7. Naima Rosdiana

2K 163 1
                                    


⁠۝ ⁠۝ ͒⁠۝ 

"Bi Marti, tanya dia Bi siang ini kita sarapan apa?" Lelaki yang baru datang itu berbisik pada Bi Marti yang duduk si sampingku sambil memotong wortel. Aku bisa mendengar karena kelihatannya ia memang sengaja.

"Apalah yang bisaku perbuat, Ezard? Hanya ada wortel, bahan masak sudah habis. Besok pagi aku dan Bi Marti akan membelinya."

"Aduh, kenapa pegawai baru kita ini tidak kreatif sekali ya, Bi? Agaknya uang bulanan yang kuberikan terlalu kurang untuknya." Ezard mengadu pada Bi Marti, sementara wanita paruh baya yang sudah bekerja dengan Ezard selama sepuluh tahun itu pun hanya tersenyum kecil.

"Ide bagus jika kau ingin menambah uang bulanan." Aku masih sibuk dengan sayur lobak di tanganku.

"Bi, apa Bibi ada pekerjaan di tempat lain? Aku ingin bicara dengan wanita keras kepala ini, sebentar saja, Bi."

Lancang sekali lelaki itu mengusir Bi Marti. Untung saja wanita tua itu langsung paham dan pergi meninggalkanku dan Ezard dengan sebuah senyuman.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Aku memandang Ezard sebentar, lalu kembali fokus pada potongan lobakku. Lelaki itu kini duduk di tempat Bi Marti duduk tadi. Menopang dagunya dengan telapak tangan.

"Nai."

"Ya, suamiku?"

"Apa kau tidak akan membawa kedua adikmu untuk tinggal di sini?"

Pisauku berhenti di udara, aku menghela napas kemudian melirik Ezard lamat-lamat. Tidak ada tanda-tanda bahwa lelaki itu sedang bercanda, wajah seriusnya membuatku kembali berpikir.

"Setelah menanggung biaya operasi hidupku dan kemudian menampung diriku di rumah ini, aku merasa itu sudah lebih dari cukup."

"Tapi aku ingin mereka juga tinggal di sini, Nai. Bersama kita."

"Kita sering bertengkar, dan aku tidak ingin mereka melihatnya."

"Nai...."

"Aku bahkan tidak memikirkan bahwa hubungan kita akan dalam waktu yang lama."

"Kau mengarahkan perbincangan ke arah situ lagi."

Kulihat dari sudut mataku lelaki itu menyandarkan kepalanya.

"Aku sangat takut. Jika mulai menaruh hati, maka kau akan mengusirku dari rumah ini." Aku menghela napas. Tidak ada lagi yang bisa kukatakan selain yang terlintas di pikiranku barusan.

Lelaki itu tiba-tiba mendongak dan menatap menatapku lekat-lekat. "Kau mulai menyukaiku, Nai?"

Aku menoleh padanya, menghela napas berat dan menjatuhkan tanganku di kepalanya, menarik anak rambutnya yang jatuh mengenai dahi. Lelaki itu masih menatap, ia setia menunggu jawabanku.

"Belum. Dan kuharap jangan."

Ezard menghela napas lega atas jawabanku. Lelaki itu memeluk pinggangku tiba-tiba. Aku terkejut hingga pisau di tangan kiriku jatuh ke lantai begitu saja.

"Hei?" Aku kehilangan kata.

"Kumohon jangan mencintaiku."

Ha?

Jangan mencintainya? Apa itu? Meski rasanya aku tidak punya perasaan untuk dipersembahkan padanya, tetapi entah mengapa saat mendengar kalimat itu hatiku serasa diremas.

Kepalaku berputar dan pandanganku kabur, seluruh alam semesta serentak seperti mempermainkanku. Aku tidak mengerti mengapa ini terjadi? Tetapi yang Ezard katakan barusan adalah kalimat tanpa harapan.

Season With You || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang