Chapter 7 The Second Movement; Of Birthday, and Most Importantly, You

212 11 10
                                    

"You don't love because, you love despite; not for the virtues, but despite the faults."

THE SOUND AND THE FURY

William Faulkner

Shanghai, October 19th 1848

Udara sore sudah terasa dingin di kulit Jingyu, namun ia tidak mengeluh apa pun. Ia melangkah lebar-lebar mengikuti Lihao yang sudah beberapa meter di depannya. Inginnya fokus saja pada jalanan, tapi matanya tetap melirik kesana kemari, memperhatikan rumah-rumah yang berjejer di kiri-kanannya. Ini menarik, hampir seumur hidupnya Jingyu habiskan di jalanan, namun ia tidak pernah memperhatikan detail tempat tinggalnya. Biasanya, ia akan diusir jika berhenti terlalu lama di depan kedai, anak-anak seumurannya berlari menjauh memanggil ibu mereka jika Jingyu mendekat. Dulu Jingyu akan mencari gang gelap untuk makan agar tidak ada yang merebut makanannya. Saat tiba waktunya bekerja, ia akan menghabiskan selama lebih dari 16 jam berada di pelabuhan, kemudian meringkuk di tempat para pekerja berisitirahat.

Di masa lalu, Jingyu menghabiskan waktu hanya untuk memikirkan apa yang akan ia makan hari ini. Ia tidak pernah memikirkan apa yang ingin yang ia lakukan besok, bulan depan, atau tahun depan. Ia hanya berharap makanan yang ia dapat bisa membuatnya kenyang dan tetap memiliki stamina untuk bekerja selama seharian.

Namun sejak Zhouzhou datang dalam kehidupannya, Jingyu tidak perlu lagi berpikir apa yang harus ia lakukan agar bisa mendapat makanan, karena Zhouzhou akan selalu menyiapkan makanan terbaik untuk Jingyu. Untungnya, sejak kejadian mengerikan beberapa bulan lalu, Zhouzhou menyerah untuk memasak sendiri dan Lihao kembali mengambil alih tugas itu. Masakan Lihao sangat enak, Zhouzhou juga mengatakan hal yang sama. Nanti, jika Jingyu sudah benar-benar bisa memasak, ia juga akan menyajikan hidangan terenak untuk Zhouzhou, Jingyu berjanji.

Lamunannya terhenti saat Lihao menyeret tangannya masuk ke sebuah toko roti. Yang dilakukan Lihao memang tidak kasar, tapi cukup untuk mengagetkan Jingyu dan membuatnya hampir tersandung.

"Jangan melamun di jalan. Kalau terjadi sesuatu padamu, aku yang akan dimarahi Tuan Muda." Lihao seperti tengah menasehati anaknya yang tidak menurut.

"Maafkan saya," ucap Jingyu pelan. "Di mana kita? Apa yang akan kita lakukan?" tanyanya saat ia menyadari di mana ia berada. Aroma roti yang baru dipanggang memenuhi ruangan, membuat perut Jingyu mengerang minta jatah, padahal ia baru saja makan beberapa jam lalu.

"Kita akan mengambil kue," jelas Lihao. Ia kemudian beralih pada seorang gadis yang berada di counter bar. "Nona Likun!" panggilnya seraya mendekat.

Gadis berambut pendek itu menoleh pada Lihao sebelum mendekati mereka. "Selamat datang, Hao-ge." Sapanya ramah, namun senyum itu lenyap saat matanya beralih pada Jingyu. Ia sedikit terbelalak dan segera menoleh kembali pada Lihao.

"Dia Huang Jingyu, sekarang bekerja di rumah. Tuan Muda yang membawanya."

Jawaban itu justru membuat mata lentik Likun semakin membola. "Xu Weizhou bodoh itu yang membawanya?? Apa yang dia pikirkan?!"

"Maaf, Nona... tapi Tuan Muda Xu tidak bodoh." Jawab Jingyu cepat, tidak terima dengan perkataan nona cantik di depannya itu.

"Oh, kau tidak tahu saja. Dia bodoh, karena itulah dia membawamu pulang." Ia menghela napas lelah kemudian berjalan kembali ke counter bar sambil bergumam, "anak yang malang."

VEINS CONCERTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang