Selamat membaca
...
"ini bunga nya." Bima menyerahkan dua buket bunga pada Alma. Sebelum ke pemakaman Alma meminta Bima untuk mampir ke toko bunga dan mengambil pesanan bunganya.
Dua buket mawar merah sudah ada ditangannya Alma mencium aroma kedua bunga itu lalu tersenyum. Bima yang melihat itu ikut mengembangkan senyumnya.
"Cantik." Tanpa sadar kalimat itu keluar dari mulut Bima.
Alma mendongak dan menatap Bima. "Aku atau bunga nya?" Tanya Alma.
"Dua-duanya, tapi kamu lebih."
Alma tersenyum mendengar itu lalu meletakkan buket bunga nya ke jok belakang. "Dari lahir aku emang cantik kok, kalo nggak percaya ntar temenin kerumah lama ya."
Bima terkekeh pelan lalu mengacak rambut Alma pelan. "Gitu ya cara mintanya?"
Alma mengangguk dengan wajah memelas nya. "Iya, mau kan?"
"Tanpa diminta aku akan selalu nganterin kamu, ada di samping kamu, jaga kamu."
Alma terdiam sebentar lalu tertawa pelan mencoba menutupi rasa sedih yang tiba-tiba muncul karena perkataan Bima. Bagaimana mungkin semuanya bisa sesuai keinginan Bima jika sesudah sore nanti mereka tidak akan bersama lagi.
"Kamu ngomong apa sih Bim." Ujar Alma seraya terkekeh pelan. Bima menatap nya datar dia tahu jika Alma sedang berpura-pura baik-baik saja.
"Aku serius." Tegas Bima.
"Udah ih, ntar kesiangan." Setelah mengatakan itu Alma memalingkan wajahnya menatap jendela.
Bima membiarkan Alma menenangkan perasaan nya, belum saatnya mengatakan yang sebenarnya.
...
Kini di sisi samping kanan dan kiri Bima dan Alma ada dua buah gundukan tanah. Alma menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengucapkan salam pada keduanya.
Tangan kanan Bima memegang pundak Alma, memberikan kekuatan pada gadis itu. Setelah menaburkan bunga dan meletakkan dua buket bunga tadi mereka berdua lalu berdoa.
Alma terdiam cukup lama sampai akhirnya dia mulai bersuara dan mengungkapkan semua perasaannya.
"Mah, papah romantis ya?" Tanya Alma sembari menyentuh nisan bertuliskan nama mamanya, Zevanya Senja Wiguna.
"Papah siapin tempat di samping Mamah sehari setelah Mamah meninggal."
"Papah pasti sekarang lagi bingung kenapa aku bisa tau, iya kan Pah?" Kali ini pandangan nya beralih ke nisan di sebelahnya.
"Waktu papah ninggal, temen Papah dateng ngelayat terus bilang kalo Papah udah siapin kuburan Papah sendiri. Awalnya aku bingung kenapa? Tapi setelah Gio cerita semuanya, aku tau kenapa Papah siapin ini semua, Papah mau ada selalu di samping Mamah. Papah keren." Alma tertawa walau tetap saja air matanya ikut turun membasahi pipinya.
"Hai Om, hai Tante." Kata Bima. "Kenalin saya Bima, temennya Alma."
"Saya sebenarnya nggak ingin memperkenalkan diri sebagai temannya Alma, tapi sebagai pasangan nya." Alma yang tadinya membiarkan Bima berbicara kini berbalik dan menatap Bima penuh tanya.
"Saya tau kalian bingung, bahkan gadis di depan saya pun sekarang tengah menatap saya dengan penuh tanya."
"Saya mencintai Alma Om, Tante. Itu faktanya." Ujar Bima seraya menatap mata Alma lekat.
Alma membisu, matanya kembali mengeluarkan air, bagaimana sekarang dirinya harus merespon semua ini.
Bima meraih tangan Alma lalu menggenggam nya. "Saya nggak pernah tau Ma perasaan kamu ke saya gimana, tapi yang saya tau perasaan saya untuk gadis yang tangannya hari itu saya genggam dan saya janjikan untuk selalu ada bersamanya masih tetap sama."
Alma semakin membulatkan matanya, jadi sekarang Bima tau kalo dirinya salah orang tiga tahun lalu?
"Iya saya tau kalo sebenernya yang selama ini saya cari itu kamu bukan Alina. Saya salah, saya tau. Saya minta maaf Ma, saya bener-bener udah buang waktu saya untuk mencintai orang yang salah."
"Saya nggak tau gimana perasaan kamu. Yang saya tau saya cuma mau kamu." Alma ikut menggenggam erat tangan Bima.
"Om, Tante saya minta ijin untuk jaga Alma. Kalo kalian masih ada saya akan berjuang minta restu kalian seandainya kalian belum merestui saya. Tapi kalian udh nggak ada, yang bisa saya lakukan hanya membuktikan ucapan saya."
"Sekarang saya butuh ijin kamu Al buat buktiin ke mereka kalo saya bisa jaga kamu. Jadi? Kamu ijinin saya?"
Alma menggeleng pelan sambil terus menangis. Bima lalu memegang pundak Alma dan membuatnya menatap Bima.
"Jangan jadikan alasan kamu pergi ke luar negeri untuk permintaan saya ini."
"Kita bisa LDR? Atau saya bisa ikut kamu, apapun."
Alma menurunkan tangan Bima lalu menghapus air mata yang entah sejak kapan ada dimata Bima. "Bim, saya nggak mau buat kamu kecewa untuk kedua kalinya nanti, alasan saya nggak pernah ngasih tau kamu soal kejadian tiga tahun lalu ya karena saya nggak mau kamu sedih."
"Saya nggak bisa, maaf." Setelah mengatakan itu Alma langsung berdiri dan lari menjauh dari Bima. Sedangkan Bima masih terpaku di tempatnya mencerna semua kata-kata Alma.
Kadang saling mencintai saja tak cukup untuk bisa bersama. Hidup dan takdir memang begitu membingungkan.
...
Terimakasih sudah membaca
Salam sayang,
Pacar Cha Eun Woo
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Senja
Novela Juvenil"Gue nutupin perasaan yang ada karena gue takut gue bakal ditolak."-Alma zevanya "Gue selama ini mencintai orang yang salah karena dia nggak pernah bicara soal perasaannya." -Bima Ragatta Published 15 Juli 2019 Story by Anggita Dwi Ristanti