Bab 1

7 2 0
                                    



Agara Anissa Star, itulah namanya panggil saja Ara. Ia adalah anak kedua dari tiga saudara. Kakak pertamanya kelas IX, bernama Muhammad Rian Akbari panggil saja Rian, Dan adiknya kembar kelas VII Aisyah Jessicka Star panggil saja Ai, Ayahnya bernama Muhammad Agara Akbari, dan Ibunya bernama Arassya Jessicka Anisa.


Bruuk

Praaak


Bunyi keras seseuatu yang pecahm diikuti cibiran Ai dan gerutu Rian. Seketika membuat lamunan Ara buyar, reflek dirinya melihat gudang yang disebelah rumah mereka. Ah, dulunya rumah mendiang Kakek Nova dan Nenek Lisa.

"Ara, tolong ambilkan bolanya dong itu kan salah kamu tadi!" perintah Rian. Seketika membuat Ara tersadar langsung kesal dengan tingkah semena-mena kakaknya.

"Iya," katanya. Lalu, ke gudang daripada terus mendengar ocehan mereka yang membosankan sekaligus super menjengkelkan.



***

Kumuh, kotor dan seperti tempat-tempat yang tidak ada penghuninya. Tikus-tikus mungkin banyak berkeliaran disini. Namun semua yang dipikirkan Ara ternyata salah!


"Huh, dimana sih bolanya," gerutu kesalnya sambil melihat kesekeliling, setelah lama mencari ia lihat bola tersebut buru-buru mengambil bola tapi,.....


"praaaang," bunyi khas benda jatuh. Reflek dirinya melihat ke bawah


"Argggggggggh," pekik kaget bercampur ngeri Ara, ketika melihat buku diary using noda darah, yang ada ...

Sementara, di luar gudang tampak Ai dan Rian berpandangan bingung. Tanpa banyak kata mereka mengambil langkah kaki seribu. Sesampainya, disana nafas mereka tersengal-sengal.

"Ada apa, Ara?" tanya Ai. Ara tidak tahu sejak kapan mereka ada disini. Namun, itu tak membuat Ara berkutik dari diary itu, merasa ada tak respon dari Ara. Mereka berdua mengikuti arah pandang Ara. Mata mereka membulat sempurna dan mulut mereka terganga lebar. Ada perasaan takut, ngeri, lega sekaligus kesal. Mereka, lalu menatap amarah Ara. Meskipun ditatap seperti itu Ara tetap menatap buku itu. "Hey, kau kenapa menulis diary lalu diberiakan cat warna ini sih," cibir Rian marah sambil membuka buku. Sedangkan, Ara tersadar dari dunia khayalannya. Rian mengernyit lalu memperhatikan itu ke arah mereka. Ara dan Ai membacanya.



Kamis, 31 Desember 1998.

Ini adalah tahun baru yang terburuk pernah ada di kehidupanku. Seharusnya,kami berjalan bersama. Seperti tahun-tahun yang lalu. Tapi, orang tuaku malahan bertengkar hebat.


"Ya, ampun Ara kenapa kau menulis seperti ini mau buat orang tua kita benar-benar bertengkar ya?" komentar Rian.

"Benar tuh, ra, " cibir Ai yang seakan tak mau kalah. Sedangkan, Ara tambah shock dan jengkel.

"Enak sekali kalian bilang begitu. Paling abang yang iseng menulisnya. Ngaku aja itu bukan saya lho. Paling aja abang ya. Ngaku deh bang. Secara abang kitakan yang paling usil daripda kami berdua, deh?" tanya Ara. Sementara, si empu mengeram kesal. Ai mengiyakan.

"Benaran, nih ini bukan tulisanku.Tunggu tulisan ini jelas-jelas mirip seperti tulisan Ai deh. Atau jangan-jangan ia yang menulis itu? Benar gak ra." Pembelaan Rian. Sedangkan, si terdakwa menglongo kaget. Memang itu tulisan seperti Ai tapi, ia tak pernah menulisnya.

RAHASIA DIARY USANG NODA DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang