Malam sebelumnya aku meminta Gavin untuk tidak menyentuhku atau bahkan memelukku saat kami tidur bersebelahan.Lucunya, pagi di hari kedua puluh, aku terbangun dalam kenyataan bahwa akulah yang memeluknya. Lihat, tanganku melingkar di perutnya, sedang kepalaku menempel di antara tengkuk dan bahunya.
Aku langsung terperanjat dan melepaskan pelukan itu. Menelan ludah karena merasa khawatir.
"Bukan aku yang memelukmu, kan?" suara Gavin pelan dengan sedikit tawa renyah di akhir kalimatnya.
Aku tidak berani melihat kearahnya. Aku ... malu sekali.
Kutarik nafas dalam dan memejamkan mata sekuat tenaga. Berusaha menstabilkan gemuruh di dada juga gelitik di perut. "Sudah lama bangun?" tanyaku akhirnya.
"Lumayan, sekitar setengah jam yang lalu."
"Kenapa tidak membangunkanku? Atau setidaknya menjauhkanku?" tanyaku sambil menggaruk belakang tengkuk yang tidak gatal.
"Aku sengaja. Supaya kamu lihat sendiri kalau kamulah yang memelukku bukan aku." Dia tertawa, "Lagipula ... aku ... menyukainya."
Kali ini kuberanikan diri untuk berpaling kearahnya. Dia menunduk sambil tersenyum. Aku merasa Salah tingkah sekaligus malu, jadilah kudorong Dia.
Gavin jatuh kelantai. Dia mengaduh kesakitan Dan mengeram marah padaku. Aku bersembunyi di balik bantal sambil menahan diri untuk tidak tertawa. Kemudian dia menggelitiki kakiku membuatku tertawa terbahak-bahak sampai merasa lemas. Hingga kemudian aku menyerah dan meminta maaf padanya.
***
Setelah dokter melakukan pemeriksaan akhir, dan memberikan persetujuan untuk membolehkanku pulang. Kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Gavin juga sudah menyelesaikan urusan administrasi rumah sakit.
"Kamu yang bayar biaya pengobatan dan perawatanku?" tanyaku saat kami memasukan barang-barang kedalam carrier masing-masing.
Gavin hanya mengangguk tanpa menoleh ke arahku. Dia masih sibuk berkemas.
"Berapa biayanya? Nanti, ya, ku ganti."
Gavin menghentikan gerakannya mengemasi barangnya. Dia menatapku, "Aku tidak memberimu pinjaman, jangan berpikir untuk menggantinya."
"Tapi---"
"Kumohon jangan menolak, atau aku akan semakin merasa bersalah," ucapnya sambil menatapku dengan tatapan tajam dan dalam.
Tuan dan Nyonya Backer datang tepat saat aku memasukkan barang terakhirku kedalam carrier.
Tuan dan Nyonya Backer memaksa untuk mengatakan kami sampai terminal, walaupun kami bilang mereka tidak perlu repot, karena kami bisa memesan taksi sampai ke terminal.
Tapi mereka tetap mengantar kami, mereka membawa ke Alun-alun kota Ljubljana. Prešeren Square. Sebelum ke Terminal. Nyonya Backer bilang, tidak afdol jika ke Ljubljana tanpa singgah ke Prešeren Square.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Month to Remember
Ficção GeralFee memutuskan resign dari tempat kerjanya dan menguras habis semua isi tabungannya untuk pergi travelling ke Benua Eropa. Ini bukan perjalan biasa, ini adalah pelarian. Pelarian dari konyolnya hidup yang dijalanani Fee selama ini. Fee berkenalan...