Pindah

7 4 0
                                    

"Bun Ira gak mau pindah, Ira mau disini aja sama ateu. Kalo bunda, ayah sama abang mau pindah, pindah aja aku gak mau," rengek Ira pada sang bunda.

"Gak ada penolakan! Semua udah di putusin sama ayah, dan disana juga kamu udah di daftarin ke sekolah baru yang lebih bagus dan besar. Udah ah sekarang dari pada kamu ngerengek yerus mending kemasin barang-barang kamu, lusa kita berangkat," jawab sang bunda dengan nada tegas.

"Hah lusa?! Kok mendadak banget sii bun?!" tanya Ira.

"Itu udah keputusan ayah! Sekarang menung kamu bobo, besok sekolah."

Setelahnya Ira tampak tak henti menggerutu. Dia sangat kesal, kesal bukan main. Pasalnya baru di beritahu sekarang untuk pindah, dan akan pindah dua hari setelahnya. Bagaimana reaksi sahabat dan pacarnya? Ira pun langsung membuka ponsel nya dan mengirimkan pesan di grup kelas nya.

[Hei!]

[Ada apa Ra? Tumben malem-malen gini koar,] balas teman sebangkunya--Andin.

[Gue mau pindah besok lusa:(]

[What?! Yang bener aje lu, ngga lucu becandalu,]

[Boong lu yak?!]

[Huaaa kenape lu mau pindah?! Perasaan utang gue ke elu udah lunas deh huaaa kalo ga ada elu siape yang mau nabok gue kalo minuman nya si Andin gue bawa huaaa:(]

[Beneran Ra?]

Kira-kira seperti itulah balasan dari semua teman sekelas nya. Baru membaca nya saja sudah membuat seorang Ira merasa sedih, sedih sekali. Mungkin besok adalah hari terakhir aku masuk ke sekolah sekalian berpamitan pada semua teman-temanku.

***

Kini mentari tampak malu-malu untuk sekedar menampakkan dirinya di atas sana. Pagi ini, aku berangkat sekolah di antar abang ku, entahlah rasanya sangat malas hanya untuk mengendarai motor matic kesayanganku itu. Dilihat dari cuaca pun, sangat tidak memungkinkan untuk membawa motor.

"Pulangnya jangan kemana-mana dulu. Nanti abang jemput, kalo abang belum dateng jangan kemana-mana dulu." Itulah bang Vito, pemuda tampan nan gagah, namun dari paras tampan nya itu, tersimpan sifat yang akan membuat orang yang memdengarnya jenggah. Bawel, suka ngatur, posesif dan sebangainya. Tapi tetap saja aku sayang.

"Iya abang sayangg," jawabku dengan senyuman yang terkesan paksaan.

"Yaudah abang pulang dulu, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Dari gerbang, aku langsung masuk ke area sekolah, sengaja datang lebih awal, karena ingin mengelilingi semua celah yang ada di sekolah tempatku mencari ilmu selama kurang lebih satu setengah tahun. Dimulai dari lapangan sekolah, kantin, perpustakaan, taman depan, parkiran, taman belakang, dan masih banyak lagi. Semua tempat kaku pandangi dengan sorot mata sendu, membayangkan semua kenangan yang sudah terjalin cukup lama, rasanya sungguh tak rela meninggalkan tempat yang penuh akan kenangan. Dan tempat terakhir yang aku kunjungi adalah, kelasku.

"Assalamualaikum, lah kok sepi banget sii. Perasaan ini udah hampir setengah tujuh, kok lampu masih belum di nyalain yah." tanyaku pada diri sendiri.

Mungkin karena cuaca yang memang sudah sangat mendung, dan letak kelasku yang sangan dipojok, menyebabkan ruangan kelas menjadi sangat gelap. Ah entahlah.

'Trek'

Saat menyalakan lampu, reaksi awalku adalah terkejut, sangat terkejut. Yang tadinya aku berpikir teman-temanku belum datang ternyata mereka sudah berkumpul dengan tatapan yang menyiratkan kesedihan, bahkan teman sebangku ku-Andin sepertinya dia sudah mengais, sebeb sangat kentara terlihat matanya yang memerah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Berandal DadakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang