2. HARI KE SERATUS

314 24 0
                                    

#NWR #PERWITA #FIKSI #ROMAN #REBORN

Jiwa Arlisah masuk ke jasad Perwita. Ada beberapa tulang yang patah, ia tak bisa bergerak. Kakek tua itu menggendong tubuhnya, membawanya pergi ... di waktu yang tepat, karena tak lama setelah itu tim SAR berhasil turun ke titik jatuhnya Perwita. Mereka hanya menemukan batu dengan bercak darah, tapi jasad yang mereka cari tak ada. Kembali ke posko, mereka menyimpulkan Perwita diambil oleh penunggu gunung Penanggungan.

Keluarga Dirgantara menerima kabar itu dengan berurai airmata, tapi di hati Sukesih (ny. Dirgantara) dan kedua anaknya, Kumala dan Basuki, bersorak riang. Rencana menyingkirkan Perwita berhasil. Hanya Dirgantara yang menangis setulus hati.
"Sudahlah, Pa, itu memang takdir Perwita," hibur Sukesih.
"Coba lihat sisi baiknya bagimu," imbuhnya, "sahamnya 25% sekarang sah menjadi milikmu, memberimu kendali atas group Dirgantara."
Suaminya tersenyum membenarkan.

Sementara itu tubuh Perwita dibawa ke sebuah pondok dan diobati dengan tumbukan daun-daunan, kakek itu merawatnya dengan penuh kasih sayang.
Dalam kelumpuhannya, Arlisah menggali ingatan Perwita, mulai masa kecilnya, ibunya meninggal dan diasuh oleh ibu tiri bermuka dua, terakhir ia ingat minum jus sebelum meninggalkan rumah. Pasti ibunya menaroh sesuatu di jus itu! Membuatnya ngefly dan tergelincir jatuh ke jurang. Ia bukan pendaki pemula, tak mungkin melakukan kecerobohan itu.
Lalu ia ingat Aksa, pemuda tampan yang akan dijodohkan dengan putri Dirgantara. Ibunya mengatakan, perjodohan itu untuk anak 'resmi' dan ia tak dihitung. Ibunya mendorongnya pacaran dengan Damon.
Lucunya, Kumala ingin menikah dengan Aksa, tapi ia tidur dengan Damon. Ck ck ck.

Perwita bilang, 'kerjai keluargaku'.
Perwita masih delapan belas tahun, Arlisah sudah dua puluh enam tahun, lebih banyak trik dan muslihat di benaknya, iapun menyusun rencana.
Setelah empat puluh hari, Perwita bisa bangun dan bergerak seperti orang normal.
Pertama yang dilakukannya, membeli beberapa pakaian, dengan style Perwita, dan beberapa dengan style Arlisah yang berkerudung. Ia butuh berkerudung untuk penyamaran, supaya bisa berkeliaran di sekitar rumahnya tanpa ketahuan.

Dari mengobrol dengan satpam dan pembantu rumahnya, ia mengetahui sandiwara kesedihan keluarganya. Mereka tertawa-tawa bahagia bila tak ada orang lain.
Perwita menemui pengacara terkenal di Surabaya, yang lurus dan tak mempan sogokan.
"Bagaimana kau bisa selamat?" Pengacara Prayoga memandangnya heran dan terkejut.
"Itu tidak penting," Perwita tersenyum misterius, "Dirgantara akan mengadakan acara makan-makan memperingati seratus hari meninggalnya Perwita, saya ingin Bapak menemani saya hadir di acara itu."

Kemudian Perwita mencari Aksa. Pemuda tampan yang suka ganti-ganti pacar itu sedang di toko perhiasan, dengan tidak sabar menunggu pacarnya memilih-milih perhiasan.
Perwita pura-pura terpeleset dan menabraknya, cekatan Aksa meraih pinggangnya supaya ia tak terjatuh, tapi malah jatuh berdua, Aksa menindihnya. Sesaat pemuda itu terpesona memandang wajahnya, seperti kenal, tapi dimana?
"Maaf, maaf." Aksa bangun dan menariknya berdiri, "Maaf, Non, gak ada yang patah karena kutindih kan?" tanyanya tersenyum nakal.
"Saya yang harus minta maaf, sudah menabrakmu tadi."
Perwita berbicara sambil menggerakkan tangannya, Aksa melihat jemarinya yang polos tanpa perhiasan, langsung dipegangnya tangan itu dan menunjuk sebuah cincin, menyematkannya di jari manis Perwita, "sebagai permintaan maafku," katanya lembut mengecup jari bercincin itu.
Perwita berlagak tersipu malu.
"Saya tak punya apa-apa untuk meminta maaf."
"Makan malam bersamaku malam ini, mau?"
"Tapi ... kau bersama pacarmu."
"Jangan perdulikan dia."
"Sudah ada yang cocok?" Aksa berpaling ke gadisnya yang menggeleng. "Kalau begitu, lain kali aku bawa kau ke toko perhiasan lain. Maaf, aku ada urusan, tak bisa mengantar pulang."
Aksa melambaikan tangan, sopirnya mendekat, disuruhnya mengantar gadis itu, sementara ia melenggang dengan Perwita ke lantai atas.
*

"Aku Aksa Baskoro, siapa namamu?"
"Perwita."
"Perwita?" Aksa kaget, memang mirip, tapi kan Perwita sudah mati?
"Mengapa? Ada pacarmu lainnya bernama Perwita?"
"Perwita lain yang kukenal sudah mati."
Mereka makan di restoran Jepang, Perwita minta Aksa yang memesan makanan untuknya. Dulu ... Perwita juga minta Aksa yang memesankan makanannya, Aksa seperti mengalami de ja vue.

Setelah makan Aksa memaksa mengantar pulang. Perwita mau diantar sampai ke lobby apartemen Gunawangsa MERR, tapi tak mau Aksa ikut naik.
"Berapa nomor HPmu?"
"Aku tak punya."
"Hah? Hari ini ada remaja putri gak pegang HP?"
Aksa menarik Perwita ke mobil, meluncur ke Plasa Marina, dibelikannya iPhone terbaru untuknya, mengajarinya menggunakannya. Setelah itu mengantarnya pulang.
*

"Wita, hari Sabtu ini bisa temani aku ke acara makan-makan?"
"Dimana? Acara apa?"
"Di rumah Dirgantara, mengenang seratus hari meninggalnya Perwita."
"Aku akan datang, tapi tidak bersamamu. Sampai ketemu di sana."
*

Mengenang seseorang yang meninggal, seharusnya suasananya duka, tapi keluarga Dirgantara menyambut tamu dengan senyum ceria, layaknya pesta ulang tahun atau apapun itu.
"Dirga, bukankah seharusnya suasana duka?"
"Kami sudah berkabung selama seratus hari. Kami perlu move on, acara ini sebagai tonggak itu."
*

Di tengah acara, Dirgantara mengumumkan, bahwa keluarga Baskoro dan Dirgantara sepakat menjodohkan anak-anak mereka, "karena Perwita sudah tiada, maka perjodohan digantikan Kumala dengan Aksa."
"Tidak bisa!" Aksa menolak, "saya hanya mencintai Perwita."
"Tapi Perwita sudah mati."
"Bagaimana kalau ia masih hidup?"
"Memangnya bisa orang mati hidup lagi?"
"Bisa!" Suara lembut berteriak lantang dari sudut ruangan, lalu sesosok gadis berkerudung maju ke depan. Sampai di hadapan Dirgantara ia membuka kerudungnya, "aku masih hidup, Papa!"
Dirgantara memegang dadanya yang tiba-tiba nyeri. Sukesih cepat tanggap menyuruh Basuki menyiapkan mobil dan mereka sekeluarga bergegas ke rumah sakit, mengabaikan semua tamu.
"Wita ... Wita ...." Dirgantara memanggil-manggil nama putri sulungnya.
Yang dipanggil sedang menangis di pelukan kakeknya, dikerumuni kenalan-kenalan yang belum yakin Perwita masih hidup.
*

Acara itu bubar dengan sendirinya, kakek Dirga mengajak Perwita menginap di rumahnya, Aksa tak berdaya, hanya bisa memandang kepergian gadis itu bersama kakeknya.
Perwita mengadukan tentang jus yang membuatnya ngefly sehingga tergelincir. Kakek Dirga mengepalkan tangannya dengan geram.
Sejak awal ia tahu Sukesih bukan perempuan baik, ia menyusup ke penikahan Dirgantara dan ibu Perwita, karena itu umur Basuki hanya selisih tiga bulan saja. Waktu ibu Perwita meninggal, ada kecurigaan, tapi tak bisa membuktikan.
"Tinggallah di sini bersama kakek," pintanya.
"Tidak, Kek, aku mau tinggal sendiri, supaya bebas bergerak membalaskan dendamku."
Kakek Dirga menghela napas panjang. Ia berharap masih diberi umur lebih untuk melihat kejayaan Perwita.

bersambung

Surabaya, 9 April 2020
- NWR -

PERWITA bangkit dari kematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang