Untuk pertama kalinya setelah bersekolah selama dua hari di SMA Garda Nusantara, Leo kembali pada kebiasaan buruknya, datang terlambat. Sebenarnya niat Leo tidak begitu, ia hanya ingin datang tepat saat bel masuk berbunyi. Namun, tebakannya kali ini meleset, ia telat dan lebih parahnya lagi Bu Eulis sedang bertugas piket. Untuk itu, sekarang ia sedang berhadapan dengan Bu Eulis yang sedari tadi sudah berkhotbah.
Apes banget nasib Leo pagi begini sudah bertemu dengan Bu Eulis. Di ruangannya pula.
"Leo, kamu ini anak baru loh. Bisa-bisanya datang terlambat," ucap Bu Eulis masih mencoba sabar.
Leo hanya memutar matanya malas. Kemarin, ia sudah mencoba untuk bersikap baik dan menjadi murid yang penurut di depan Bu Eulis. Namun, sepertinya hari ini ia sudah tidak bisa menerapkannya karena ia sudah tidak tahan untuk itu. Meski berkali-kali Adrian mengatakan agar ia tidak kembali berbuat ulah, -bahkan Leo masih mendengarnya tadi pagi ketika sedang sarapan-tetap saja ia tidak bisa.
"Ibu harap hari-hari berikutnya kamu tidak terlambat lagi. Silakan keluar dan berdiri di depan tiang bendera bersama yang lainnya," titah Bu Eulis, "Kalau kamu membantah, Ibu langsung memberikan kamu poin" lanjutnya. Bu Eulis menolerir Leo. Namun, ia akan membuat Leo beradaptasi dengan lingkungannya secepat yang ia bisa.
SMA Garda Nusantara memang menerapkan sistem poin. Sekolah akan memberikan poin bagi murid yang melanggar peraturan, batas poin paling akhir adalah dua ratus dengan kurun waktu tiga tahun. Jika tetap melanggar biasanya orang tua murid dipanggil ke sekolah. Cukup ketat, tapi mampu membuat murid-murid taat.
"Permisi, Bu," pamit Leo langsung ke luar dari ruangan Bu Eulis.
Salah satu alasan mengapa dari awal ia tidak ingin bersekolah di sini karena Leo tau SMA Garda Nusantara tidak semudah yang ia bayangkan. Dengan diterapkan sistem poin, Leo tidak bisa berbuat banyak seperti saat masih bersekolah di sekolah lamanya. Namun, ia masih bersyukur karena tidak perlu menunjukkan bahwa ia adalah cucu dari pemilik yayasan di sekolah ini. Itu adalah salah satu persyaratan yang ia ajukan pada Adrian sehingga Leo menyetujui untuk menempuh pendidikan di sini.
Dengan langkah gontainya Leo berjalan menuju lapangan, ia bisa melihat beberapa murid sudah berbaris rapi dan sudah ada Bu Ira di sana.
"Maklum, Bu. Saya baru sampai jam 3 pagi karena pesawatnya delay. Ini aja masih ngantuk, tapi saya bela-belain ke sekolah," ucap Laki-laki di sebelah Leo yang tidak ketahui namanya.
"Peraturan tetap peraturan, Abi. Laksanakan saja daripada nanti dapat hukuman lebih berat dari Bu Eulis. Belajar menjadi pribadi yang bertanggung jawab dengan segala risiko," ucap Bu Ira dengan bijak.
"Loh, Leo juga telat?" tanya Bu Ira ketika mendapati Leo berdiri tegak di sisi Abi. Sedang Leo hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Kok bisa telat, Le?" tanya Bu Ira.
Leo hanya mengusap tengkuknya yang tak gatal ketika menatap ke samping kanannya dan mendapati dua pasang mata tengah menatapnya penasaran. "Kesiangan, Bu."
"Anak baru ya, Bu?" tanya Abi penasaran.
"Iya," jawab Bu Ira. "Ya sudah kalian di sini dulu sampai jam pelajaran pertama selesai," lanjut Bu Ira.
"Yah Bu, padahal kita telat cuma 2 menit masa nggak diizinin ikut belajar."
"Kalau telat ya telat, Ibnu. Sudah-sudah jangan banyak nego sama Ibu, nggak akan mempan," ucap Bu Ira.
"Ayolah, Bu. Selamatkan kita, kali ini aja. Mata saya udah sepet banget ini. Mau tidur aja di kelas," keluh Abi.
"Bi! Kok lo ngomong gitu sih, ketauan kan niat kita nggak mau belajar," ujar Iben ketika menyadari ucapan Abi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOUBLE L
Teen FictionPemberontak. Sekiranya itulah kata yang pantas untuk menggambarkan seorang Leonardo Xaviero Rajendra. Laki-laki yang terkenal jauh dari kata basa-basi itu paling tidak suka dikekang dan diatur. Hidup dibeda-bedakan membuat Leo keras kepala dan tak...