Malam itu,...
Saat hujan turun dan mengguyur kota untuk kesekian kalinya, aku menatap keluar jendela. Gelap,... lampu-lampu taman sudah tidak menyala lagi. Mungkin mama lupa membayar tagihan listrik, pikirku.Krieettt...
Mama masuk kedalam kamarku, ia tersenyum.
"Helen, maafkan mama..." senyuman itu memudar lalu menghilang ditelan gelap.
"Mama?" Aku terheran dan menatap mama bingung.Brakk!!
Mama menutup pintu kamarku dan menguncinya.
"Mama??! Mama!!" Aku berteriak dan berlari ke pintu, berusaha untuk membukanya.Dorr..!!
Suara tembakan terdengar dari luar kamar, aku tau asalnya, dapur. Aku langsung berlari ke tempat tidurku dan menutup tubuhku dengan selimut pink kesayanganku itu. Aku menatap ke arah jendela kamar dari sela-sela selimutku. Mata ini melihat apa yang tak seharusnya kulihat. Aku melihat papa dan... pistol di tangannya.
Ketika papa sudah pergi dari rumah melalui pintu depan sambil membawa pistol itu, aku langsung melompat keluar melalui jendela kamarku dan berlari menuju pimtu depan yang tidak tertutup. Aku langsung menuju dapur. Lagi-lagi gelap yang menyambutku. Aku berjalan perlahan, mencoba mencari sakelar lampu sampai sebuah genangan menyentuh kakiku.
"Hangat?" Aku melewatinya dengan perasaan tak karuan. Berbagai scene mengerikan bermain di kepalaku. Aku berhasil mendapatkannya, sakelar lampu, setelah tersandun meja makan. Aku menekannya, dan cahaya menyeruak memenuhi ruangan. Saat aku berbalik, mataku membelalak melihat mama berlumuran darah dengan lubang di dahinya. Aku terkejut, lebih tepatnya shock. Aku berlari menghampiri mama walaupun rasa sakit akibat tersandung meja makan membuat kakiku terasa sangat sakit sekarang dan berhasil menghambat langkahku.
"Mama, ma..? Mama??!" Kataku di sela sesenggukanku.
"Ma, bangun.. ma.. bangun maaa!! Helen takut, ma.."Hah!
Aku terbangun dari tidurku. Lagi-lagi aku bermimpi itu. Sudah bertahun-tahun sejak kejadian itu. Aku mengambil obat penenangku yang ada di laci meja rias berwarna cokelat muda di samping tempat tidurku, dan meminumnya. Sekarang umurku sudah 22 tahun dan tinggal di sebuah apartemen di dekat bandara internasional Changi, Singapura.
Ting..
Aku mengambil pomselku yang ada di atas tempat tidur, layar hitamnya menampilkan gambar tokoh dari seri anime favoriteku saat ku tekan tombol powernya. Dan yang menyambutku adalah sebuah kotak pesan berisi " woi, angkat teleponnya!! Ini udah jam 09.00!!" Dari manajerku, Bella.
Gadis berambut merah selengan dan memiliki mata sebiru langit itu mungkin bisa dikategorikan sebagai kandidat wanita termanis di Singapura, tapi ketahuilah, mungkin selama ini, wanita disebut makhluk bermulut lima. Tapi berbeda dengan Bella, dia lebih tepat dikatakan bermulut sepuluh. Lihat saja, baru lima menit aku terlambat, aku sudah seperti diteror saja.
"Huft.."
Aku langsung mengambil handuk sambil sedikit berlari, takut-takut Bella akan memencet bel apartemenku sambil membawa pisau dapur di tangannya dan menikamku jika aku lebih terlambat dari ini.
Okeee!! W capek uy, ntar tak lanjut lg, ok? Ok!