MATP 29 [GRACIA POV]

6.6K 572 20
                                    

Happy reading!
~~

Hari ini adalah hari minggu, hari yang sangat dicintai oleh semua orang. Pagi hari ini aku terpaksa keluar rumah untuk berolahraga bersama kak Shanju karna ditarik terus menerus olehnya. Kita hanya berlari mengelilingi komplek rumah saja. Ralat, bukan kita tapi kak Shanju. Kak Shanju yang berlari dan aku hanya berjalan-jalan saja

Aku memutuskan untuk berhenti sejenak ditaman yang biasa aku dan dia kunjungi dulu. Dia.. Shani. Orang yang berhasil membuatku menangis setiap malam, orang yang berhasil menghilangkan selera makanku, orang yang berhasil mengacaukan hidupku karna kepergiannya

Sudah sangat lama dia pergi namun rasa ini tak berubah sedikitpun padanya. 5 tahun sudah berlalu sejak kepergiannya malam itu, malam dimana aku berlari seperti orang gila untuk mencegahnya pergi namun ternyata aku gagal. Sejak malam itu, aku tidak pernah merasakan apa itu hidup. Ah maksudku ragaku masih tetap hidup namun tidak dengan jiwaku, jiwaku telah mati. Aku tidak pernah merasakan kebahagiaan lagi setelah kepergiannya, aku tidak pernah tertawa lagi setelah kepergiaannya, hanya ada keheningan yang terdengar oleh telingaku dan hanya ada dia dipikiranku

5 tahun ini terasa sangat berat tanpa adanya Shani. Selama itu aku dengan setia menunggu dia kembali, namun apakah dia akan kembali? Bahkan aku sendiri tidak yakin. Aku bahkan tidak tau dia sekarang ada dimana dan aku juga tidak tau apa dia masih mencintaiku atau tidak. Menunggu hal yang tidak pasti itu melelahkan, sangat. Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggunya

Bisakah tuhan sedikit berbaik hati padaku? Aku sangat mencintainya bahkan setelah kepergiannya aku semakin mencintainya. Bisakah takdir kembali mempertemukan kita? Aku sangat merindukannya. Namun jika tuhan tidak mengijinkanku bertemu dengannya tidak apa, tapi aku mohon ijinkanlah aku bertemu denganmu. Aku lelah harus menjalani hidup seperti ini, mungkin kematian akan jauh lebih baik. Bahkan jika detik inipun aku mati, aku tak masalah. Karna tidak ada lagi yang berharga dihidupku, bukan?

Kak Shanju?

Dia sangat berharga bagiku. Namun jika aku mati sekarang, aku merasa tenang meninggalkannya karna sekarang ia sudah memiliki seseorang yang mampu menjaganya. Orangnya adalah kak Saktia. Aku bersyukur kak Shanju tidak keras kepala seperti dulu. Katanya dia lelah harus berpura-pura terus menerus menolak kak Saktia padahal hatinya menginginkan kak Saktia. Semoga mereka selalu bersama. Kak Shanju juga pernah bilang 'Maafin kakak dulu ga restuin kamu sama Shani. Harusnya kakak ngutamain kebahagiaan kamu bukan ego kakak, kakak minta maaf. Mulai sekarang kakak ga akan ngatur kamu lagi, kamu berhak menikmati kebahagiaan kamu sendiri'. Aku hanya bisa tersenyum saat mendengarkan perkataannya. Karna semuanya percuma, semuanya sudah terlambat. Bagaimana aku bisa menikmati kebahagiaanku sedangkan yang menjadi sumber kebahagiaanku telah pergi entah kemana

Mama?

Ohiya, setelah koma selama 2 bulan akhirnya ia siuman. Namun sayang semua ingatannya menghilang secara permanen akibat benturan keras pada kepalanya. Termasuk ingatan tentang anaknya, dia tidak mengenali kedua anaknya. Namun ada satu nama yang tidak ia lupakan. Jika ada seseorang yang mendekatinya, ia akan berteriak 'kamu Shani kan?! Jangan dekat-dekat! Pergi! Saya tidak bersalah, suami saya yang membunuh kedua orang tua kamu! Bukan saya! Pergi!!'. Dia selalu seperti itu, sangat ketakutan. Sampai akhirnya dia berlari ke jalan dan menabrakan dirinya. Dan kali ini nyawanya tidak tertolong

Anin?

Sahabatku? Tapi entahlah dia masih menganggapku seperti itu atau tidak. Aku belum mendengar kabarnya lagi, yang aku dengar dia sekarang sedang menuntut ilmu disalah satu universitas di Singapura. Dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikanya disana karna tidak mau dekat denganku. Dia selalu menemaniku saat kita masih duduk dibangku SMA. Setiap hari ia menghiburku dengan segala cara. Walaupun selalu gagal ia tidak pernah menyerah, aku kagum padanya. Bahkan beberapa kali ia kembali mengungkapkan perasaanya padaku. Namun jawabannya tetap sama, aku menolaknya. Anin tidak marah dengan hal itu, karna ia mengetahui hanya ada satu nama dihatiku yaitu Shani. Setelah kita lulus SMA, dia berpamitan untuk melanjutkan pendidikannya diluar negri. Aku ingin mencegahnya namun itu terdengar sangat tidak tau diri. Jadi aku hanya bisa merelakannya pergi. Aku sangat mengingat kata-kata terakhirnya sebelum ia pergi. Ia tertawa sambil mengucapkan 'Doain gw supaya berhasil move on dari lo ya! Gw juga bakal doain lo move on dari Shani. Jadi gw punya kesempatan lagi!'

Medicine and The Pain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang