Bag 8 (PDKT)

872 74 5
                                    

Sekumpulan siswa tengah asyik bermain futsal di tengah lapangan yang seharusnya digunakan untuk latihan para anggota eskul basket. Melihat pemandangan itu membuat geram salah satu siswi anggota klub yang hendak menggunakan lapangan itu untuk tempat latihan tim-nya.

"Gantian dong lapangannya, kita mau latihan!" teriak salah satu siswi klub basket.

"Emang kenapa? Kita juga cuma sekali-kali main di lapangan ini." Salah satu siswa yang bermain futsal berjalan mendekat untuk menjawab.

"Tapi kita kan butuh latihan buat pertandingan nanti!"

Tak lama setelah itu, muncul rombongan siswi yang sudah siap melakukan latihan basket. Rombongan siswi itu pun ikut membantu salah satu anggota klub untuk meminta giliran menggunakan lapangan. "Woi, kita mau latihan!"

"Yaudah, 30 menit lagi deh," jawab salah satu siswa, meminta waktu tambahan.

Sekelompok gadis klub basket memilih memberikan waktu tambahan. Namun, sudah sekitar 45 menit tidak ada tanda-tanda mereka mengakhiri permainan futsal. Hingga akhirnya salah satu siswi bertubuh tinggi yang merupakan kapten dari klub basket memberanikan diri pergi ke tengah lapangan untuk menegur sekelompok pemuda tersebut.

"Kalian mau sampai kapan sih main futsalnya? Gak tahu apa 30 menit itu berapa lama?" tegas sang kapten yang berdiri tegak di tengah lapangan.

"Duh ngapain maneh disini? Awas siah! Nanggung tau. Lagian latihan basket kan bukan tuntutan dari guru olahraga." elak salah satu siswa pemain futsal.

"Ya tapi kita butuh latihan buat persiapan tanding antar sekolah!"

Tiba-tiba Andhin yang merupakan salah satu dari anggota klub basket berlari ke tengah lapangan untuk mengambil bola futsal yang sedang mereka mainkan. Sekelompok pemuda itu pun beramai-ramai menegur gadis yang berhasil mengambil bola mereka.

"Eh, siniin bolanya!"

"Mendingan maneh kabeh bubar, entar aku balikin bolanya," ketus Andhin menatap sinis pada sekolompok pemuda itu.

"Eh siniin sia!" salah satu dari sekelompok pemuda itu mencoba merebut bola yang sedang dipegang Andhin, namun bola itu masih berhasil diamankan olehnya.

"Mendingan kalian bubar dulu nanti kita balikin bola ini," sang kapten basket mencoba membela Andhin.

"Tapi caranya jangan main ambil-ambil bola gitu dong!" tegur salah satu pemuda sembari menunjuk ke arah Andhin yang sedang menggenggam bola futsal mereka.

"Kalau gak diambil, kapan mau bubarnya? Terus akhirnya kita harus ngalah gitu?!" jawab Andhin seolah sedang menantang mereka.

"Kalian udah sering latihan di sini. Terus ngerasa lapangan ini punya pribadi kalian gitu?!"

"TAPI EMANG KITA LAGI BUTUH LATIHAN. GAK KAYA KALIAN YANG CUMA MAIN-MAIN DAN GAK JELAS ARAHNYA MAU KEMANA!" Suasana hati yang kurang baik membuat nada bicara Andhin semakin keras. Salah satu pemuda yang sedang berhadapan dengannya mendorong tubuhnya ke belakang hingga jatuh terduduk di tanah. Para siswi klub basket pun ramai-ramai mendatangi lapangan untuk menolong Andhin dan membantunya bangkit berdiri kembali.

"Dhin, kamu gak apa-apa kan?"

"Gak apa-apa kok" Andhin bangkit kembali seraya menatap sinis kepada pemuda yang telah mendorongnya tadi. Sekelompok pemuda permain futsal itupun mulai membubarkan diri.

Tak lama setelah mereka memulai sesi latihan basket, langit berubah kelabu tanda hujan akan segera turun. Rintik hujan mulai menyambut hingga tetesan air hujan semakin bergerombol deras membasahi tanah.
Kegiatan latihan harus dihentikan. Hal itu membuat para anggota klub menggerutu. Mengingat lapangan dan waktu yang seharusnya mereka pakai untuk latihan, malah tercuri oleh sekelompok pemuda futsal sialan yang tak tahu diri.

"Tuh kan hujan deh, seandainya tadi gak ada cowok-cowok sialan itu pasti kita udah latihan basket dari tadi," ungkap salah satu anggota klub.

"Udahlah, mudah-mudahan gak akan terulang lagi kejadian kayak tadi. Kalau ada guru olahraga udah disikat tuh para cucunguk." Sang kapten mencoba menenangkan para anggota klub.

Hujan baru reda menjelang sore. Lapangan yang masih becek tidak mungkin mereka gunakan untuk latihan. Pada akhirnya mereka semua harus membubarkan diri untuk mengakhiri kegiatan latihan.

Sebagian dari mereka menutupi jersey basketnya dengan jaket sebelum meninggalkan sekolah. Tiba-tiba suara klakson motor cukup mengejutkan seorang gadis yang baru saja keluar dari gerbang sekolah.

"Hai, Dhin! Pulang bareng yuk!"

"Pandu, kamu daritadi belum pulang ?"

"Iya aku ... tadi nongkrong dulu sama Dito. Kebetulan deh lihat kamu baru mau pulang juga, jadi yaudah kita pulang bareng aja."

"Beneran nih, gak ngeribetin kamu?"

"Gak kok namanya juga sama temen. Ayo naik. Ini helmnya," ajak Pandu sambil memberikan salah satu helm.

Tak seperti biasanya, Pandu membawa helm cadangan. Melihat itu membuat Andhin tanpa ragu menerima tawaran untuk menaiki sepeda motor matik tua kesayangan teman sebangkunya itu. Di sela perjalanan, Pandu mulai membuka pembicaraan santai.

"Kamu kalau pulang bareng aku aja, aku juga pulang pakai motor ini sendirian kok."

"Nanti kita dikira pacaran."

"Kenapa? Takut pacar kamu marah?"

Andhin sedikit tertawa geli. Dia tidak tahu lagi apa arti julukan itu.

Tiba-tiba saja sepeda motor Pandu berhenti mendadak di tengah jalan. Membuat mereka harus turun dari motor untuk sementara. Pandu mencoba menyalakan mesin motornya kembali dengan berbagai cara, namun tak juga hidup.

"Kayaknya motor aku mogok, Dhin. Tadi sempet kehujanan. Kita ke bengkel dulu yuk, gak jauh kok dari sini."

Andhin mengangguk dengan wajah datar. Mekipun di dalam benaknya ia merasa malas menemani Pandu memperbaiki mesin sepeda motor tua itu.

"Jangan khawatir, servisnya gak akan lama kok. Kalau kelamaan, kamu bisa pulang duluan." Pandu mencoba meyakinkan.

Mereka berdua mendatangi bengkel yang tak jauh dari lokasi sepeda motor itu mogok. Dari sana terlihat seorang pria tambun paruh baya yang sedang memantau pekerjaan para karyawannya di bengkel tersebut.

"Pak, motor saya mogok, mau servis," panggil Pandu kepada sang pemilik bengkel.

"Oh, mogok?" Pria pemilik bengkel itu pun langsung menoleh ke dalam ruko untuk memanggil para karyawan. "Ada yang mau servis motor, nih kerjain!"

Dua orang pekerja keluar dari dalam sana. Salah satu diantara keduanya adalah seorang wanita muda dengan penampilan tomboy yang tak mengenakan seragam seperti tiga karyawan bengkel yang ada di sana.

"Mau servis lagi, Dek? Ini mah motornya harus diganti kayaknya," ledek wanita itu.

"Duh, Teh. Ngisi bensin juga belum pernah pakai pertamax, apalagi harus ganti motor," balas Pandu, yang kemudian berbisik di dekat telinga Andhin.

"Motor aku emang udah sering servis di sini, maklum motor butut, hehe."

Andhin tidak menghiraukan apa yang dibisikkan Pandu. Sedari tadi ia tampak terkejut saat pertama kali melihat seorang wanita muda yang akan memperbaiki sepeda motor milik Pandu. Tatapannya terus mengarah pada si wanita pekerja bengkel seolah mengingatkannya kembali akan sesuatu. Sepertinya ia tidak asing dengan sosok wanita itu.

Next Chapter 🔽

About D ( Her Secret ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang