[10] Janji untuk Rahasia

103 49 39
                                    

Vote sebelum membaca ya gengsss!!!👍👌😊

Find me on instagram : @geminiestory.ark
.
.
.

Langkah Jia baru sampai pintu ketika beberapa cowok seumuran dengan abangnya berteriak memanggil nama Julian.

"JULIAN! WOY, KELUAR LO!"

Sebetulnya ini bukan urusan Jia, tapi melihat Pak Naryo kewalahan mengatasi 3 pemuda yang diduga teman abangnya membuat Jia turun tangan. Jia berbalik dan mendekat ke mereka yang sedang ribut di halaman. Tangannya ia angkat, berkode pada Pak Naryo agar tidak terus-terusan menahan salah satu cowok yang tampak emosi itu.

Setelah dilepas, cowok itu langsung bertanya kepada Jia. "Heh! Mana Julian? Suruh dia keluar!"

Belum ada ekspresi lain yang Jia tunjukan selain raut cool sedari tadi. Ia belum dan tidak berniat untuk menjawab pertanyaan cowok di hadapannya ini. Karena itu lah Jia hanya mengangkat alisnya sebelah, semoga saja cowok itu mengerti jika Jia tidak suka berbasa-basi.

"Heh! Cepet panggilin Julian!" Suruh si cowok pemarah dengan nyolot. "Mau gue habisin dia sekarang juga."

Jia tidak mengerti. Kenapa cowok di depannya sampai bicara seperti itu? Memangnya ada masalah apa abangnya dengan cowok itu sampai-sampai berani mengancam ingin menghabisi Julian.

Tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibir Jia. Membuat kedua teman si cowok pemarah itu berbisik kepadanya. Ntah lah, mungkin sedang berdiskusi. Jia tidak peduli, asal jangan sampai membuat keributan di rumahnya.

Si cowok pemarah mengangguk mengerti dengan hasil rundingan mereka. Mungkin setuju dengan rencana kedua temannya. Air muka cowok itu tidak lagi seemosi tadi, melainkan tersenyum penuh arti. Apa arti dari senyumnya? Ntah, Jia pun tidak tau.

Cowok pemarah tampak merangkai kalimat ingin bertanya kepada Jia. "Lo... adeknya Julian?"

"Bukan urusan lo! Langsung ke inti. GC!" Tutur Jia masih dengan raut yang sama.

Si cowok pemarah terdengar seperti menahan kekehannya. Sementara kedua temannya tersenyum mengangguk sambil menatap Jia. 'Sepertinya ada yang tidak beres di sini.' Pikir Jia dengan dahi yang mengkerut.

"Boleh juga!" Sahut si cowok pemarah tertawa bersama kedua anak buahnya.

Seketika otak Jia mencerna sesuatu. Betul-betul ada yang tidak beres ini namanya. Jia lantas mendekap tangannya seolah membuat benteng pertahanan.

"Urusan lo sama Julian kan? Selesain di luar. Jangan di sini."

Mereka kembali terkekeh mendengar ucapan Jia. Memangnya ada yang lucu?

"Justru itu kita ke sini, sayang." Cowok pemarah maju selangkah ketika Pak Naryo menarik seragam Jia untuk mundur. "Karena kita nggak bisa nemuin abang lo dimana-mana. Dia pasti di sini kan? IYA, KAN?"

Intonasi cowok itu labil. Bisa pelan nan lembut, lalu tiba-tiba membentak. Terus apa kata dia tadi? SAYANG?

Sayang, sayang, pale lu peyang!

"Dia nggak di rumah!" Ucap Jia meski belum mengecek apakah Julian memang ada atau tidak di dalam.

"Lo nggak bisa bohong sama kita, Cantik. Kita tau kalian pasti sekongkol buat nyembunyiin dia di dalam kan?" Sekali lagi cowok pemarah itu membentaknya. Membuat cengkraman Pak Naryo makin erat pada seragam belakang Jia.

"Dia nggak ada di rumah!" Jia menekan setiap perkataannya. Ia sudah sangat pusing mendengar suara si cowok pemarah itu. Berharap agar mereka secepatnya pergi dari sini.

Stone ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang