***
"Argh, gue gak bisa tidur!" seru Andi sambil mengacak-acak rambutnya. Ia turun dari ranjangnya dan pergi ke dapur untuk meneguk segelas air.
Senyap. Tiada suara apa pun selain derap langkah kaki Andi. Suasana yang hening itu membuatnya merasa sedikit takut. Meski begitu, ia tetap berusaha bertingkah seperti sedang tidak merasa takut sedikit pun.
"Huh ... leganya." Andi menghela napas panjang ketika ia selesai meneguk segelas air mineral. Ia tersenyum penuh kepuasan karena dahaga yang telah lenyap.
Selangkah berjalan untuk kembali ke kamar, tiba-tiba saja lampu padam. Sontak, hal tersebut membuat Andi terkejut. Gelap. Andi tidak dapat melihat apa pun.
Plak!
Andi terkejut. Jantungnya berdetak kencang ketika mendengar suara benda terjatuh. Suara tersebut terdengar dari arah Selatan. Perlahan, Andi melangkah sambil meraba benda yang ada di sekitarnya. Ia meninggalkan handphone-nya di kamar. Jadi, ia mencoba mencari senter sebagai penerangnya.
Tak!
Andi kembali terkejut. Ia tak sengaja menjatuhkan mangkuk kecil yang tergeletak di samping kompor gas.
"Dasar mangkuk sialan!" Andi menjongkok sambil mengambil mangkuk tersebut. Kemudian, ia meletakkan kembali mangkuk tersebut ke tempat semula.
Andi tersenyum tipis. Seperdetik kemudian, Andi mendengar suara seorang wanita sedang menangis. Arah tangisan tersebut terdengar dari arah sebuah pohon mangga yang jaraknya tak jauh dari villa tersebut. Semakin lama, suara tangisan itu semakin keras.
"Siapa sih yang nangis malam-malam begini?" gumam Andi. Ia berhasil menemukan senter yang ia cari. Andi menyalakan senter tersebut. Akibat penasaran, ia pun pergi ke arah suara. Mengintip sejenak siapa yang tengah menangis di tengah malam itu.
Semakin dekat, suara tersebut terdengar semakin kuat.
"Ada suara orang lain," gumam Andi.
Andi bersembunyi di balik dinding. Perlahan, tapi pasti ia mengintip pelaku yang sedang menangis itu. Ia juga ingin tahu siapa pemilik suara seseorang selain suara tangisan itu. Mata Andi menyipit.
'Nandra, Angel dan Aliando, apakah itu mereka?' batin Andi ketika ia melihat teman-temannya itu sedang bersembunyi sama sepertinya. 'Ngapain mereka malam-malam sembunyi di sana?' Andi memalingkan netranya mengikuti arah pandangan teman-temannya itu.
Andi tersentak halus. Ia mengerutkan keningnya kesal saat mengetahui siapa sosok yang sedang menangis itu.
"Dasar, kuntilanak rese."
Andi memutar kedua bola matanya. Lalu, ia pun berbalik badan untuk kembali ke ranjangnya. Menurutnya, bermain bersama sang mimpi lebih baik dari pada harus membungkam, terus-terusan mengamati kuntilanak yang sedang menangis di pohon mangga yang rimbun tersebut.
"Eh, itu Andi." Tak sengaja Nandra melihat Andi yang hendak masuk ke villa. Nandra menunjuk keberadaan Andi menggunakan jari telunjuk kanannya. Aliando dan Angel memalingkan pandangan ke arah yang ditunjuk oleh Nandra.
"Oh iya, itu Andi. Andi, ayo ke mari!" panggil Angel.
Andi mendengar suara tersebut dan ia pun memalingkan kepalanya. Ia melihat teman-temannya itu sedang menatapnya.
"Andi, ayo sini!" Angel melambai-lambaikan tangannya.
Andi berpikir sejenak apakah ia harus menjawab panggilan Angel atau justru memilih mengacuhkan panggilan Angel dan pergi ke kamar.
"Woy, dipanggilin kok gak nyaut?" tanya Nandra.
"Huh ... dasar." Andi pun akhirnya berjalan mendekati Nandra, Angel dan Aliando.
"Iya, ada apa?" tanya Andi ketika ia sudah tiba di dekat ketiga temannya itu. Dari raut wajahnya, Andi tampak sedang kesal. Mengapa? Mungkin, ia masih kesal akan kelakuan kuntilanak itu di kafe.
"Lo kenapa? Mukanya kok masam begitu." Nandra tersenyum sambil memegang wajah Andi.
"Ish, apaan sih?" Andi menepis tangan Nandra. "Kalian ngapain malam-malam di sini? Kurang kerjaan amat."
"Noh, lihat noh calon istri lo lagi nangis tuh." Angel memalingkan kepala Andi ke arah kuntilanak yang sedang menangis di atas pohon mangga tersebut.
"Cih, mau nangis kek, mau mati kek, emang gue peduli?" kesal Andi.
"Kok jahat amat sih sama istri sendiri?"
"Bodo amat. Emang gue peduli?" Andi meninggalkan temannya itu tanpa pamit.
Sepanjang perjalanan menuju ke kamar, Andi tak henti-hentinya mengomel. Mulutnya berkomat-kamit seperti seekor kelinci sebagai lambang kekesalannya.
"Kuntilanak nangis kok diintipin?" Andi menghempaskan tubuhnya di ranjang.
Dalam hitungan kurang lebih lima detik, lampu pun kembali menyala.
"Aaaa ...! Ngapain lo di sini?!" jerit Andi tatkala ia melihat kuntilanak yang ada di pohon mangga tadi. Sangking terkejutnya, Andi pun melempar senter yang ia pegang ke arah kuntilanak yang sedang melayang tepat di depan wajahnya.
Kuntilanak tersebut melayang ke dekat jendela dan kemudian senter yang ia lempar kembali jatuh tepat di keningnya. "Argh ...." Andi mengubah posisi tidurnya menjadi posisi duduk sambil memegangi kepalanya yang baru terbentur.
Nandra, Angel dan Aliando menahan tawa. Tak sengaja mereka melihat kejadian baru yang menimpa Andi. Sungguh, nasib Andi memang sangat malang. Setiap harinya ia selalu diganggu oleh kuntilanak.
"Lo, kuntilanak rese, sampai kapan lo gangguin hidup gue terus?" Andi melempar kuntilanak tersebut ke arah kuntilanak tersebut. Berbagai jenis barang yang ia lempar. Mulai dari bantal, hingga selimut dan benda-benda lainnya yang ada di kamar tersebut. "Pergi lo kuntilanak rese!"
Hancur. Dalam hitungan detik kamar itu sudah seperti kapal pecah. Sangat berantakan.
"Woy, aku sudah capek-capek membersihkan kamar ini dan kau seenak dengkulmu aja menyerakinya. Emang, aku ini pembantumu apa?" Angel kesal akan tingkah Andi yang sudah kelewatan itu. Namun, Andi tidak memperdulikan satu kata pun ucapan Angel.
"Eith, sudah-sudah. Gilanya jangan sekarang." Nandra menahan Andi yang masih tak henti-hentinya menberantaki ruangan tersebut.
"Hey, kuntilanak. Pergi sekarang atau ...." Aliando menatap tajam kuntilanak yang diam membisu itu. Semakin tajam Aliando menatapnya hingga kuntilanak tersebut pun menghilang begitu saja.
"Sudah-sudah. Kuntilanaknya udah pergi. Sekarang, lo tenang sedikit. Oke?" Nandra mendudukkan Andi ke ranjang. Perlahan, Andi mulai merasa tenang. Beberapa kali pula ia menghela napas panjang untuk membuang rasa kekesalannya itu.
"Lihat apa yang telah kau perbuat. Aku sudah capek membersihkan kamar ini. Merapikannya serapi mungkin agar kalian nyaman tidur di sini. Eh, kaunya enak-enakan memberantaki ruangan ini dalam hitungan detik. Argh!" Angel mengacak-acak rambutnya. "Kalau kau bukan temanku, udah kubunuh kau sekarang juga," gumam Angel sambil mengambil selimut yang tergeletak di lantai. Ia memeluk selimut tersebut sambil menatap tajam kedua netra Andi.
"Cup-cup-cup. Kasihan amat hidup lo." Nandra menepuk pundak Andi pelan.
"Andi, besok lo yang beresin kamar ini. Sekarang, sebaiknya kalian tidur. Lihat, udah jam berapa ini?" Aliando menunjuk jam dinding berbentuk bundar putih yang tergantung di salah satu sisi kamar tersebut.
"Dengar tuh. Besok. Besok kau yang rapihin kamar ini. Lihat aja nanti kalau kau gak bersihin. Kubunuh kau!" ancam Angel sambil menunjukkan sebilah pisau dapur. Entah dari mana dan sejak kapan pisau tersebut ada digenggamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Misterius (PROSES REVISI)
Mystery / ThrillerKematian adalah akhir. Jika kematian telah menyapa, maka berakhirlah kehidupan. Namun, beberapa dari mereka yang telah mati memilih untuk menetap di dunia karena mereka tidak terima akan kematiannya atau karena ingin memenuhi penyesalan mereka. *** ...