Ghalea - Bab II . Halo?

65 12 2
                                    

"Pasien lo yang kemarin Lee?" 

Masih belum jam 7 dan Setyo sudah berisik mengintip hp Ghalea, 

"Belum jam 7 Yo, santai. Gw juga baru sampai, lo nggak liat bayangan gw aja masih ngos-ngosan belum minum," Ghalea menarik kursi dan menoleh kearah temannya yang jaga tadi malam. 

Mereka saling bertukar informasi berkaitan dengan pasien semalam. 

"Lo semangat bener? Mau cari muka apa cari pacar lo?" Ghalea mulai membuka sesi hujat untuk Setyo. 

"Lihat nih dp wassapnya, cakep euy, yang bunuh diri gara-gara pacarnya itu kan? Kayaknya sih dia diputusin, "

Ghalea mengibas tangan dan mulai memeriksa persediaan handscoon hingga spuit dan obat. 

"Terus ngapain lo minjem hp gw? Sono," Ghalea mulai mengusir sambil mengerjakan rekam medis. 

Meski begitu dia masih tidak terusik ketika Setyo tetap saja mengutak-atik ponselnya.

Setyo mulai diam ketika dokter Ayu datang dan berbasa-basi sebentar, mereka makan roti yang dibawa dokter Ayu, disusul kedatangan dokter Shinta. 

Kemudian RS semakin ramai hingga rutinitas membosankan selanjutnya dilaksanakan oleh Setyo dan Ghalea, mengurusi seluruh pasien mulai dari yang mual dan demam, sampai patah kaki karena naik pohon atau hal apapun yang membuat mereka kesakitan. 

"Bisa gila gw lama-lama, lihat darah sama nanah mulu, nyari yang seger gitu dimana ya?" Setyo mulai berseloroh sementara Ghalea sudah berbenah hendak pulang padahal baru pukul satu. 

"Makan dulu, laper gw. Ke ramen deket rumah dulu ya ntar Yo," 

"Lo udah nebeng gw pulang minta makan mulu, :( " komentar Setyo

"Duh, lo kayak ngga ngerti gw aja. Gw kan butuh asupan gizi agar kenyang dan tidak rapuh karena harapan," Ghalea mengoceh hingga dokter Shinta dan dokter Ayu tertawa.

Beginilah di UGD, lapar saja jadi becandaan, umur orang juga kadang dijadikan taruhan. 

Creepy? Tidak bung, memang begini adanya, kami tidak kejam, kami tidak ingin nyawa melayang, tapi sayangnya pekerjaan kami menuntun kami lebih memperhitungkan kemungkinan nyawa bertahan seberapa lama. 

Memangnya apa harapanmu ketika ginjal sudah pecah dan otak sudah nyari hilang kendali kecuali mati? 

Bung, perawat dan dokter memang tugasnya menolong, tapi kalau Izroil sudah nyelonong kita bisa apa? 

Kami sering menangis dalam hati ketika orang tak punya butuh dana sebegitu banyaknya demi menyambung nyawa. Kepala untuk kaki, kaki untuk kepala. Itu peribahasanya.

"Sus," meski sudah meninggalkan lingkup rumah sakit masih saja ada yang memanggil Ghalea seperti itu.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, 

Ghalea memandang wanita yang kini berdiri tegak dengan tangan yang dibebat perban. 

Pasien percobaan bunuh diri, tiba di UGD pukul 1 dini hari, dua hari yang lalu. 

"Hai...  Kamu sudah sembuh," suara Ghalea terdengar perhatian, dia mengamati sejenak gadis yang ia lupakan namanya ini padahal tadi pagi masih saja mereka berbalas pesan, yah walaupun sebenarnya Setyo yang membalas sih.

"Seperti yang suster lihat, aku bisa jalan-jalan sekarang," jawab gadis itu dengan riang,

"Nih Lee," Setyo sudah menghampiri dengan Ramen yang mereka bungkus dan rencananya akan mereka makan di kontrakan Ghalea. 

"Lho Vanya, suka jajan ramen juga?" Setyo menyapa dan Gahlea takjub Setyo masih mengingat namanya. 

"Hai Kak," gadis itu bersemu sambil mengangguk, "habis ramennya enak banget, tapi karena Mama khawatir aku jadi ngojek deh," seperti gadis yang bercakap dengan temannya, Vanya mulai curhat. 

GhaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang