Sudah sejak pertama kali bertemu di angkot aku terpukau oleh pesonanya. Ketika itu, aku berangkat sekolah lebih awal. Seperti biasa, aku naik angkot di perempatan mesjid. Angkutan umum itu masih kosong, aku penumpang pertama.
Ketika angkot berhenti di depan puskesmas, naik seorang cewek berseragam SMA. Wajahnya terlihat polos, khas gadis remaja, dengan potongan rambut lurus sebahu dan berponi. Amat lugu kesannya.
Dalam arti sebenarnya, wajahnya juga benar-benar polos. Sama sekali tidak terlihat ada sapuan bedak. Namun, itu tidak mengurangi daya tariknya. Justru kulit wajahnya yang mulus cerah jadi terlihat jelas.
Dia memilih duduk di ujung bangku bagian depan, persis di belakang sopir. Sedangkan aku, duduk di bangku seberangnya, namun di ujung paling belakang.
Aku tidak bisa mengetahui anak SMA mana dia. Karena, dari posisiku duduk, label SMA di lengan nya tidak terlihat.
Dilihat dari warna seragamnya yang masih sangat cerah, sepertinya dia baru saja masuk SMA, masih kelas satu. Terlihat beda dengan warna seragamku yang agak pudar karena sudah lebih setahun dipakai.
Dia terlihat kikuk hanya berdua saja dengan seorang cowok di angkot. Akupun sebenarnya tak kalah kaku. Karena, dasarnya aku juga seorang pemalu. Apalagi pada lawan jenis.
Jika cowok lain yang berada dalam posisiku sekarang, pasti sudah mengajak cewek manis ini berkenalan dan segera bisa ngobrol asik sepanjang perjalanan. Tapi, tidak denganku. Aku jelas tidak punya nyali untuk bisa seperti itu.
Berkali-kali kuamati dia dengan sudut mata, karena memang sebatas itu keberanianku. Dia terlihat hanya menekur dan sesekali melihat ke arah depan. Seolah sangat berusaha menghindari bertemu pandang denganku.
Akhirnya, tak terjadi apa-apa sepanjang perjalanan angkot yang penumpangnya cuma kami berdua, itu. Aku hanya diam, dan dia pun asik dengan pikirannya sendiri.
Tiga puluh meter menjelang sampai di depan sekolah, aku hendak berteriak meminta angkot berhenti.
Tapi, rupanya cewek itu mendahului, "kiri Bang!" serunya lirih. Sang sopirpun menghentikan laju angkotnya.
"Astaga, ternyata dia satu sekolah denganku. Dia adik kelasku," tetiba hatiku girang. Entah kenapa, ada rasa aneh menyelusup ke relung hatiku.
Demikian awal aku bertemu dia. Hari-hari selanjutnya, tiap berangkat sekolah, aku selalu berharap bisa seangkot lagi dengannya. Tapi, aku tidak pernah lagi beruntung. Berulang kali aku geser-geser jam berangkat, tetap tidak pernah lagi bertemu dia.
Padahal, jika bertemu lagi, aku sudah bertekad akan memberanikan diri untuk setidaknya berkenalan atau bertanya di mana ruang kelasnya.
Herannya, selama di sekolah, aku juga belum pernah sekalipun melihatnya. Di mana dia saat jam istirahat? Kenapa aku tidak pernah bertemu dia di kantin, di perpustkaan, atau di musholla? Kemana saja dia?
Aku benar-benar menyesali kejadian di angkot itu. Mengutuk diri karena tak berusaha sekedar tahu siapa namanya. Lantas, bagaimana aku bisa menemukannya sekarang?
Bertanya pada teman-temanku, jelas tidak mungkin. Bagaimana caranya? Aku tidak punya informasi spesifik apapun tentang dia.
"Eh, kalian kenal gak, ada anak kelas satu, cakep banget, dengan rambut sebahu dan berponi?"
Tidak mungkin, kan, aku bertanya seperti itu? Karena, banyak adik kelas dengan ciri demikian.
Tapi, sebenarnya, walau punya informasi pun, aku jelas tidak akan berani bertanya pada teman-teman. Aku takut jika ketahuan sedang naksir seorang adik kelas.