Aku terinfeksi. Ya, kalian pasti sudah tahu aku terinfeksi apa, karena banyak sekali berita itu di media. World Health Organization (WHO) menyebutnya pandemi beberapa hari lalu. Sejujurnya, aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan terjangkit penyakit itu. Tapi nyatanya, aku memang terjangkit. Sekarang aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Tidak seperti teman - temanku, aku tidak punya uang. Bahkan aku bekerja hingga larut malam demi mendapatkan uang. Aku juga tidak punya hari cuti karena sakit. Aku menggunakan hari cuti saat aku terjangkit penyakit DBD bulan lalu.
Sherry mengatakan aku harus memerlukan surat izin dokter untuk meminta izin. Seperti yang kalian ketahui, aku tidak mampu untuk pergi ke dokter. Tentu saja ini bukan tagihan uang serangan jantung yang mahal. Tetapi dengan uang 2 juta untuk sekali pemeriksaan, itu saja sudah menghabiskan gajiku selama sebulan. Mau makan apa aku nanti?.
Aku tahu, aku harus mengkarantina diri sendiri (Self Quarantine). Tapi, aku tidak punya tabungan. Membeli obat pereda flu saja aku tidak bisa. Lagipula, Aku tidak bisa membayar kontrakanku jika aku tidak keluar rumah dan bekerja. Aku takut ibu kos akan menagihku disaat akhir bulan.Aku memeriksa jam dinding rumah. 30 menit sebelum shiftku dimulai. Aku harus segera berangkat. Aku mandi, sarapan dan tidak lupa memakai masker.
Ketika aku naik bus, penyakit ini seperti keluar dari mulutku seperti kabut hijau tebal. Kabut beracun ini membawa virus kecil yang berbahaya. Seorang anak laki - laki menatapku. Predator mikroskopik berlari melintasi kulitnya, ke mata dan mulutnya. Segera, dia juga mulai tertutup kabut hijau. Ibunya memanggil dan dia memeluk ibunya. Aku membayangkan dia sakit dan sekarat. Aku membayangkan semua orang yang tertular dari dia. Dia tersenyum kepadaku. Tersenyumlah selagi kamu bisa. Tersenyumlah sebelum wabah menular.
Turun dari bus, aku melihat seorang pria menjilati saus tomat dari tanganya dan dia mulai tertutup kabut hijau. Seorang wanita yang baru saja olahraga meminum air dari keran minum publik dan mulai tertutup kabut hijau. Seorang pria tua yang sudah terinfeksi mencium anaknya dan memuntahkan kabut hijau kemulutnya.
Aku batuk. Beberapa orang mundur. Jika mereka bisa melihat apa yang aku lihat. Mereka akan menangis.
Ketika aku sampai di tempat kerja, Sherry berteriak kepadaku dan menyuruhku melepas masker. Dia mengatakan kepadaku kalau aku menakuti pelanggan. Aku memprotes tapi dia bersikeras.
"Cuci saja tanganmu." Dia berkata. "itu akan baik - baik saja."
Aku mencuci tangan, mengotori mereka lagi begitu mereka menyentuh nafas.
Pada saat aku bersiap - siap dan bekerja, wabah memenuhi ruangan seperti sauna bernoda. Aku berpikir untuk pergi. Aku berpikir untuk melarikan diri. Tetapi aku tidak melakukanya. Sebaliknya, aku tersenyum dan menyapa korban berikutnya.
"Selamat datang di McDonald's. Bolehkah aku menerima pesanan anda?".