Chapter 7 Bagian 3 "Der tweelingen"

530 65 6
                                    

POV Lodewijk

Verenigde Staten van Indonesië, rumah ku. Sudah dua tahun aku belum berkunjung sejak kematian ibu dan ayah. Aku kira aku bisa berkunjung dengan damai tapi kenyataannya berbanding terbalik akibat ulah Perdana Mentri Willem van Huizen sialan itu yang selalu memberikan pernyataan kontroversial dan memenangi pemilu dengan cara curang.

Ilhan, Chandra, het spijt me (maafkan aku). Aku terlalu egois dan mementingkan diri ku sendiri hingga kalian harus merenggut nyawa. Kau benar Ilhan, seharusnya aku yang menghadapi Ludwig tapi aku terlalu menyayangi nya hingga aku lupa bahwa ia berada di sisi yang lainnya, menyebabkan kalian berdua berada dalam bahaya hingga akhirnya menjadi seperti ini. Aku akan melanjutkan perjuangan kalian, aku janji. Bismillaah, aku harus mencoba menemui Ludwig dan bertanya padanya perihal mengenai kematian mereka berdua.

Aku berpaling dari makam Ilhan setelah mendoakannya lalu pergi melaksanakan salat Jumat, memberitahu kedatangan ku dengan SMS melalui nomor hp Ludwig yang entah masih aktif atau tidak kemudian bergegas menuju rumahnya, menunggu kepulangannya di depan rumahnya sambil membawa makanan yang aku belikan untuknya.

Satu setengah jam aku menunggu kepulangannya di depan rumahnya, duduk di sisi jalan dengan sepeda ku layaknya orang edan hingga akhirnya aku melihat sebuah Mobil Mercedes Benz S Class Cabriollet berjalan mendekati depan rumahnya. Aku melihat sekilas siluet Ludwig dibalik jendelanya. Aku memberikan senyuman ku padanya walau aku tahu dia pasti berpikir, ah jangan si idiot ini lagi.

Ia membuka jendela pintu mobilnya lalu berteriak kepada ku. "Geh mir aus dem weg, dummkopf! (Minggir dari jalan ku bodoh!)" Aku tertawa mendengar ia yang berteriak seperti itu.

"Bist du verrückt?! (Apa kau gila?!)" Ujarnya berteriak, aku berjalan menghampirinya sambil masih cekikikan sedangkan ia melihat ku keheranan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Hhh broeder, hoe gaat het? Lang niet meer gezien, nietwaar? (Kak, apa kabar? Lama nggak ketemu ya?)"

"Was willst du Lodewijk? (Kau mau apa Lodewijk?)"

"Ik heb voedsel voor je gekocht, ik wil dit meegeven. Het is vrijdag. (aku mau ngasih makanan ini yang aku beli tadi, ini hari Jumat.)" Kata ku sembari memberikan makanan itu padanya. Ah, aku senang dia berteriak seperti itu ketika melihat ku.

"Hmm, sonst nocht etwas? (Ada lagi?)"

"Mengenai Chandra sama Ilhan, aku yakin kamu tau dua nama itu kan?"

"Ya, mereka kuasa hukum terdakwa yang namanya Karim sebelum mereka berdua mati, kenapa?"

"Aku nggak mau nuduh cuman berhubung kamu kerja jadi penuntut umum yang berarti kamu ngewakilin negara jadi pembelanya dikasus ini aku mau nanya, apa kamu tau petunjuk yang berhubungan sama kematian mereka atau sejenisnya? Aku penasaran mau nyoba nyari tau kenapa mereka bisa mati kayak gitu soalnya mereka berdua temen ku."

"Aku gak tau, aku kan cuman penuntut umum. Iya aku kerja buat negara tapi mengenai yang kayak gitu-gituan itu diluar kapasitas profesional ku, paham?"

"Yaudah makasih jawabannya." Ia menengok ke tempat aku memarkir sepeda ku lalu bertanya.

"Masih pake sepeda aja kemana-mana, uang mu kamu pake apa aja sampe gak bisa beli mobil? Ngutang ke bank sampe bangkrut?"

"Ahahahahah! Kamu tau aku Ludwig, aku kan versi Belanda nya kamu. Di Belanda sana sepeda lebih banyak dipake daripada mobil, lagian beli mobil kayak gini bagi ku buang duit rasanya."

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang