4. Kerja Sama

61 4 0
                                    

Pintu rooftop terbuka lebar.

Lebih tepatnya, pintu itu jatuh dan rusak. Dari arah jatuhnya, sepertinya benda itu didobrak dari luar. Apa ada orang di rooftop?

"Kau mencari sesuatu?" Ujar suara di belakangku.

Yohan.

Yohan mendekat ke arahku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yohan mendekat ke arahku. Tampangnya berantakan. Wajah dan baju seragamnya bernoda darah. Dia menatapku dengan tatapan curiga. Yohan yang kutahu selalu cengengesan dan tersenyum padaku. Yohan yang sekarang, aku seperti tidak mengenalnya.

"A-aku ke sini untuk mencari udara segar. Kau kenapa bisa ada di sini?" Aku tidak pernah melihatnya di bawah. Jadi kenapa sekarang dia baru muncul?

"Aku ada bersamamu di lapangan. Tapi aku lari ke sini untuk melihat suasana di luar karena mereka menutup semua akses pintu masuk. Lalu aku ketiduran di sini entah untuk berapa lama, saat aku terbangun pintu rooftop sudah terkunci. Aku penasaran siapa yang mengunciku? Butuh waktu lama untuk bisa mendobrak pintu sialan ini."

Kenapa aku merasa dia mencurigaiku? Nada bicaranya seperti menyudutkanku.

"Jadi?"

"Jadi?" Tanyaku bingung. Seakan baru paham maksudnya, aku buru-buru mengoreksi. "Aku baru naik ke rooftop sekarang. Kami dipaksa membersihkan lantai satu dan dua dan aku muak melihat darah, jadi aku naik ke sini untuk mencari udara segar. Itu saja."

Yohan menaikkan sebelah alisnya. "Membersihkan lantai satu dan dua? Apa mereka sudah gila?"

"Tidak ada pilihan lain."

"Arya, situasi sekarang membuatku bingung, dan aku tidak bisa mempercayai siapapun. Bisakah kau kupercaya?"

Aku ingin mengoreksinya lagi. Seharusnya aku yang bertanya begitu padanya. Yohan mengaku ada di lapangan bersama kami tadi, tapi aku tidak melihatnya. Memang bisa saja aku kelewatan karena situasi tadi sangat kacau, tapi tetap saja.. aneh. Dan dia tidur di rooftop sementara pacarnya ketakutan di bawah?

"Selama kau juga bisa kupercaya." Jawabku akhirnya. "Kau mau turun dan melihat situasi di bawah?"

Yohan menghela nafas, dengan berat hati dia mengikutiku turun.

"Kau sudah mengambil tasmu?" Tanyanya ketika dia menyadari aku membawa ranselku. Aku hanya mengangguk sebagai respon.

Kami kembali ke lantai dua yang sekarang sudah sepi. Rata-rata orang turun ke kantin di lantai satu untuk makan.

"Kita diperbolehkan makan di kantin. Kau tidak mau makan?" Ujarku, karena sepertinya Yohan tidak tahu informasi ini.

Yohan menggeleng. "Lebih baik aku bersih-bersih di sini daripada makan. Apa kau masih punya nafsu makan setelah kejadian hari ini?"

Tadinya tidak. Tapi sekarang perutku bunyi. Kurasa aku mulai lapar. Yohan yang mendengar suara perutku lantas tertawa. Ah, kurasa Yohan yang biasanya telah kembali.

Aku membuka tasku dan mengeluarkan kotak bekal yang disiapkan ibu pagi ini. Paling tidak, aku ingin makan masakan ibu untuk terakhir kalinya. Tunggu, kuharap ini bukan yang terakhir kali. Tak urung aku kembali mengkhawatirkan ayah dan ibu.

Semua orang telah kembali dari kantin dan kami mulai bersih-bersih lagi kira-kira selama satu jam lamanya sebelum akhirnya suara pak Hendra dari sentral kembali terdengar.

"Pengumuman, bagi murid-murid yang sekarang berada di lantai satu dan dua, saya harap kalian membentuk kelompok kecil. Karena satu lantai ada sepuluh murid, bentuk dua kelompok yang berisi masing-masing lima orang. Kelompok-kelompok ini bertugas jaga malam. Kalian tentukan sendiri jadwalnya dengan kelompok lain."

Aku dan July otomatis menjadi satu kelompok. Kami juga satu kelompok dengan Theia dan Yohan karena mereka adalah pasangan dan aku mengenal keduanya. Satu orang lagi adalah murid laki-laki kelas dua belas yang kebetulan berada dekat dengan kami saat membentuk kelompok.

"Kalian bisa memanggilku L." Ujar laki-laki itu saat Yohan menanyakan namanya.

Sekitar jam setengah tujuh malam, kami kembali dikumpulkan di lapangan indoor. Para guru memberi instruksi bahwa kami bisa tidur di ruang-ruang kelas yang sudah dibersihkan, dan tidur dengan kelompok masing-masing.

"Kami akan berada di ruang guru jika kalian memerlukan sesuatu." Ms. Wahyu yang bicara. "Kalian putuskan ketua kelompok kalian, saya akan beri kunci cadangan ruangan-ruangan di sekolah. Ketua kelompok bertanggung jawab atas kunci ini."

Kami memutuskan July sebagai ketua kelompok. Kelompok kami mendapat kunci untuk kelas yang akan kami pakai untuk tidur, toilet perempuan di lantai dua, dan perpustakaan.

"Kita bisa tidur hari ini, kelompok yang lain yang akan jaga malam." Ujar July pada kami saat kami dibubarkan dari lapangan indoor. Untuk tidur, kami akan menempati kelas XI-A1 di lantai dua yang adalah kelasku dan July.

+++

Seharusnya tugasku sekarang mengambil matras di gudang olahraga, tapi aku menyempatkan diri ke toilet di lantai tiga untuk membasuh diri. Toilet di lantai tiga adalah satu-satunya toilet yang memiliki shower karena digunakan murid-murid untuk mandi setelah pelajaran olahraga.

Aku melihat pantulan diriku di cermin. Berantakan. Aku hampir tidak bisa mengenali diriku sendiri. Aku melepas seragamku dengan frustasi dan kucuci agar aku tidak lagi melihat noda darah di baju itu. Untuk sementara, aku memakai seragam olahraga yang memang selalu kusimpan di loker.

Selesai mandi, aku mengambil matras bersama "L" yang ternyata pelit bicara. Kami tidak bicara sepatah kata pun bahkan sampai kami kembali ke kelas.

"Kenapa kita diberi kunci cadangan ini?" Ujar Yohan sambil memainkan kunci-kunci di tangannya yang seharusnya ada pada July.

"Karena kita harus jaga malam. Kita bisa memeriksa ruangan-ruangan yang lain, dan tentu untuk mengunci kelas ini waktu kita pergi." Jawab July.

Yohan tertawa sinis. "Aku tidak mengerti apa yang harus kita periksa. Apa mereka pikir akan ada hantu atau semacamnya? Akses semua pintu di sekolah ditutup, tidak ada yang bisa keluar dan masuk. Kunci pintu masuk tetap dipegang para guru."

"Maksudmu kita harus mencurigai para guru?" Theia yang menyahut.

"Kita harus mencurigai semua orang." Balasnya sambil menatap tajam ke arah kami.

Saat malam mulai larut, aku tidak bisa tidur. Matras yang dijadikan alas tidur terlalu keras, dan tidak ada benda yang bisa kupakai sebagai selimut. Aku tidur memeluk ranselku tapi tetap saja rasanya tidak nyaman. Aku pun menyelinap keluar ditengah yang lain sedang tidur.

Saat berhasil keluar tanpa ada satupun yang melihatku, aku berjalan menuju ruang UKS dengan takut-takut, entah apa yang kutakutkan. Lorong yang gelap? Hantu? Mengingat banyak sekali orang yang tiba-tiba meninggal di gedung ini, aku tidak akan heran jika detik ini aku melihat hantu. Sebelum aku semakin merinding, aku mempercepat langkahku.

Aku membuka pintu UKS dan tidak melihat orang di dalamnya. Di UKS ada dua ranjang. Apa aku akan tertangkap kelompok yang jaga malam ini jika aku tidur di sini? Apa aku akan dilaporkan? Kuputuskan untuk tidak peduli. Memang kedengarannya egois, tapi aku butuh tidur dengan nyaman setelah semua yang terjadi hari ini.

Saat aku membuka tirai ranjang, aku menghembuskan nafas lega. Di sini ada selimut dan kasur yang jauh lebih empuk daripada matras-matras di bawah. Bahkan aku bisa tidur dengan bantal yang sesungguhnya. Tanpa berpikir panjang lagi, aku mulai tiduran di atasnya.

"Ada orang ya?"

Aku terlonjak. Suara itu datangnya dari sebelahku. Aku membuka tirai pemisah ranjang dan kaget mendapati ada orang di sana.

"L?"

+++

Suspicious NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang