Ara memperhatikan Gio yang kini mulai mengiris menjadi bagian demi bagian setiap usus dua belas jari sang laki-laki yang kini sudah terkapar tak bernyawa, perutnya sudah Gio acak-acakan sedemikian rupa. Jantung, usus, ginjal, sudah tercampur aduk tak beraturan.
Gio mengambil pisau didalam sakunya, seakan belum puas Gio mengarahkan pisau itu tepat pada mata kanan sang pria yang sudah mati tak bernyawa.
Ara menggeliat gemetar, tubuhnya tidak bisa bergerak bebas. Gio lupa akan janjinya! Janji untuk tidak membunuh orang! Terlebih, Ara melihat didepan matanya sendiri bagaimana Gio murka.
Gio melirik Ara, rupanya gadis itu tidak menutup matanya. Gio sendiri melupakan janji itu. Bagi Gio, siapapun yang menyentuh miliknya harus mati dengan cara menyakitkan.
Gio menaruh jari telunjuk tepat didepan bibirnya menyuruh Ara diam tak bergerak. Gio menutup kedua matanya agar Ara mengikuti apa yang Gio maksud, untuk menutup mata agar Ara tak melihat permainan Gio.
Ara menggeleng, menyuruh Gio berhenti atau Ara akan marah saat ini juga! Bagaimana bisa Ara memejamkan matanya sementara ia mendengar percikan darah yang mengalun didalam ruangan yang sunyi ini?
Gio menggedikan bahunya acuh, melanjutkan permainan yang sempat tertunda. Ujung pisau yang Gio genggam kini bergerak memutar mengikuti pola mata. Lalu dengan gerakan pelan, Gio mulai menekan pisau itu hingga benar-benar masuk sempurna kedalam mata, lalu Gio tarik dengan mudah.
Gio memegang kedua bola mata ditangannya, ia terkekeh saat melihat hasil karyanya yang sangat sempurna. Gio membuang kedua bola mata itu kelantai, menginjak menggunakan sepatunya hingga cairan dari bola mata itu keluar.
Gio melepas sarung tangannya, lalu membuang kesembarang arah.
"Gitu doang? Gak ada gitu scene dimana temennya dateng buat nolongin?" Gio mendengus sebal, cuman satu? Apa rasa!
Ara memberontak dari tempat duduk kayu, tangan Ara diikat kebelakang dengan mulut yang tersumpal kain. Gio terkekeh sebentar lalu menghampiri Ara. Membuka ikatan tali itu lalu melepas ikatan kain dibelakang kepala Ara.
Ara bediri, cukup pegal ia duduk semalaman dibangku tak diberi makanan. Namun itu semua teralihkan saat Ara memandang Gio dengan rawut wajah marah.
"Kamu ngelanggar janji!" Nafas Ara memburu, menatap Gio kecewa dengan sesekali melirik seseorang yang sudah terkapar dengan organ tubuh yang sudah tidak jelas bagaimana bentukkannya.
Gio mengernyit menatap Ara bingung. "Dia udah bikin kamu celaka dan kamu pikir aku diem aja?!" Ucap Gio tak kalah keras. Gio hanya tidak ingin kesayangannya terluka, si manis didepannya ini tidak boleh tergores sedikitpun.
"TAPI BUKAN MEMBUNUH!" Ara beteriak, membuat suasana sunyi sesaat. Gio menatap mata Ara lekat, jadi gadis itu benar-benar marah?
"Lalu kamu nyuruh aku untuk memaafkan mereka gitu saja?" Gio mengangkat dagunya, meminta Ara agar menjelaskan dengan terperinci apa yang Ara inginkan.
"IYA! Apa yang ada dipikiran kamu cuman membunuh, membunuh dan membunuh aja? Hah!" Suasana menjadi panas, selimut amarah sudah sepenuhnya Ara kuasai. Ara hanya tidak ingin Gio kembali mejadi seorang pembunuh.
"Bagaimana bisa Ara?!" Gio mendekatkan tubuhnya pada Ara, semakin lama Gio memajukan wajahnya tepat ditelinga Ara.
"Karena menurut kami, kalah berarti mati!" bisik Gio ditelinga Ara. Ara bergidik merinding.
Kata 'Kami' yang Gio maksud adalah orang yang memiliki jiwa psikopat, memiliki jiwa membunuh. Menurut mereka kata maaf berarti kalah, dan yang kalah harus mati!
KAMU SEDANG MEMBACA
しぬ SHINU (COMPLETED)
Mystery / Thriller❝Maaf berarti kalah, dan yang kalah harus mati!❞ Semua orang mengenalnya sebagai monster pembunuh. Namun bagiku, dia adalah sosok pelindung. Manusia pencabut nyawa itu terperangkap dalam prinsipnya sendiri. Akankan Adara dapat menaklukkan monster te...