Dara kini sibuk menenangkan Rio, tampak raut wajah pria itu masih di penuhi dengan amarah.
"Yuki!" teriak Chika yang berlari menujunya, ia mencari Yuki karena mendengar dari mahasiswa mahasiswi ada perkelahian di kantin karena Yuki.
Yuki hanya diam membisu dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti, lidahnya kelu untuk mengatakan apa yang saat ini tengah terjadi, setiap kata yang keluar hanya akan membuat matanya memanas dan hatinya sesak sehingga menghasilkan genangan air mata di pelupuk matanya.
Chika menatap Rio dan juga Dara bergantian berharap mendapatkan jawaban untuk peristiwa hari ini namun keduanya hanya menggeleng pertanda menginstruksinya untuk berhenti mencari tahu.
Chika mendekati Yuki dan memeluk sang sahabat, ia tak mengerti apa yang terjadi saat ini yang jelas sahabatnya kini tengah menanggung beban yang begitu berat.
Biarlah saat ini ia menenangkan sang sahabat tanpa harus tahu beban apa yang tengah di pikulnya.
"Apapun yang terjadi lo nggak pernah sendiri Ki, masih ada gue" tulus Chika dan mengeratkan pelukannya untuk mengisaratkan bahwa sahabatnya tidak sendirian.
"Chika sebaiknya lo antarkan Yuki pulang aja"
"Aku nggak apa-apa Rio" sanggah Yuki.
"Rio benar Yuki, sebaiknya lo pulang dulu"
Yuki hanya mengangguk pasrah dan berlalu meninggalkan mereka sebelumnya berpamitan.
"Gue akan antar lo Ki"
"Nggak usah Chik, gue 'kan bawa motor" jawab Yuki dan memutuskan untuk segera pulang.
Chika memandang Rio dan juga Dara.
"Sebaikanya lo ikuti Yuki aja Chik untuk memastikan dia baik-baik aja"
"Sebenarnya apa yang terjadi kak?" tanya Chika dengan wajah bingungnya.
"Biar Yuki yang menjelaskan ke lo, sekarang lo ikuti Yuki atau menunggu Yuki di rumahnya aja gue yakin, dia membutuhkan lo" jelas Dara.
Chika mengangguk dan berpamitan kepada Rio mampun Dara.
"Al sungguh keterlaluan, gue nggak nyangka Al akan melakukan ini pada Yuki" gumam Rio dengan tangan yang masih mengepal kuat.
"Aku sudah menganggap Yuki seperti adiku, dan aku sudah menyayanginya seperti aku menyayangi adik kandungku" sendu Rio.
Dara paham dengan perasaan Rio, Rio pernah memiliki seorang adik perempuan jika saja dia masih hidup mungkin seumuran dengan Yuki, namun adiknya kini telah pergi untuk selamanya karena sebuah kecelakaan tunggal yang dialaminya. Dan saat ini ia telah nyaman dengan Yuki dan sudah menganggapnya seorang adik.
"Kita harus tenang Rio, kalau kamu seperti ini nggak akan menyelesaikan masalah" lembut Dara dan mengelus punggung sang kekasihnya agar tenang. Ia mengerti perasaan kekasihnya itu yang saat ini tengah kalut.
---
"Al sebenarnya apa yang terjadi sih?" tanya Kevin dengan wajah sedikit khawatir karena Al hanya diam saja, pria yang biasanya tak mau mengalah dan akan membalas lebih kejam kini tak berdya di tangan Rio.
Al masih sibuk dengan aktifitasnya mengompres area bibirnya yang sedikit bengkak karena hantaman Rio, ia sama sekali tak merasakan sakit sama sekali, namun hatinya benar-benar perih dari pada luka dibibirnya.
Tatapan matanya kosong, membayangkan wanita tak berdosa itu menangis pilu tepat saat Al berbicara yang menyakiti untuknya.
Ia mengakui ia memang berbicara keterlaluan namun itu bukan semata kemauannya, di hatinya ada rasa yang tak ia ketahui saat melihat ada pria lain memeluk dan perhatian dengan wanita itu dengan begitu ia seakan kesal dan melampiaskannya.
Bibirnya dengan lancang berbicara dengan kasar, dengan tajam sehingga menyinggung wanita itu.
Sungguh hatinya kini sulit ia kontrol, sulit ia pahami dan sulit untuk di mengerti.
