Epilog
Sebuah Kejutan
Tak terasa sudah lebih dari seminggu kami libur, dan hari ini sekolah sudah kembali dibuka tetapi pihak sekolah meminta seluruh muridnya untuk tetap waspada. Aku tidak heran jika pihak sekolah meminta para muridnya untuk waspada karena mulai dari teror chimera, penculikan massal yang dilakukan oleh Fera, dan perampokan serta pembunuhan yang dilakukan oleh Zaka dan Meli membuat semua orang merasa takut. Ferocity terkenal sebagai kota yang penuh dengan kasus kriminalitas yang cukup tinggi, kami yang memiliki kekuatan lebih harus memikul tanggung jawab yang besar untuk melindungi mereka yang lemah meski harus menebar ketakutan di hati semua orang.
Kami semua pergi ke sekolah bersama-sama sementara urusan rumah aku serahkan kepada Teo, Zaka dan Meli, wajah Rika terlihat sangat lesu karena ia akan kembali ke tempat yang sangat ia benci.
“Rika, kau baik-baik saja?” tanya Lia.
“Apa kau sedang sakit?” tanya Fani.
“Aku baik-baik saja, kenapa kita harus kembali ke tempat membosankan itu?” keluh Rika.
“Sudahlah, jangan mengeluh. Bersikaplah layaknya orang normal karena sangat penting bagi kita semua agar tetap aman,” jawabku.
“Sudah kuduga kau akan bicara seperti itu,” keluh Rika.
“Ngomong-ngomong jangan coba-coba untuk membuat kerusuhan di sekolah hanya karena kau benci tempat itu,” ucapku.
“Cih, kau bisa membaca pikiran ya?” keluh Rika.
“Haha, sikapmu benar-benar tidak berubah ya,” ejek Lia.
“Sikap Rika yang seperti itu akan terus tertanam dalam dirinya sampai kapan pun,” ucap Fani
Karena Rika merasa sangat malas dan bosan untuk pergi ke sekolah maka ada kemungkinan ia akan membuat kerusuhan untuk melampiaskan rasa bosannya. Gadis ini tak akan segan-segan melakukan hal gila untuk meluapkan isi hatinya, terkadang aku bingung bagaimana cara mengubah sifat gadis temperamen ini.
Setibanya di gerbang sekolah, beberapa muridnya menyapa Lia dan Rika dengan senyuman, aku tak akan menyangkal bahwa dua gadis tersebut adalah gadis paling populer di sekolah.
“Selamat pagi Lia, lama tidak melihatmu tapi wajah cantikmu sama sekali tidak berubah ya,” puji seorang siswa laki-laki.
“Terima kasih banyak,” jawab Lia.
“Rika, wajahmu semakin manis saja. Aku harap dadamu juga mengalami perubahan seperti yang terjadi pada wajahmu,” puji seorang siswa laki-laki.
“Hei monyet, pagi-pagi sudah cari gara-gara, kau mau aku menusuk kepalamu dengan paku hah ...?” teriak Rika.
“Sabar Rika, tenangkan dirimu,” pinta Fani.
“Hei Fani, mau makan siang bersama nanti ketika istirahat?” ajak seorang siswa perempuan.
“Baiklah aku terima ajakanmu,” balas Fani.
“Terima kasih Fani,” ucap seorang siswa perempuan.
“Jeamiy kau keren sekali, berkencanlah denganku,” pinta seorang siswa perempuan.
“Haha terima kasih, mungkin lain kali,” jawabku.
“Cih, dasar gadis aneh,” geram Lia.
“Sudahlah Lia, aku tak menganggap mereka serius,” ucapku.
“Ya terserah kau saja, yang jelas jika kau melakukannya maka aku tak akan segan mengubah beberapa bagian tubuhmu menjadi abu,” ujar Lia.
“Menyeramkan,” ujar Fani.
Pagi hari yang cukup ramai dengan dihiasi oleh teriakan Rika yang terus saja marah-marah karena merasa dilecehkan oleh beberapa siswa di gerbang sekolah. Beberapa siswa terlihat waspada dengan wajah ketakutan, mereka terus melihat sekitar seolah waspada jika diikuti oleh seseorang. Aku tak akan menyalahkan mereka jika bersikap seperti itu karena memang beberapa hari terakhir ini banyak kasus-kasus yang membuat bulu kuduk berdiri.
Bel sekolah sudah berbunyi, saatnya kami semua masuk ke kelas untuk memulai pelajaran. Suasana cukup hening dan hanya ada beberapa siswa yang berbincang, hari-hari seperti ini selalu aku lalui meski terasa sangat membosankan. Tapi meski begitu, mau tidak mau kami harus tetap menjalankannya karena akan merepotkan jika ada polisi yang menaruh kecurigaan pada kami.
“Baik anak-anak harap tenang, ada kabar baik hari ini karena kita akan kedatangan dua murid baru,” ucap pak Hasan.
“Murid baru? Siapa mereka?” tanya seorang siswa.
“Sebentar lagi mereka akan datang, saya yakin kalian pasti akan menyukai mereka,” ucap pak Hasan.
“Menurutmu siapa murid baru itu, Rika?” tanya Fani.
“Entah, palingan hanya seekor babi atau anjing seperti murid-murid di sini,” jawab Rika.
“Seperti biasa, mulutmu sangat tajam ya,” ucap Fani.
Awal masuk sekolah dan ternyata ada dua murid baru, aku tidak terlalu peduli siapa murid baru itu karena memang itu hal yang tidak penting bagiku. Kudengar suara pintu kelas terbuka dan suara langkah kaki masuk ke dalam kelas, tapi aku tak melihatnya dan hanya duduk diam sembari menyangga kepalaku dengan tangan kanan dan menundukkan kepala.
“Baik anak-anak, merekalah murid-murid baru yang akan bergabung di kelas ini,” ucap pak Hasan.
“Hei lihat, gadis baru itu cantik sekali,” puji seorang siswa.
“Benar, dia sangat manis. Laki-laki di sampingnya juga sangat keren,” puji seorang siswa.
“Yang benar saja,” ujar Lia.
“Ini serius?” gumam Fani.
“Wah wah wah, ini semakin menarik saja. Hei Jeamiy, mungkin kau tertarik dengan murid baru tersebut,” ucap Rika.
“Kau pasti bercanda,” heranku.
Ketika kuangkat kepalaku untuk melihat murid baru tersebut, kedua mataku terbuka lebar karena terkejut melihat dua orang tersebut. Tak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa ini akan terjadi.
“Baik, nona kecil. Kau bisa memperkenalkan dirimu!” pinta pak Hasan.
“Hai semuanya namaku Meli Silviani, salam kenal. Semoga kita bisa menjadi teman baik dan jujur saja aku payah dalam beberapa pelajaran, jadi aku mohon agar kalian bisa mengajariku berbagai hal, nyaw ....” ucap Meli.
“Aaaaaaaaaa ... Dia manis sekali ....” teriak siswa laki-laki.
“Dia bisa bergabung dengan Lia dan Rika sebagai trio gadis paling cantik dan manis di kelas ....” teriak seorang siswa laki-laki.
“Meli akan kuajari kau banyak hal ...” teriak seorang siswa laki-laki.
“Tubuh kecil dan rambut pendek serta berpose seperti kucing, aku sedang melihat malaikat ...” teriak seorang siswa laki-laki.
“Gadis berdada kecil memang sangat sempurna,” puji seorang siswa laki-laki.
“Apa maksudmu, gadis berdada besar seperti Lia yang menjadi gadis paling sempurna,” protes seorang siswa laki-laki.
“Aku tidak terima, Rika dan Meli berdada kecil tapi mereka sudah seperti malaikat,” saut seorang siswa laki-laki.
“Lia, kau punya pikiran yang sama denganku?” tanya Rika.
“Ya, mari kita beri beberapa murid ini hukuman dengan kekerasan,” ucap Lia.
“Jangan coba-coba untuk menusuk atau membakar seorang pun di sini, kalian mengerti?” tanyaku.
“Laki-laki tak akan mengerti bagaimana rasanya di lecehkan oleh kata-kata,” protes Lia dan Rika.
Ternyata murid baru tersebut adalah Zaka dan Meli. Aku tak mengerti kenapa mereka mendaftar ke sekolah ini dan suasana langsung menjadi ricuh usai Meli memperkenalkan diri dengan pose seperti kucing sembari mengangkat sebelah kakinya ke belakang. Disela-sela kericuhan ini, tangan Lia mengeluarkan asap dan Rika mengambil sebatang paku dari tasnya untuk menghajar beberapa siswa yang sudah melecehkan dirinya dengan kata-kata, namun aku memberi peringatan sebelum dua gadis gila ini membuat masalah.
“Semua tolong tenang! Baik, kau bisa memperkenalkan dirimu anak muda!” pinta pak Hasan.
“Namaku Henry Zakaria, panggil saja aku Zaka. Salam kenal semua,” ucap Zaka.
“Astaga kau tampan sekali Zaka ....” teriak semua siswa perempuan.
“Wajah datar dengan sifat dingin, kau keren sekali ....” puji seorang siswa perempuan.
“Dia bisa menjadi saingan Jeamiy dalam merebut posisi sebagai laki-laki paling keren di kelas,” puji seorang siswa perempuan.
“Cih, wajah sombongnya sangat memuakan,” protes beberapa siswa laki-laki.
Tiba-tiba Zaka menunjuk ke arahku lalu mengepalkan tangannya sembari tersenyum sombong, aku hanya membalas sikapnya tersebut dengan mengangkat kepalaku lalu menggoreskan kuku ibu jari kananku ke leher sisi kiri ke sisi kanan sembari membalas senyuman sombongnya. Kami berdua seolah-olah saling mengancam dan hal tersebut membuat semua orang kebingungan.
“Ada apa Jeamiy?” tanya Fani.
“Zaka sedang menyombongkan diri karena berhasil mengalahkanku,” jawabku.
“Oh, jangan berselisih lagi oke!” pinta Fani.
“Baiklah,” jawabku.
“Apa kau punya masalah dengan Jeamiy, Zaka?” tanya pak Hasan.
“Tidak ada pak,” jawab Zaka.
“Baiklah, Meli, Zaka, ada dua tempat duduk kosong di belakang yang bisa kalian tempati,” ucap pak Hasan.
“Baik,” jawab Meli dan Zaka.
Atas permintaan dari pak Hasan, Zaka dan Meli berjalan menuju ke tempat duduk yang ada di belakangku, sebelumnya berjalan melewatiku, Zaka berhenti di sampingku dengan kedua tangannya masuk ke dalam saku celananya. Aku tebak ia ingin mengatakan sesuatu padaku dan yang pasti apa yang akan dia katakan ada kaitannya dengan duel waktu itu.
“Kau tahukan bahwa aku benci kekalahan?” tanya Zaka.
“Aku tahu itu dan kau tak perlu mengatakannya lagi, lain kali akan aku balas kekalahanku,” ujarku.
“Dan akan kukalahkan kau lagi untuk ke sekian kalinya,” balas Zaka.
“Aku ingin sekali memukul wajahmu,” ucapku.
“Bukan kau saja yang merasa seperti itu, aku pun juga ingin sekali menusukmu beberapa kali untuk membalas perbuatanmu padaku waktu itu,” ucap Zaka.
“Lakukan saja jika kau bisa,” balasku.
“Persaingan antara dua lelaki paling keren di kelas ....” teriak semua siswa perempuan.
“Aku tak bisa memilih salah satu dari mereka, aku ingin mereka berdua menjadi milikku ...” teriak seorang siswa perempuan.
Suasana ricuh kembali karena aku dan Zaka saling mengancam, semua siswa perempuan berteriak histeris karena melihat kami terlihat cukup dekat. Aku hanya tersenyum licik dan aku tahu bahwa Zaka juga memasang ekspresi yang sama denganku, teriakkan siswa perempuan semakin keras usai aku dan Zaka saling beradu punggung tangan tanpa membalik badan.
Sebuah kebetulan yang cukup menguntungkan karena semua anggota Z.E.R.O yang berada di kelas ini duduk saling berdekatan, hal ingin juga akan mempermudah kami untuk saling berkomunikasi mengenai hal yang tidak seharusnya didengar oleh banyak orang.
“Haha, aku tak menyangka kalau kau akan ikut mendaftar di sekolah ini, Meli,” ujar Fani.
“Hehe, aku juga ingin bersekolah seperti yang lain,” balas Meli.
“Aku harap kau tidak membuat masalah di kelas ini, Zaka,” ucap Lia.
“Aku tidak akan membuat masalah apa pun di sini,” balas Zaka.
“Selamat datang di tempat paling membosankan di kota ini,” seru Rika.
“Haha, sepertinya kau tidak suka berada di sini ya, Rika?” tanya Meli.
“Ya, aku lebih sering tidur di kelas daripada menyimak pelajaran,” jawab Rika.
“Baik anak-anak, saya harap kalian bisa menjadi teman yang baik untuk Zaka dan Meli, mari kita mulai pelajaran pagi ini,” ucap pak Hasan.
“Baik ...” ucap semua siswa.
Aku kira dua orang ini akan betah tinggal di rumah tapi ternyata aku salah, terpaksa sekarang Teo harus sendirian dan kesepian di rumah karena tak ada yang menemaninya. Dan akhirnya, hari-hari yang membosankan ini harus kami hadapi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA
ActionJudul. : PANDORA Genre. : Action, horor, Supranatural, Gore, Fantasy Sinopsis Indexsia, sebuah negara yang dimata dunia dikenal sebagai negara yang indah dan damai dengan keanekaragaman budaya dan suku yang ada, namun pa...