari udara dan evakuasi udara. Justin—sebagai Jenderal sekaligus instruktur yang turun langsung ke lapangan, memberikan materi seputar simulasi pengintaian kekuatan musuh di udara dan manuver mobilitas udara. Salah satu tujuan pelatihan itu adalah meningkatkan kemampuan dan ketrampilan para prajurit sehingga dapat menjadi seorang prajurit penjaga perdamaian serta dapat melaksanakan tugas negara terutama dalam tugas penerbangan.
Masih dengan berpakaian seragam loreng-lorengnya, Justin berbicara pada seorang kapten sampai akhirnya merasakan seseorang mendekat ke arahnya membuat Justin menolehkan kepalanya. "Jenderal, ada seseorang ingin bertemu dengan Anda," kata salah satu pembantu letnan itu memberi tahu dan pria itu segera mengarahkan bola matanya ke dalam gedung yang kacanya transparan. Dari posisi pinggir lapangan, Justin bisa menemukan siapa yang sedang menunggunya.
Mary.
Kenapa gadis itu berada di sini?
Perutnya bergelenyar menyadari bahwa gadis itu sedang menunggunya. Memperhatikan dirinya yang menjadi instruktur pemberi materi, entah sejak kapan dia berdiri di situ. "Baiklah, terimakasih." Justin mengangguk mantap, sambil menarik nafas perlahan-lahan dia berbalik dan melangkah menuju ke dalam gedung.
Dua detik sebelumnya dia baik-baik saja, tapi melihat Mary di sini, sedang memperhatikannya entah kenapa membuat konsentrasinya menjadi pecah berkeping-keping.
Untuk pertama kali sepanjang hidupnya, ada seseorang yang membuat hidup Justin menjadi sedikit kacau. Melihat Mary mengunjunginya, di sini, secara fisik dan nyata menimbulkan perasaan lain yang mengikuti. Tubuh tingginya yang mengintimidasi dari balik seragam loreng-loreng US Army muncul masuk ke pintu. Berhadapan langsung dengan Mary yang secara refleks memutar tubuhnya membuat mereka saling berpandangan.
YOU ARE READING
SUPERNOVA by Erisca Febriani
Fanficjust dreaming about justin bieber not written by me.