5. Inilah Awal dari Permainan

537 39 14
                                    

SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA BACA DOA !!!

-
-
-


                                                    🍁🍁🍁

Pukul 08.00

Matahari sudah bertengger di ufuk sebelah timur. Cahayanya hanya dapat masuk melalui celah celah dedauan, membuat hawa dingin masih terasa menembus kulit.

Ke empat cowok itu kini sudah siap dengan sepatu boot mereka masing masing. Setelah beberapa menit lalu mereka mengisi perut dengan umbi bakar yang mereka dapat pagi pagi buta.

Sementara para kaum hawa sibuk membereskan rumah yang hampir ambruk itu. Hitung hitung sebagai balas budi karena sudah diizinkan menginap.

Saking tidak terawatnya, beberapa kali para gadis itu bahkan menjumpai tikus tikus berukuran besar berkeliaran di dalam rumah.

Pagi ini kesembilan remaja itu tidak menjumpai keberadaan Mak Roro. Entah kemana perginya perempuan paruh baya tersebut. Atau mungkin Mak Roro kembali melakukan kebiasaan anehnya menyapu hutan ?

   "Guys ! Kita beresin tenda dulu ya ! " Ujar Dimas setengah berteriak kepada para gadis itu.

Benar benar diluar rencana. Liburan terakhir mereka di bangku Sekolah Menengah Atas hanya berakhir dalam waktu semalam saja.

   "Hati hati ! " Sahut Rianda yang masih berusaha membujuk Silvi agar mau memakan sarapannya.

Gadis periang bernama Silvi itu nampaknya belum ada perubahan. Malahan setiap kali ia membuka suara, yang keluar dari mulutnya hanyalah rengekan untuk meminta pulang. Dan setiap kali Rianda menanyakan apa yang terjadi padanya, Silvi akan langsung berteriak histeris sambil menangis tersedu-sedu.

Dimas menganggukan kepala lalu mengacungkan jempolnya sebagai pertanda ia akan hati hati.

Setelah berpamitan, ke empat cowok itu kembali menjejakkan kaki di hutan belantara yang semalam mereka lewati bersama Mak Roro.

Suara dedaunan kering dan ranting patah yang terinjak kembali terdengar. Namun seperti semalam, tidak ada suara burung ataupun hewan hewan kecil yang biasanya tinggal di dalam hutan sampai ke telinga mereka. Padahal sepertinya hutan ini sangat subur. Tidak sulit menemukan sumber makanan di hutan ini.

***

Tenda perkemahan berukuran sedang itu kembali mereka lipat. Barang barang yang sudah mereka siapkan dengan susah payah harus kembali dikemasi.

Tyo yang mendapat jatah membereskan tenda perempuan harus bekerja sendirian. Sahabatnya yang bernama Barok itu pergi untuk buang air kecil dan hingga saat ini belum juga kembali. Padahal sudah sekitar sepuluh menit yang lalu Barok berpamitan kepada Tyo. Entahlah, mungkin cowok itu kencing batu.

Sementara Dimas dan Nugro, mereka pergi ke air terjun untuk membersihkan diri karena jatah mereka membereskan tenda laki laki sudah selesai lebih dulu.

   "Awas aja si Barok. Kalo dia balik kesini pas gue udah beres, gue pecat dia jadi temen ! " Gerutu Tyo sambil memasukkan beberapa mie instan ke dalam ransel coklat milik Nadia.

   Tyoo.....

Bisikan itu terdengar pelan namun sampai ke telinga Tyo. Membuat cowok itu menghentikan aktivitasnya kemudian berdiri untuk memastikan siapa yang memanggilnya. Sesekali ia mengusap lehernya karena bagian tubuhnya itu terasa berat.

   Tyoo.....

Suara itu terdengar lagi. Tapi darimana sumbernya. Tyo mengedarkan pandangannya ke segala arah. Kemudian berhenti pada sebuah objek yang menarik perhatiannya.

   "Gue... Ngga salah liat kan ?" Desis Tyo sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.

Dia, seorang perempuan berkalungkan selendang berwarna merah tengah melambaikan tangannya ke arah Tyo.

Tyo menunjuk dirinya sendiri sebagai pertanda apakah perempuan tersebut memanggil dirinya atau bukan. Walaupun sebenarnya hanya ada Tyo di sana. Perempuan itu mengangguk kemudian kembali melambaikan tangannya.

Tyo berjalan mendekati perempuan tersebut. Setelah jaraknya hanya tinggal beberapa langkah, perempuan tersebut membalikkan badannya kemudian berjalan di depan Tyo. Cowok itu mengerti, sepertinya perempuan tersebut menyuruh Tyo untuk mengikutinya.

Tanpa rasa curiga sedikitpun pemuda bertubuh tegap itu mengikuti perempuan asing yang umurnya mungkin hanya terpaut beberapa tahun dengan Tyo.

Tyo terus berjalan meninggalkan tenda. Entahlah, tapi rasanya seperti ada sihir berkekuatan besar yang menarik dirinya untuk terus mengikuti wanita tersebut. Tidak ada sedikitpun niatan untuk bertanya kepada perempuan tersebut akan membawa Tyo kemana.

Sudah lumayan lama Tyo berjalan. Itu artinya jarak cowok itu dengan tenda sudah sangat jauh. Tapi perempuan berselendang itu belum juga berhenti. Hingga telinga Tyo kembali menangkap suara yang membuat lehernya semakin terasa berat.

Pria itu menghentikan langkahnya. Ada yang aneh disini. Bagaimana mungkin di tengah hutan belantara seperti ini ada orang yang bermain gamelan ? Untuk apa ? Apa ada yang sedang menari ? Atau melakukan ritual ?

   Tyo mengrenyitkan dahinya, " mbak. Denger suara gamelan nggak ? " Tanya Tyo kepada perempuan tersebut.

Perempuan itu berhenti kemudian sedikit menoleh.

   Senyum liciknya mengembang, " denger. "

   "Suaranya ada di belakang kamu. " Jawab perempuan tersebut membuat Tyo merasa was was.

Tyo segera membalikkan badannya. Tapi nihil. Tidak ada apa apa di belakangnya. Perasaannya semakin tidak enak. Ketika Tyo hendak kembali berbalik badan. Sesuatu melilit lehernya dengan kuat.

   "Aahhkk !!"

   "Le-pa-sin !!"

Cowok itu berusaha keras melepaskan lilitan yang sepertinya sebuah selendang itu. Tapi lilitannya terlalu kuat. Lehernya tercekik. Tyo semakin kesulitan bernafas.

Sekuat tenaga ia mencengkram selendang itu menggunakan kedua tangannya, berharap ada sedikit rongga agar ia bisa bernafas.

Sungguh, bila Tyo boleh memilih. Ia lebih baik mati dengan mata pedang dari pada mati perlahan seperti ini. Rasanya sangatlah menyakitkan.

Dalam benaknya, Tyo merutuki perbuatannya sendiri. Bagaimana bisa ia sampai di tempat ini dengan perempuan aneh yang bahkan tidak jelas asal usulnya. Dasar bodoh !

Pandangan Tyo semakin memburam. Ia benar benar sudah tidak kuat. Tidak ada asupan oksigen yang bisa masuk ke saluran pernapasannya. Hingga akhirnya remaja sembilan belas tahunan itu sudah tidak sanggup melawan. Badan tegapnya terkulai lemas kemudian ambruk ke tanah.

Mata coklat itu perlahan tertutup. Berbagai kenangan manis bersama teman temannya kembali berputar di otak Tyo, kemudian perlahan meredup bersama jiwa Tyo yang sekarang menghilang entah kemana.

Perempuan itu tersenyum. Bibir pucatnya perlahan menghitam. Mata yang sejak tadi menatap punggung Tyo kini perlahan meleleh bak lilin yang terkena api. Wajah cantiknya berubah menjadi sosok menyeramkan dengan kepala yang dipenuhi belatung.

Sosok itu menghilang bersama dengan jasad Tyo.

-
-
-
-
-

Sebelum kalian meninggalkan halaman ini, ada baiknya kalian tekan tombol vote ( ⭐)  dan tinggalkan coment kalian di kolom komentar  agar aku makin semangat buat nulis.

RONGGENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang