17

2.4K 345 63
                                    

MYUNGSOO

AKU tidak bisa menyembunyikan senyumanku sampai-sampai Jaehyun—asisten pribadiku—terus berkomentar persis seperti perempuan.

"Kurasa rumor yang beredar itu sebenarnya memang iya, 'kan?" tanya Jaehyun sambil memberikan tablet kepadaku. "Melihat bagaimana kau selalu tersenyum sejak terakhir menelpon si aktris itu, dan bagaimana kau minta tolong membuat list film yang direkomendasikan, asumsiku pasti tepat ya?" lanjut Jaehyun sambil menganguk-anggukkan kepala.

Aku mengambil tablet itu dan membacanya. Cukup, ini lebih dari cukup. Kuanggukan kepala, alih-alih menjawab pertanyaan maha sok tahu Jaehyun, aku malah balik menanyakan. "Ini tidak ada zombie kan?"

"Menurut pegawai dibawah—yang mayoritas wanita, itu kebanyakan adalah film komedi romantis."

Aku mengernyit. "Aku tidak akan mati kebosanan 'kan menonton itu?"

Jaehyun menyeringai. "Bersama ikon cinta pertama kurasa tidak akan mati bosan." Jaehyun mengeluarkan kertas, menyodorkannya padaku. Kuangkat sebelah alis tak mengerti. "Bos, bisakah kau meminta tanda tangan Suzy untukku?"

Aku tertawa sambil menggelengkan kepala. "Kenapa tidak meminta langsung saat dia syuting kemarin?"

"Aku harus terlihat profesional di depan idolaku."

Kuanggukan kepala. "Tapi, aku tidak janji."

Aku membiarkan Jaehyun bersorak senang—persis seperti seorang fanboy—yang tak ditutup-tutupi. Jaehyun adalah sahabat baik Seolhyun, dan kebetulan dia menjadi asisten pribadiku. Ini tidak nepotisme, Jaehyun murni masuk ke Kimsung dan mengambil jabatannya yang sekarang melalui proses seleksi, bersaing dengan kandidat-kandidat lainnya. Dia kompeten meskipun umurnya terbilang masih muda. Dan yang pasti, Jaehyun bisa diandalkan—tidak hanya soal pekerjaan, tapi seperti contoh yang tadi itu. Atau mungkin saja karena ini menyangkut Suzy, makanya Jaehyun sangat bersemangat membantuku mencari rekomendasi film terbaik.

Sebenarnya, ini merupakan caraku untuk memperbaiki 'kerenggangan' yang mungkin saja terjadi antara Suzy dan aku karena sikapku malam itu yang tidak gentleman sekali—kuakui. Bagian menggenggam tangan Suzy sebenarnya kulakukan secara refleks, dan ketika sadar bahwa jemari kami bertautan aku memilih untuk tidak melepaskan. Aneh rasanya, padahal aku bukan tipe yang suka berpegangan tangan, tapi lagi-lagi aku melakukan hal diluar kebiasaanku jika bersama Suzy. Dan aku benar-benar menyesali sikap refleksku selanjutnya—aku bicara soal melepaskan genggaman tangannya.

Sejujurnya, ajakan berkencanku kepada Suzy itu adalah bentuk manifestasi dari rasa penasaranku. Soal semesta bisa mempertemukan kami, soal semesta membuat kami saling terhubung padahal belum pernah bertemu sebelumnya, dan soal semesta yang terus-menerus membuatku terlihat berengsek karena seperti memerlakukan Suzy murahan. Aku tidak bermaksud soal itu—jika ciuman pertama adalah kesalahan, maka ciuman yang baru saja terjadi itu adalah kesadaran.

Aku sama sekali tidak menganggap Suzy sebagai pelarian agar Min Yoongi tidak menemuinya lagi dan fokus pada tunangannya. Baiklah, mungkin pada awalnya iya, namun ajakanku yang kemarin sama sekali bukan itu alasannya. Aku murni ingin mengenal Suzy lebih jauh, terlebih wanita itu membuatku seperti dekat dengan mendiang ibuku. Aku seperti dapat melihat kabel penghubung yang terjalin di antara Suzy, mendiang ibu, dan Aku. Seperti pengaturan yang baik, dan mungkin saja Suzy bisa membawaku ke tempat yang lebih baik lagi.

Melalui penolakannya aku jadi sadar, bahwa menjadi dekat tak harus dengan mengklaimnya sebagai kekasih. Seperti yang Suzy katakan bahwa aku belum selesai dengan hatiku, dan Suzy belum selesai dengan traumanya. Rasanya kemarin aku terlalu terburu-buru mengajaknya berkencan, alih-alih demikian kami mungkin bisa menjadi teman bertukar pikiran dan bercerita yang sempurna. Karena hubungan dan kisah bahagia memiliki banyak jenis, bukan?

The Celebrity And Her Perfect Match | MYUNGZY COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang