3

325 60 19
                                    

.

Seharian Jiyeon bergelung dikamar, yang dikatakan Jisung tidaklah bohong jika Jiyeon harus ikut dengan ibunya, hanya saja kali ini Jiyeon menolak,  mengatakan jika dirinya sedikit demam, tentu saja Jiyeon berbohong. Terlalu malas jika mengingat akan banyak pertanyaan dari teman-teman ibunya, bahkan tak jarang mereka yang mengusulkan untuk menjadikan Jiyeon menantunya, jika ibunya mengatakan ya makan sebuah perjodohan takan terelekan. Kepala Jiyeon pening jika mengingat hal seperti itu.

Jiyeon bangkit, dan duduk bersila. Memainkan ponselnya dengan bosan, beberapa pesannya yang terkirim pada Jin belum satupun yang terbalaskan. Jiyeon meyimpan ponselnya kembali.

Jiyeon terdiam beberapa saat, menatap arah pintu kamarnya yang diketuk beberapa kali. Siapa yang berani mengganggu waktunya, Jiyeon mendiamkannya tak berniat membukanya. Namun, alih-alih suara ketukan itu menghilang justru suara ketukan kembali terdengar, "aku sedang tidak ingin diganggu" Jiyeon berteriak, kembali suara ketukan terdengar "kyaa..aku bilang a –"

Jiyeon tidak melanjutkan ucapannya, pintu yang terlanjur terbuka menampakan seseorang di ambang pintu, menatapnya dengan tatapan yang nyaris dingin juga tajam. Jiyeon menghela nafasnya, kemudian mengalihkan tatapannya.

"tebakanku tidak pernah salah, jika kau tengah bermalas-malasan."

Jiyeon mendengus mendengar ucapannya, kemudian menanyakan apa yang membawa Sehun datang secara tiba-tiba kerumahnya.

"kau tidak masuk sekolah, aku pikir itu karena semalam aku –"

"lupakan" Jiyeon menyela. Ia menatap Sehun "anggap itu tak pernah terjadi."

Sehun mengernyit mendengarnya, ia berjalan masuk membiarkan pintu kamar Jiyeon kembali tertutup, Sehun duduk pada kursi belajar Jiyeon. Sehun tersenyum keci kearah Jiyeon.

"baiklah," Sehun menjeda, tangannya mengambil boneka beruang kecil dari atas meja belajar Jiyeon, nama Jin tertera pada kalung boneka itu "aku tidak perlu merasa bersalah jika seperti itu."

Jiyeon diam kemudian menghela nafasnya pelan, merangkak maju kemudian turun dari tepat tidurnya, mengambil barangnya dari tangan Sehun.

"aku akan menerima permintaan maaf mu, jika kau melakukannya," ungkapnya kemudian berjalan kearah jendela kamarnya, ia mengusap pelan bonekanya degan ibu jarinya.

"aku tidak akan melakukannya"

Jiyeon mendengus, menatap kearah taman kecil tepat di seberang bawah kamarnya. "kau memang tidak pernah melakukannya."

"kau tahu, aku tidak akan pernah menyesali apapun."

"Egomu terlalu tinggi," dengan nada setengah mencibir Jiyeon mmbalas ucapan Sehun.

Jiyeon menarik sudut bibirnya, beralih menatap Sehun. Beberapa saat keduanya beradu tatap. Jiyeon mengalihkan tatapannya, saat mendengar deru mobil. Ibunya sudah kembali.

"ibumu?" Sehun bertanya, ia mendekati Jiyeon untuk bisa melihat siapa yang baru saja tiba. "sepertinya aku harus pulang" ucapnya tanpa melihat Jiyeon.

Jiyeon mengangguk, meminta Sehun untuk berhati-hati. "sampai jumpa besok" sedikit berseru, karena Sehun yang sudah terlanjur keluar dari kamarnya.

***

Sehun menunggu pintu yang masih tertutup itu, hingga beberapa menit kemudian pintu itu terbuka, menampilkan seorang perempuan yang terlihat imut. yang dikunjungi sempat menampilkan wajah terkejutnya kemudian diam untuk beberapa saat.

"kau datang?" perempuan itu bertanya, "aku pikir kau tidak akan datang setelah ibu mu –"

"boleh aku masuk?" Sehun menyela dengan pertanyaannya, ia menatap ruangan dibelakang gadis itu berdiri. Hingga beberapa detik kemudian gadis itu mengangguk, menggeser tubuhnya, membiarkan Sehun masuk lebih dalam apartemennya.

To Be FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang