"Hallo, kenalin aku Y/n dari 10 IPA satu."
Kamu memerkenalkan diri di depan seluruh anggota PMR baik seangkatan maupun Kakak kelas. Ini adalah pertama kali kamu ikut organisasi, nggak heran kalau kamu gugup banget di suruh perkenalan.
"Sebelumnya pernah ikut PMR nggak di SMP?" tanya salah satu Kakak kelas.
Kamu menggeleng pelan, lalu terdengar bisik-bisik. Sejak awal masuk ruangan ini, kamu udah ngerasa nggak nyaman sama orang-orangnya. Kayaknya keputusan kamu kali ini salah deh.
"Motivasi ikut organisasi ini apa?"
"Karena S--" kalimat kamu terhenti, nggak mungkin dengan konyolkan kamu jujur kalau motivasi kamu pengen ikut PMR cuma karena nggak suka lihat ada cewek lain ngobatin Soobin yang luka karena futsal. Bisa-bisa jadi bahan hujatan satu sekolah. "Saya pengen." sambung kamu, lalu menghela napas.
"Pengen? Jadi niat kamu cuma buat ngisi waktu luang? Bukan karena emang bener-bener pengen jadi relawan?"
"Ha? Eh, bukan gitu Kak."
"Terus?"
Kamu mulai kesal karena kesannya disudutkan, padahal tadi saat yang lain perkenalan pertanyaannya tidak sebanyak ini. Kebanyakan cuma nanya asal sekolah dan alamat, atau bahkan nomer WhatsApp. Tapi kenapa kamu diputer-puter gini?
"Saya niat belajar, Kak. Kan semua dimulai dari pengen. Saya join nggak terpaksa kok, pengen mengenal PMR lebih dalam, soalnya PMR kayak pahlawan waktu ada keadaan darurat." jawab kamu asal, untung saja kamu pernah baca artikel tentang PMR yang membahas persamaan anggota PMR dengan hero yang datang saat benar-benar dibutuhkan.
"Bukan karena pengen dapet tempat teduh waktu upacara?" sahut satu Kakak kelas lagi, tangan kamu sudah terkepal di samping badan, tapi kamu mencoba mengembangkan senyum.
"Kalau saya pengen berteduh bisa langsung ke UKS dengan pura-pura pingsan atau pura-pura sakit. Tapi saya nggak pernah ngelakuin itu, kecuali senin kemarin, saya benar-benar sakit sampai pingsan. Salah satu yang bikin saya pengen join PMR karena mereka dengan sigap nolongin waktu saya pingsan, cuma orang-orang dengan kepedulian tinggi yang mau ngelakuin itu, padahal temen-temen di dekat saya pada mgelihatin doang."
Kamu menghela napas, "Saya mohon bimbingannya karena ini pertama kali saya ikut organisasi seperti ini, maaf jika ada kata yang kurang berkenan, saya rasa perkenalannya cukup."
Setelah mengatakan itu, kamu keluar dari ruangan tanpa pamit atau basa-basi dulu. Rasanya kekesalan kamu sudah di ubun-ubun, lebih baik pergi daripada meledak di dalam ruangan itu.
Ini yang membuat kamu tidak pernah bergabung dengan organisasi apapun sejak SMP, karena kamu nggak suka sama Kakak kelas yang selalu seenaknya seperti itu.
Tidak semua Kakak kelas seperti itu, tapi kebanyakan. Merasa mereka senior dengan dalih mereka sudah pernah melalui saat-saat itu dulu waktu menjadi anggota baru, bukankah itu namanya balas dendam?
Padahal sistem balas dendam seperti ini sudah ditetapkan pemerintah untuk dihapuskan, salah satu penerapan paling sadis ada saat masa pengenalan lingkungan sekolah. Kamu benci pada OSIS karena hal itu, mereka sok berkuasa padahal hanya sembunyi di balik jas almamater OSIS dan perlindungan guru. Makanya sok.
Dan sepertinya kamu tidak akan melanjutkan ini, cukup, hari pertama dengan kesan awal yang sudah membuat kamu meradang. Rasanya konyol jika kamu melanjutkan, bahkan tidak yakin akan betah masuk beberapa kali latihan saja.
"Y/n?"
Kamu menoleh saat mendengar ada yang menyerukan namamu, Lia berjalan mendekat dengan wajah sok polosnya.
"Kamu kenapa?" tanyanya, sok kalem.
Kamu buang muka, "Nggak apa-apa, nggak usah peduliin gue." ucap kamu, judes.
Lia menggeleng, "Kamu tiba-tiba keluar nggak bilang apa-apa, aku takut kamu marah ke Kakak kelas itu. Maafin mereka ya? Kakak kelas kayak gitu bukan karena mereka berniat bikin anggota baru down, tapi--"
"Nunjukkin kalau mereka senior? Mereka lebih berpengalaman?" kamu berdecak, "Basi. Cara klasik yang cuma dipakek orang-orang nggak berkembang."
Lia tampak terkejut mendengar penuturan kamu, dia menghela napas, nepuk pundak kanan kamu.
"Aku tau kamu bicara kayak gini karena sedang kesal, ini pertama kali buat kamu, dan aku ngerti gimana rasanya. Aku juga pernah gitu, bahkan sampai ngumpatin Kakak kelas." Lia terkekeh, noleh ke kamu.
Kamu yang sempat natap Lia, langsung buang muka. Dia memang pinter banget nyari muka dengan sok perhatian, pantes Soo-- ah, sial! Licik banget.
"Tapi kamu lebih berani daripada aku, soalnya dulu aku beraninya di belakang doang, kalau di depan mereka yang takut-takut kayak gini." sambungnya.
Kamu tidak tertarik dengan ocehannya, tapi Lia malah melanjutkannya, menceritakan awal dia join PMR dan alasannya join.
"Kakak kelas yang itu menginspirasi banget, sayang dia nggak satu sekolah sama aku." Lia natap kamu, "Bukannya alasan aku lebih nggak masuk akal kan dari alasan kamu tadi? Aku join PMR karena Kakak kelas yang aku taksir di SMP dulu juga join PMR. Awalnya sih cuma karena pengen sering ketemu, eh lama-lama nyaman juga di PMR."
Lia nepuk pundak kamu, membuat kamu mau nggak mau langsung natap dia, "Aku mau bantuin kamu buat adaptasi sama organisasi PMR, aku bakal ngenalin kamu sama kegiatan-kegiatannya dan bikin kamu betah. Aku jamin deh bakal seru."
Sebelah alis kamu terangkat, menatap Lia dengan tidak yakin. Tapi sejak tadi cewek itu tetap memasang senyumnya, senyum yang seolah menyatakan ia benar-benar tulus mengatakannya.
"Ingat. Mulai sekarang, kamu teman aku dan aku teman kamu. Kalau kamu butuh bantuan, datang ke aku ya. Lia dari kelas IPA tiga."
.
.
.
Tbc~
MunLovea
Rabu, 15 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Kelas - Choi Soobin [99-00L Imagine] [SELESAI]✔
Fanfic[IMAGINE PROJECT] Suka sama temen sekelas? No!! bukan gue banget - You Awas karma! - Human Buku 1 [Lengkap] Buku 2 [Lengkap] #1 Yn [15-07-2022] ⚠️ Imagine ⚠️ Pasangan di cerita ini murni untuk kepentingan cerita ⚠️ Apa pun yang ada di dalam cerita...