Di bawah langit malam, dengan hujan deras yang mengguyur ibu kota. Seorang gadis cantik, iris mata berwarna hitam pekat, sedang menunggu hujan reda sembari menikmati rinai hujan yang membasahi jalanan. Ia berdiri di depan sebuah toko buku, sambil menengadahkan tangannya membiarkan tetesan air hujan membasahi telapak tangannya.
Mendengar ponselnya berdering, air yang tertampung di tangannya ia cipratkan agar tak basah. Tangannya beralih mengambil ponsel dari totebag nya. Melihat layar ponsel itu dengan tersenyum getir. Lalu ia mematikannya, ia saat ini tidak ingin di ganggu. Biarkan dia tenang dulu sebentar.
Ponselnya berdering kembali, nama Abel tertera di layar ponselnya. Ia mengangkat telpon itu gusar.
"Sha lo kemana aja? Kenapa tadi gak masuk sekolah?" Abel berteriak di sebrang sana.
"Gue lagi gak enak badan," alibinya.
"Gak gak! Lo bohong, biasanya lo ngabarin gue kalo sakit! Ehh tunggu itu suara hujan deras banget, lo lagi di luar yaa? Ya ampun Aresha, lo lagi dimana ini tuh udah malam!" ceroscosnya.
"Bawel banget sii!"
"Aresha! Lo jam segini masih keluyuran? Cepet pulang lo tuh anak perawan! Ayam aja maghrib udah ke kandang!"
"Iya bawel!" Aresha mematikan sambungan telponnya secara sepihak. Sahabatnya itu sungguh posesif.
Aresha membuang napasnya kasar. Ini sudah malam, ia harus pulang ke rumahnya. Tetapi percuma ia pulang, di rumah juga dia akan merasa kesepian.
Aresha menyusuri trotoar jalanan yang sudah sepi. dengan headset yang menutupi telinganya. Sesekali ia bersenandung kecil mengikuti lirik lagu yang ia dengar. Langkahnya terhenti ketika mendengar suara deru motor berhenti tepat di sampingnya. Aresha menoleh, menampilkan sosok lelaki jangkung dengan helm fullfacenya.
"Ojek mas?" tanya Aresha.
"Enak aja di kira tukang ojek!" protes lelaki itu seraya membuka helm fullfacenya.
"Lohh kak Aksa?"
"Ngapain neng jam segini keluyuran? Ayo pulang, gak baik perempuan jam segini masih di luar!"
Aresha mengangguk. Lagi pula ini sudah larut malam, terlalu bahaya untuk pulang sendirian. "yaudah deh."
Aksa menyodorkan helmnya yang langsung di terima oleh Aresha. Motor Aksa melaju dengan kecepatan rata-rata menyusuri jalanan yang sudah mulai sepi.
Keheningan menyelimuti mereka berdua. Seperti tidak minat untuk mengeluarkan sepatah katapun. Atmosfir dingin menyelimuti mereka berdua.
"Kak." Aresha memecah keheningan.
Aksa menjawab hanya dengan gumaman kecil.
"Gue laper, cari makan dulu yaa?" ucapnya sambil terus menunduk.
"Nanti aja di rumah Sha! Ini tuh udah malem banget, lagian mana ada yang masih buka jam segini?"
"Gue udah laper banget kak. Masa lo tega sih? Gue dari pagi belum makan."
Aksa menghela napasnya, ada rasa tidak tega terhadap cewek yang ia bonceng itu.
Tiba-tiba motor Aksa meminggir di sebuah warung kecil. Mereka turun dari motor milik Aksa. menduduki salah satu kursi di warung itu.
"Bu nasi gorengnya satu."
"Lohh kok cuma satu? Kakak mau makan sendirian? Tega banget sii!" Aresha mencebikkan bibirnya.
Aksa tidak menggubris celotehan Aresha. Ia hanya fokus pada layar ponsel miliknya. Merasa bosan, Aresha terus saja memperhatikan Aksa. Aresha sadari bahwa Aksa terlihat sangat tampan, bahkan melebihi Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Styrofoam Boy (On Going)
Novela Juvenil[Harap follow akun author terlebih dahulu!] Sikapmu tak terduga. Membuatku merana. Tanpa kata, kau berhasil meruntuhkan pertahanan diriku. Sikapmu, tanpa sadar membuatku membuka pintu hati. Kuharap, takan ada sikap menyakitkan yang membuat terpuruk...