Hufffttttt.
Alea menghembuskan nafasnya panjang.
Bibir pucatnya bergumam sebelum gadis berkepala dua itu melangkahkan kaki nya masuk ke dalam kedai kopi.
Mendudukkan diri di kursi dan menaruh beberapa berkas dan buku yang ada di pangkuan Nya ke meja di hadapannya.
Alea mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi seseorang yang sedang ia tunggu.
Tak lama seseorang menarik kursi membuat Alea menengadahkan kepalanya.
"Maaf lama teh." ujar seseorang itu lalu duduk di hadapan Alea.
"Gapapa Chan. Maaf ganggu kamu." Alea dengan segala ke tidak enak-kan nya mengganggu kesibukan orang di hadapannya sekarang hanya bisa meminta maaf.
"Santai teh. Gue lagi free kok." Jawabnya lalu memanggil salah satu pegawai dan memesankan minuman untuk dirinya dan juga Alea.
"Chan. Gue mo ngomong sama lo." Ada keraguan di setiap kalimat yang Alea ucapkan.
Haechan. Pemuda di depannya malah terkikik geli. "Teteh kenapa si. Santai aja kali."
Alea mendengus lalu mengeluarkan sebuah benda pipih ke hadapan Haechan.
Haechan mengernyit.
"Termometer?"
Jika pemuda di hadapannya ini adalah orang lain, sudah dipastikan buku tebal yang ada di hadapannya mendarat di kepala Haechan saat ini juga.
"Lo tu ngerti ga si." Alea menahan emosi.
Haechan kicep dibuatnya. Alea mendekatkan wajahnya pada Haechan.
"Gue hamil Chan!" Ucap Alea penuh penekanan.
Menahan diri agar suara nya tidak terdengar orang lain.
Setelahnya Alea menjauhkan diri dari Haechan dan menekuk wajahnya dalam.
"April mop ini mah." Haechan membanting halus benda yang sempat ia angkat tadi.
"Hahaha uda ah teh ga lucu lo. Ngajak ketemu cuma mau becandain gue doang." Haechan tidak mau ambil pusing dan akan segera melangkahkan kakinya meninggal kan Alea.
Meskipun pesanan nya belum datang. Haechan tak peduli.
"Hei Chan. Lo bisa ga si di ajak serius." Alea menarik ujung jaket yang Haechan kenakan.
Haechan sedikit menepis tangan Alea dari jaket nya.
Entah apa yang di rasakan Haechan saat ini. Tak ada yang tau.
Yang pasti Alea terlihat kecewa dengan sikap Haechan. Apa-apaan suami nya ini.
"CHAN!" Haechan kembali duduk menekuk wajahnya.
"Kenapa teh? Gue belum siap untuk sekarang." Haechan mengusap wajahnya kasar.
Bukan kecewa lagi yang Alea rasakan. Tapi sebagian hatinya remuk mendengar penuturan Haechan.
Alea ingin menangis. Jika boleh.
"Terus mau lo apa Chan?" Dengan sekuat tenaga Alea menahan tangisnya.
Meremat sebagian ujung kemeja yang ia pakai adalah pilihannya.
Haechan terlihat pusing. Gurat lelah di wajahnya masih terlihat nyata. Belum lagi kenyataan yang baru saja ia ketahui.
"Bunuh aja. Gue ga peduli!"
Alea menggebrak meja seketika.
"Brengsek. Ini darah daging lo Kalo lo lupa!"
"Tapi Gue belum siap teh. Tolong ngertiin gue."
"Hah? Ngertiin lo bilang? Siapa yang harus di ngertiin disini? Gue apa lo?"
"Gue uda bilang tunda dulu sebelum gue sarjana dan dapet kerjaan yang layak buat ngidupin lo sama anak gue nanti." Haechan tetap ngotot.
Alea berdecak. "Lo nyalahin gue? Lo yang minta malem itu. Jangan lupa!" Alea ngos ngosan dibuatnya. Menahan amarah, tangis dan juga kesal.
Dan akhirnya. Dengan perlahan mata Alea di banjiri air mata. Dia beringsut duduk kembali di kursi.
"Gue pikir lo bakal berubah. Haha nyesel gue nyerahin mahkota gue karena terlalu percaya sama lo. Dan sekarang, lo bener-bener gamau kehadirannya di dunia ini Chan." Alea masih menangis. Sedikit mengelus perutnya yang masih rata.
Tidak peduli dengan tatapan orang di sekitarnya.
Alea tahu ini semua akan terjadi sesuai dugaan nya.
Alea hanya ingin Haechan tahu saja. Tapi ternyata semua dugaan nya benar.
Alea bodoh. Tentu saja. Sekarang apa yang harus Alea lakukan. Haechan telah menolaknya. Bukan sebagai istri. Tapi Haechan menolak akan kebenaran jika dirinya akan menjadi Ayah.
Melihat Haechan hanya diam membuatnya makin muak berlama-lama di tempat ini. Belum lagi aroma kopi yang tajam entah sejak kapan membuatnya tidak nyaman.
Alea membereskan semua buku yang ia bawa tadi. Tak ada gunanya berlama-lama disini.
"Gue balik duluan!" Alea memutuskan untuk pamit dan meninggalkan kedai kopi favorit nya dulu. Sebelum hari ini tentu saja.
Haechan memandangi punggung ringkih yang baru saja meninggalkan kedai.
Tangannya kembali mengambil benda yang sempat ia sebut 'termometer' itu.
"Apa yang harus gue lakuin?" Gumamnya.
Sedetik kemudian dia tersenyum.
"Manjur juga junior gue."
🌞🌞🌞
Halohaaaa. Tes ombak aja dulu. Kalo suka dan minta lanjut vomment nya jan lupa ya.Thsi is 2nd work gue yg bawa2 oknum bernama Lee Haechan. Semoga suka ya huhuhu.
5 vote aku lanjut mumpung masi stay di rumah hehe
Bayi mo punya bayi huwaaa kebayang da tuh repotnya :) happy reading gaes 🥰