Part 11 : Sabtu Biru Dokter Sofwan

150 5 2
                                    

        Sejak pertemuan temutatap yang bersifat kekeluargaan itu, jati diriku akhirnya terungkap, namun hanya didepan Bilal. Aku akui masih merasa canggung melewati semuanya dengan bermain kucing-kucingan dibelakang tante mia dan keluarga lainnya,especially untuk peranku sebagai Oriza. Meskipun aku tak akan tau respon apa yang akan diberikan tante Mia jika ia mengetehui dibalik orang yang menjaga dan menyayanginya 2 minggu kemaren itu adalah Aku.

            Setelah 2 hari berlalu, aku tak juga bertemu dengan Bilal, setelah pertemuan dirumahnya. Aku berencana akan menemuinya di tempat prakteknya, tanpa harus diketahui oleh dokter Sofwan. Detak jantung yang berirama untuk setiap pertemuan kami tak pernah lekang kurasakan. Tidak terkecuali hari ini. Aku bersemangat. Nyaris terlupa dengan tujuan utama dari langkahku setelah keluar dari rumah yang akan menuju tempat praktek Dokter Sofwan untuk berkonsultasi.

            Bersama mobil butut kesayanganku yang selalu jadi pilihanku, juga menjadi pendamping dan penyemangat dalam kediamannya sebagai benda mati. Sesekali ku ciumi stir mobilku, cukup aneh, namun aku mencintainya setelah aku mencintai mama dan sebelum aku mencintai Bilal. Cukup membahas si Butut kesayanganku. Mobilku akhirnya berada di parkiran rumah sakit. Dari jauh terlihat batang hidung Bilal yang sedang berdiskusi atau hanya bercengkrama dengan dokter Sofwan. Entah untuk apa dan membahas apa, kufikir bukan urusanku. Aku menatap kaca spion depan mobil dan berucap “smile… sexy ladies”. Aku mencoba berbalik lagi kearah mereka, berharap mereka sudah selesai dengan urusan yang sepertinya bukan hanya bercengkrama biasa saja ,wajahnya begitu serius terlihat dan ternyata aku benar jika aku mengambil kesimpulan dari mimik wajah tampan Bilal. Dokter sofwan sudah beranjak dari tempat tadi, Bilal memandang mobilku yang aku yakin dia pasti mengetahuinya. Ia berjalan menujuku, aku tersenyum genit. Denyut jantung melebihi batas detakan yang berarti aku masih merasakan cinta yang melimpah ruah. Senyum manisnya melebihi coklat berisi Almond. Dia semakin mendekat. Hatiku semakin tak bisa terkontrol lagi. Aku membuka kunci mobil yang sedari tadi kukunci. Masih membiarkan pintu mobil dalam keadaan tertutup. Setibanya di sisi pintu kanan depan mobilku, ia membuka pintunya dan tanpa kompromi mencium keningku. Aku tak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya bisa terdiam, dan menikmatinya. Aku benar-benar menikmati setiap detik bersamanya. Senyumnya, Sentuhnya, Tawanya, dan semua yang berhubungan dengan dia, semuanya nyaris tak ada cela.

            “ngopi yuk”, ucapnya sambil mengambil alih bagianku diposisi pengendara.

            “aku ada janji ma dokter Sofwan, Bil, sorry”, balasku tak mengiyakan ajakannya.

            “aku mau kamu bersamaku sejam ini, dokter ada operasi”, aku kalah, karena ia lebih mengetahui segala kegiatan dokter sofwan

            “lohh.. loh.. ngopinya nggak di depan aja , Bil?”, tanyaku

            “aku punya tempat baru, Sayang”, balasnya sambil mengucapkan kata… tunggu.. ia mengucapkan kata Sayang untuk pertama kalinya. Tiba-tiba aku ingin pingsan. Tidak. Aku ingin menampar saja diriku akan bisa tersadarkan dari mimpiku. Namun ini bukan mimpi. Ini nyata.

            “ok” aku terdiam.kegirangan namun tak terungkap. Seperti biasa.

            Di mobil kami tak melakukan apapun. Hanya memutar lagu lawas milik Sheila On Seven. Kami memang pengagum Duta and Friends. Musik yang Easy Listening dan karakter yang Low Profile alasan kami mengaguminya. Sesekali ia mengusap kepalaku dan secara bersamaan ada-ada saja barang yang kujatuhkan dari tanganku,mungkin gugup dan merasa canggung adalah imbas dari gerak gerikku diluar kendali ini.

            “akhirnya dah sampai, yuk”, bilal menurunkan diwarkop yang berarsitektur sangat cantik.

            “silahkan tuan puteri “, lanjutnya sambil membukakan pintu untukku

Conquer Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang