Ditulis Oleh : EmilNero
Aisyah berjalan di sepanjang koridor sekolah sambil membawa beberapa lembar kertas untuk ditempel di mading. Jadi tadi saat ia dan Dela ke musholla, mereka diberi tugas oleh kak Ichal, si Ketua Rohis, untuk menempelkan beberapa lembaran dakwah untuk ditempel di mading.
Setelah Java pulang, Aisyah pun segera melaksanakan apa yang ditugaskan padanya. Tas sekolah berwarna pink bertengger cantik di punggungnya. Raut kekesalan dan penyesalan tampak di wajahnya karena ia tidak sempat menolong sahabatnya tadi.
"Kasihan Java, mukanya sampai lebam-lebam gitu tadi," batinnya.
Langkah Aisyah terhenti saat ia melihat Angkasa yang baru saja keluar dari ruang OSIS. Posisi mading memang tepat berada di depan ruangan OSIS. Buru-buru Aisyah memalingkan wajahnya dan mulai sibuk dengan kegiatannya menempel selebaran di mading.
"Butuh bantuan?"
Aisyah terkejut saat tiba-tiba sosok Angkasa sudah berdiri disampingnya sambil menawarkan bantuan.
"Nggak usah kak, aku bisa sendiri," jawab Aisyah dengan nada kesal.
"Lo marah sama gue gara-gara Java?"
Angkasa bisa melihat wajah Aisyah saat ini tidak seramah seperti sebelumnya saat mereka bertemu di musholla. Tebakannya adalah karena dia telah mengganggu Java, yang entah ada hubungan apa dengan gadis itu, karena Java dan Aisyah terlihat sangat dekat.
"Aku nggak marah, cuma menyayangkan saja tindakan kak Angkasa ke Java. Aku tadi nggak sengaja dengar pembicaraan kakak dan Java."
Angkasa hanya diam saja mendengar jawaban Aisyah. Dia tadi sebenarnya ingin ke ruangan OSIS karena ada pertemuan dengan anggota OSIS lain untuk membicarakan program kerja mereka. Namun saat melewati kelas X-C, tanpa sengaja ia melihat Java yang sedang sendirian di dalam kelas. Emosi tiba-tiba kembali menyelimuti perasaan Angkasa, apalagi saat mengingat bagaimana tragisnya kematian mamanya tercinta.
"Gue tadi emosi banget, Syah. Gue seperti belum bisa nerima kenyataan kalo nyokap udah nggak ada. Apalagi gue tahu banget apa yang jadi alasan nyokap sampai bunuh diri. Makanya tiap ngeliat Java, gue bawaannya pengen nonjok."
"Kak!"
Aisyah sebenarnya juga prihatin pada Angkasa. Tapi saat Angkasa menyebutkan kalau dia ingin memukul Java, seketika rasa prihatinnya memudar. Aisyah yang telah selesai menempelkan selebaran di mading, lalu mengunci kembali pintu kaca mading. Aisyah memutar badannya dan tepat menghadap ke Angkasa.
"Kakak nggak boleh kayak gitu. Disini posisinya, Kakak dan Java, kalian sama-sama nggak tahu apa-apa. Nggak adil dong, kalau kak Angkasa yang akhirnya tahu semua ini lebih dulu, terus melampiaskan emosi kakak pada Java. Ingat kak, jodoh, rejeki dan maut semua sudah ada yang mengatur. Manusia tinggal menjalani. Aisyah yakin dibalik pahit getir yang kakak alami sekarang, Insya Allah ada hikmahnya, hanya saja kak Angkasa belum menyadarinya saat ini."
Angkasa tertegun mendengar ucapan Aisyah. Selama ini belum pernah ada yang berbicara seperti itu padanya. Disaat semua orang hanya bisa memintanya untuk bersabar atas kehilangan mamanya, Aisyah hadir dengan cara pandangnya sendiri atas pelik yang ia hadapi saat ini. Gadis itu benar-benar memukau Angkasa dengan setiap kata yang diucapkannya. Hadirnya sanggup membuat gemuruh amarah di hati Angkasa meredam.
"Aisyah pulang dulu kak, Assalammualaikum."
Aisyah yang menatap Angkasa hanya diam bergeming, akhirnya berpamitan pulang. Sementara yang dipamiti akhirnya tersadar dari lamunannya.
"Eh ... Aisyah," panggil Angkasa.
"Iya, kak?"
Aisyah yang sudah berjalan melewati pria itu, akhirnya memutar balik kembali tubuhnya dan menatap Angkasa.
"Elo ... pulangnya ada yang jemput?"
"Nggak ada kak, kenapa?" tanya Aisyah dengan wajahnya yang bingung atas pertanyaan Angkasa.
"Gue anterin lo pulang," ujar Angkasa.
Aisyah terdiam mendengar tawaran Angkasa.
"Kok diem aja?"
"Eh ... emmm ... boleh, tapi kak Angkasa janji dulu sama Aisyah," ucap Aisyah.
"Janji apa?" Perasaan Angkasa tidak enak. Dia yang menawarkan bantuan untuk mengantarkan gadis itu pulang kerumahnya, tapi kenapa justru dia juga yang harus buat janji.
"Kak Angkasa nggak boleh ngebully Java lagi."
Angkasa mendengkus kesal dengan permintaan Aisyah. Ia bahkan sempat membuang mukanya ke samping.
"Ya sudah kalau nggak mau janji, Aisyah pulang sen--" ucapan Aisyah terpotong karena Angkasa yang tiba-tiba menyela.
"Iya gue janji. Ya udah, ayo pulang."
Aisyah tersenyum melihat sikap Angkasa. Entah mengapa ada sesuatu yang aneh dirasakan oleh gadis itu. Seperti sebuah perasaan yang hendak melambung ke angkasa, karena telah berhasil membuat cowok cool itu berjanji satu hal kepadanya. Aisyah kemudian berjalan dibelakang mengikuti Angkasa hingga ke halaman parkiran.
Siang itu Angkasa mulai merasa ada yang aneh dalam hatinya. Apalagi saat Aisyah duduk di jok belakang motornya. Tanpa disadari Angkasa senyum-senyum sendiri saat melihat wajah imut dan cantik Aisyah dari spion motornya.
Cerita ini juga di publish di akun WP EmilNero
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa Milik Aisyah [ Proses Penerbitan ]
Roman d'amour[Naskah Sedang Direvisi Untuk Proses Penerbitan] "Ternyata memaafkan dan mengikhlaskan sesuatu tidak sesulit yang aku pikirkan." - Angkasa Putra Sandjaya "Aku tidak tahu bagaimana dengan dirinya, tapi yang kutahu cintaku padanya seluas angkasa." - A...