"Kegagalan bukan untum diratapi, melainkan harus diperjuangkan untuk bisa bangkit kembali."
April tidak percaya diri ketika melihat nilainya empat semester yang lalu. Ia murung, lalu berubah menjadi pendiam. Target SNMPTN nya akan sulit terwujud meskipun tidak ada yang tidak mungkin. Selama satu semester yaitu semester 5, ia berusaha sangat keras melawan ego dan nafsunya sendiri untuk bisa mengejar ketertinggalan nilai dari para pemimpin di kelasnya. Ia menjadikan Eka yang merupakan temannya yang selalu masuk tiga besar rangking kelas untuk dijadikan acuan belajarnya.
Ia selalu memperhatikan bagaimana Eka belajar, benar saja, menurut teman dekatnya Eka selalu belajar meskipun pada hari libur. April cukup terkejut ketika mendengar perkataan temannya tersebut. Tidak hanya di situ, ketika kelas tidak ada guru dan diberi tugas kebanyakan murid malah asyik tidur atau bermain game online. Tetapi tidak dengan Eka, ia malah terbenam dalam tugas yang diberikan oleh guru. April tidak ingin kalah, ia tidak mau kalah pada rasa malas dirinya sendiri.
Berbulan-bulan April mengikuti cara belajar Eka. Ia cukup kewalahan karena harus mengikuti les tambahan di salah satu bimbel. Ia paling cepat sampai rumah biasanya jam 08.30 malam. Lalu, sesampainya di rumah ia tidak langsung istirahat, ia lanjut dengan mengerjakan tugas yang diberikan, hingga larut malam. Begitu terus berulang-ulang tiap hari.
Ia merasakan hal positif ketika ia fokus pada target dan contoh yang baik di kelasnya. Ia merasa lebih semangat dan rasa malas yang dulu sering hinggap, kini berganti menjadi rasa lelah. Tetapi ia tidak pernah ingin kalah dengan rasa lelahnya itu.
Tiba saat penyerahan hasil rapor semester 5, April tampak semangat menunggu hasil. Karena ia pun juga tidak sabar untuk bisa mengikuti SNMPTN untuk masuk di salah satu universitas terbaik di Bandung, tepatnya di Sumedang untuk program studi S1. Ketika itu kelas tampak ramai, gelas akua disusun apik vertikal. Orang tua murid satu demi satu mulai mengisi tempat duduk. Orang tua April datang cukup telat, ia mulai cemas.
"April, kamu udah ngambil rapornya?" seseorang mengejutkan April dari belakang.
"Ehh, belum Mah." Jawab April lalu mencium tangan orang tuanya.
"Yaudah kalo gitu Mamah masuk dulu."
"Iya Mah."
***
Hampir satu jam April menunggu di kelas. Sekolah mulai sepi, karena satu per satu murid yang sudah mengambil rapor ikut pulang bersama orang tuanya. April yang masih berdiri menghadap ke arah lapangan lagi-lagi dikejutkan oleh Mamahnya.
"Mamah ini kenapa ngagetin mulu." Sambil mengelus dadanya.
"Eh maaf Nak, kamunya juga kenapa jadi kagetan gini?"
"Aku takut Mah."
"Kamu takut kenapa?"
"Nilaiku turun lagi?"
Kata "lagi" itu merupakan kata yang cukup menyakitkan baginya, karena semester 3 dulu nilainya sempat naik meskipun tidak juga masuk 10 besar rangking di kelas. Tetapi, ia dihadapkan pada kenyataan bahwa nilai semester selanjutnya stagnan, itu salah satu alasan mengapa ia sangat bekerja keras pada semester 5 ini.
"Loh, nilai kamu bagus Ril. Cuma Bahasa Inggris saja yang kurang."
"Hah serius Mah? Berapa nilai aku? Coba liat Mah." April semringah.
Setelah melihat isi rapor, April cukup kecewa. Kenaikan nilainya tidak cukup signifikan untuk mendongkrak nilainya di semester sebelumnya.
"Aku peringkat berapa Mah?"
"Peringkat 17."
April tiba-tiba membuang muka dari Mamahnya. Air matanya tidak dapat ia bendung lagi ketika tahu peringkat 17. Ia kecewa pada dirinya sendiri. Ia merasa tidak berguna. Ia merasa perjuangannya sia-sia. Ia mengecewakan orang tuanya.
YOU ARE READING
Bukan Gagal SNMPTN (CERPEN)
General FictionKegagalan memang kerap mengecewakan dan membuat tidak percaya diri. Tetapi, terkadang kegagalan memberikan pelajaran yang berarti untuk tetap berdiri dan berjuang. Tidak selalu yang diinginkan akan tercapai dengan mudah, perlu perjuangan lebih keras...