"Bikin makalah kok bahasa Inggris, sih! Makalah bahasa Indonesia aja belum tentu kelar."
Dita kini berpindah duduk di lantai. Kepalanya ia senderkan pada sofa dan kedua kakinya menjulur ke depan, seperti berusaha melepas rasa pegal akibat duduk bersila sejak tadi.
Sudah lewat setengah jam dari waktu perjanjian dan Karin belum juga datang sehingga satu-satunya interaksi yang terjadi hanyalah antara Dita dan Ervan. Dita sama sekali tidak berbicara selain memberi tugas Aira untuk mencari artikel tentang mitologi Yunani.
Kenapa pula Miss Anita tidak menugaskan mereka untuk membuat makalah tentang bencana alam? Itu, kan, lebih mudah dimengerti. Jadilah Aira hanya berhadapan dengan laptopnya, sedangkan Ervan dan Dita tengah asyik membicarakan tentang entah apa yang tentu saja tidak ingin Aira ketahui. Dibukanya wikipedia, iseng-iseng memilih apa yang sekiranya ingin ia usulkan untuk ditulis sebelum mereka mencari referensi yang lebih valid nantinya.
"Hera is the goddes of women and marriage in Greek mythology and religion. She is the daughter of the Titans Cronus and Rhea. Hera is married to her brother Zeus and is titled as the Queen of Heaven."
Artikel itu dibacanya lamat-lamat. Aira diam-diam mengamati Ervan. Entah kenapa, membaca tentang Zeus dan Hera mengingatkannya pada Ervan dan Lilian. Membayangkan kedua sosok tersebut, begitu saling melengkapi.
Buru-buru ia mengalihkan pandangannya ketika sang empunya mata elang itu menatapnya balik. Lebih menyebalkan lagi, Dita mendadak ingin ke kamar mandi dan berlalu begitu saja setelah pamit, menyisakan Aira dan Ervan yang diam berselimut kecanggungan. Hanya Aira yang canggung sepertinya karena selanjutnya Ervan malah mendekat dan ikut melihat artikel apa yang sedang Aira baca.
"Mau bikin tentang apa?" tanyanya sambil melihat-lihat layar laptop Aira.
Sejujurnya, posisi sedekat ini entah kenapa membuat jantung Aira memompa darah lebih cepat. Mungkin karena mengingatkannya pada kejadian tempo hari di sekolah. Mungkin karena masalah yang waktu itu memang belum selesai ditambah rasa bersalah Aira yang sepertinya tidak akan pernah surut karena Ervan sama sekali tidak membahasnya. Atau, jangan-jangan itu sama sekali bukan masalah bagi Ervan? Karena gosip itu memang benar makanya dia tidak berusaha menyangkal ataupun menutup-nutupi?
Belum sempat Aira menggeser duduknya untuk memberi jarak supaya ia bisa lebih leluasa bernapas, ponselnya berdering. Sebuah pesan Line masuk dan begitu ia membaca nama yang tertera di layar ponselnya, matanya berbinar.
Deandra Muhammad
Jangan lupa coklat buat Karin ya Airaaa
Aira tidak menyadari senyumnya memudar secepat ketika ia terbit. Ia mengetikkan balasan dengan pelan. Ervan mungkin membaca pesannya, tapi toh laki-laki itu tidak tahu apa-apa dan tidak akan peduli.
"Assalamualaikum, sori, ya, telat!"
"Waalaikumsalam."
Karin tengah melepas sepatunya dengan menginjak ujung belakangnya ketika Aira dan Ervan menoleh ke arah pintu. Senyumnya mengembang diiringi langkah lebar mendekat. Kemudian, surut begitu saja, berganti dengan senyum canggung ketika ia menyadari Dita tidak ada. Karin berdiri kikuk sejenak sebelum kemudian perempuan itu memilih untuk duduk di ujung sofa.
"Udah sampe mana, Van?" tanyanya pelan.
Ervan menegakkan tubuh yang tadinya sedikit membungkuk, sementara, di sampingnya, Aira meringis dalam hati. Getir. Karin lebih memilih untuk bertanya pada Ervan daripada harus mendekatinya dan mencari tahu sendiri.
"Baru nyari topik yang kira-kira potensial," sahut Ervan. "Nggak usah dipikir banget, lah. Kaya nggak tahu Miss Anita aja."
"Lo kok, tumben, sih. Biasanya udah kelompokan sama tuh cunguk dua," cibir Karin. Yang ia maksud adalah Asep dan Dio. Dua biang onar kelas yang kebetulan bisa mendobrak benteng Ervan yang relatif pendiam di kelas sehingga mereka lumayan akrab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sketsa Abu-Abu
Fiksi RemajaPagi itu Ervan berpamitan pada teman-teman sekolah. Akhirnya, Aira tidak bisa menahan apa yang dipikirkannya, bahwa betapa pun Aira ingin Ervan tetap tinggal, ia tahu Ervan tetap akan pergi. Start : Maret 2020