"Al!" tekan Kevin dan mendapatkan tatapan tajam darinya.
"Udahlah Vin mungkin Al belum mau cerita dengan kita, sepertinya dia butuh waktu." lerai Ali.
Adi hanya memandang dengan penuh tebakan di kepalanya, karena Al tak biasanya seperti ini.
Al menyipitkan matanya saat melihat wanita yang sangat ia kenali tengah memundurkan motor ninjanya dan dengan cepat Al menuju mobilnya dan mengikuti motor tersebut.
"Woiii Al kita masih ada kelas!" teriak Adi yang di hiraukan oleh Al.
"Sejak dari Jogja kenapa mereka berdua aneh si?"dengus Ali.
"Atau jangan-jangan?" ketiganya saling melirik dan menggelengkan kepala kompak.
"Nggak mungkin, nggak mungkin" rapal ketiganya.
Bragg
Al menutup pitu mobilnya dan mengikut Yuki yang menuju sebuah bukit yang dapat melihat bentangan kota metropolitan dan bentangan langit yang ditemani oleh kerlipan ribuan bintang.
Gadis itu menutup matanya barang sejenak dan menghirup angin yang berhembus selaksa dadanya sesak yang membutuhkan banyak pasokan udara untuk bernafas dengan benar.
Air mata itu kini dengan lancangnya jatuh saat mata Yuki terpejam.
Hatinya sangat pilu, sungguh pilu!.
Kata-kata Al dengan sialnya berputar dalam otaknya.
Al memang benar ia memang sudah tak dibutuhkan dalam garis miring tak berguna lagi.
Semua kenangan bersama Al berputar, ia tak menyangka Al yang sudah berjanji padanya untuk berubah hanyalah bualan saja.
Ia menyesal!.
Yah ia menyesal menjadi gadis bodoh.
Al menatap sendu tubuh mungil yang kini rebahan di atas bukit seakan menumpahkan segala bebannya.
Hatinya tercubit melihat air mata yang tak kunjung berhenti mengalir.
Begitu beratkah ini untuknya?.
Cengeng!.
"Di mana Yuki yang gue kenal sebelumnya?"
"Yuki yang galak, Yuki yang ceria dan Yuki yang cerewet" sindir Al yang kini ikut rebahan disamping Yuki.
Yuki yang mendengar suara tersebut sontak membuka matanya dan melirik sinis dengan pria yang kini juga rebahan di sampingnya.
Pria itu benar-benar tak punya otak, setelah apa yang dilakukan padanya pria itu masih bertanya kenapa? Ingin rasanya ia menggampar muka pria brengsek itu.
Yuki bangkit dan Al juga turut bangkit.
Yuki berdiri ingin beranjak karena menurutnya hanya akan percuma berbicara dengan pria bajingan seperti Al. Selain bangsat pria itu ternyata juga bodoh.
Namun tangannya di cekal oleh Al dan kini Al berdiri tepat di hadapannya, menatapnya seakan mengulitinya.
"Lo mau kemana?"
Tanpa menjawab Yuki mencoba menghempas tangan Al namun percuma.
"Lepas!" ringis Yuki yang merasakan sedikit perih ditangannya.
" Lo bisa nggak, nggak dingin sama gue, lo bisa nggak biasa aja? Dengan begini lo hanya akan menyusahkan orang banyak!"
"Sebaiknya lo tampar gue, tendang gue atau lo bisa maki gue sesuka hati lo atau kalau perlu lo bunuh gue, tapi please lupakan semuanya!"
Kata demi kata Al tak ubahnya menaburi garam pada luka hati Yuki.
Mungkin memang benar ia harus melupakan pria keparat itu karena kenyataannya pria itu tak memikirkan bagaimana nasibnya.
"Lo benar gue akan melupakan semuanya! Dan mulai detik ini jangan muncul di hadapan gue lagi! Biar gue melupakan semuanya termasuk melupakan gue pernah mengenal lo!" tekan Yuki dan mendorong Al kemudian pergi meninggalkan Al yang memikirkan kata-kata Yuki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergaulan Bebas ( Tersesdia PDF )
Roman d'amourBerawal dari pertaruhan konyol itu membuat gue terperangkap dalam jurang cinta, awalnya gue hanya mempermainkan dan menyukai kepolosannya dan sialnya gue jatuh dalam pesonanya miris bukan?.