Susu Anakku

113 5 0
                                    

"Bang, beras kita habis, susu si bungsu juga tinggal sedikit, siang ini habis kayaknya."

Demikian kata-kata istri Herman lirih, namun terasa menghunjam deras ke relung hatinya.

Herman tak menjawab. Dia teguk kopi pahit encernya hingga tersisa ampas.

Kemudian, dia rogoh saku jaket ojolnya.

"Ini cuma ada sisa uang 20 ribu, Dek. Adek belilah beras sekilo aja dulu. Sepuluh ribu sisanya abang pakai untuk beli bensin motor. Lumayan dapat satu liter untuk narik pagi sampai siang nanti."

"Mudah-mudahan hari ini hasil narik dapat banyak, dan selepas Dzuhur nanti Insha Allah Abang pulang membawa susu untuk dedek bayi."

Istri Herman hanya mengangguk pelan seraya mengambil sepuluh ribuan lecek yang di sodorkan suaminya.

Herman pun segera menuntun motornya turun dari teras, lalu menaikinya. Siap-siap berangkat ngojol.

"Semoga berangkat narik pagi-pagi membawa berkah," batinnya.

"Bang, hati-hati di jalan, ya. Jangan lupa, kalau sudah dapat uang cukup, segera beli susu dulu dan antarkan pulang. Kasihan kalau si dedek kehabisan susu nanti." ujar istri Herman dengan wajah murung.

Sebenarnya dia merasa iba harus membebani suaminya. Tapi, apa mau dikata. Laparnya perut dewasa bisa diajak kompromi, namun kebutuhan susu bayi jelas tak dapat ditunda.

Gantian Herman yang mengangguk pelan.
Tanpa berkata-kata lagi segera dia tarik gas motornya.

Sepanjang perjalanan menuju tempat biasa mangkal, Herman dilanda kegalauan.

Sebenarnya dia tidak terlalu yakin siang nanti bisa pulang membawa susu. Harga susu formula bayi sangat mahal untuk ukuran keadaan ekonominya sekarang. Sementara, hasil dari ngojol belakangan ini sulit dipastikan.

Ngojol terasa semakin berat karena jumlah pengemudinya sudah sangat banyak. Ojol benar-benar jadi tumpuan nafkah bagi para pengangguran dan korban PHK yang dari hari ke hari jumlahnya semakin menggila.

Belum lagi orang bekerja, juga banyak yang menjadi pengemudi ojol demi tambahan penghasilan. Alhasil, pendapatan dari ngojol pun tidak bisa terlalu diharapkan.

Jika sedang mujur, kadang memang bisa dapat uang hingga 200 ribu sehari. Namun, jika sedang sepi, meraup 40 - 50 ribu saja sangat sulit.

Dan, hari ini Herman ternyata sedang tidak beruntung. Dari pagi hingga menjelang matahari di atas ubun-ubun, dia hanya mendapatkan 5 orderan jarak dekat, dengan ongkos masing-masing 6 ribu rupiah.

Sialnya, kelima penumpangnya itu tidak membayar cash, tapi dengan aplikasi dompet elektronik.

Sehingga, belum sepeser pun dia memperoleh uang tunai. Hasil pembayaran penumpang dengan dompet elektronik  total 30 ribu rupiah memang masuk langsung ke rekeningnya. Namun tidak bisa ditarik. Karena penarikan di ATM hanya bisa dilakukan kelipatan 50 ribu. Sementara, saldonya cuma 30 ribu.

Herman semakin galau. Dia belum memegang uang serupiah pun. Sementara bensin motor hanya tersisa sedikit. Dia tidak bisa lagi melanjutkan narik.

Dalam lamunan, terbayang tangis bayinya yang kehabisan susu dan istrinya yang kehilangan akal menghentikan tangisan itu.

Dalam hati dia menyesali, kenapa sekarang para pengguna ojol selalu membayar dengan dompet elektronik. Sehingga, pengemudi tidak memperoleh uang sama sekali kalau hasil mereka narik tidak melebihi 50 ribu.

Padahal, dulu, ketika para penumpang mayoritas masih membayar cash, setidaknya pengemudi bisa memperoleh uang tunai di tangan mereka meski orderan tidak banyak.

Masih ditambah lagi uang tip dari penumpang yang jumlahnya lumayan. Penumpang selalu melebihkan pembayaran dari tarif seharusnya. Setidaknya dari uang kembalian yang tidak diambil. Bahkan, kadang ada yang membayar lebih hingga 5 - 8 ribu rupiah.

Sedangkan, dengan dompet elektronik, penumpang jarang memberi tip.

Herman merasa kondisi ini hanya menguntungkan pengusaha ojol dan para pengelola aplikasi dompet elektronik. Sementara, para pengemudi, diperas habis-habisan dan semakin tak berdaya.

Tanpa sadar, matanya berkaca-kaca. Sedih, karena istrinya kembali terpaksa memberi bayi mereka air nasi sebagai pengganti susu.

Sebuah angkot berhenti tepat di depan Herman. Suara dentuman musik berpenguat subwoofer dari angkot itu membuyarkan lamunannya.

Sebuah lagu lawas berjudul "Kehidupan" dari band rock legendaris Indonesia, Godbless, terdengar menghentak.

.. seribu satu problema ..
.. menyesak di dalam dada ..
.. (apa itu) susu anakku ..
.. (a apa itu) ..

.. tak kau hiraukan mereka ..
.. walau mereka walau walau walau ..
.. (walau apa) walaupun lapar ..
.. (walau apa) ..

*****

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang