Jongin berjalan menyusuri lorong kampusnya dengan gitar yang sudah dalam case di punggungnya. Seperti biasa, menjalani hari-harinya sebagai salah satu mahasiswa seni musik dengan mayor gitar dan minor piano, tentu bukan hal yang aneh jika dia mengitari kampusnya dengan keadaan seperti itu. Meskipun pada kenyataannya dia tidak begitu menyukai jenis musik yang sedang dilakoninya saat ini, tapi demi kemampuan musik yang lebih baik, maka dia tetap menjalaninya.
Lagu Chopin's Waltz terputar di telinganya sembari mengingat part mana yang terlewat dari coretan-coretan yang ada di partiturnya. Dia masih belum hafal benar di bar berapa dia selalu melakukan kesalahan. Ah, sekali lagi, piano memang bukan mayor untuknya, karena baginya, gitar adalah alat musik terbaik yang pernah ada. Sebenarnya, dia bisa memainkan lebih dari itu, bass, biola, saxophone, hingga drum. Tapi perlu diingat, bagi Jongin, gitar adalah benda mati yang paling sempurna untuk diciptakan dan paling dicintainya selama ini.
"Ah, aku menemukannya." Gumamnya sembari melingkari bar di lembar ketiganya.
Dia kembali fokus dengan jalannya. Sesekali dia menyapa orang-orang yang berlalu-lalang—orang-orang yang dikenalnya dan Jongin memang sangat terkenal. Dia memang seperti itu, orang yang ramah jika bertemu dengan lainnya. Sesekali dia berhenti untuk membetulkan strap dari guitar casenya yang sering melorot. Semalam dia tidak tidur, karena harus mengaransemen lagu boygroup yang memiliki tipe musik EDM hingga diubah menjadi alternative rock. Pekerjaan itu membuat otaknya sudah berputar keras, bahkan matanya sudah berubah merah karena mengantuk.
Jongin berjalan menuju salah satu studio yang disediakan untuk para siswa berlatih. Kebetulan, hari ini dia harus berlatih untuk salah satu festival rock besar saat akhir tahun di Seoul. Lagu-lagu yang ia bawakan sebenarnya membuat Jongin merasa cringey. Terutama lagu girlgroup yang memang sebenarnya sangat catchy, dan walaupun sudah di aransemen dengan baik oleh dia dan Kris yang merupakan pemain synthesizer di grup—sekaligus leader yang saat ini dihindari oleh Jongin karena pasti lelaki itu mengomel karena aransemen lagunya yang belum sepenuhnya rampung.
"KIM JONGIN!" seru seseorang yang dengan santainya menepuk lengan Jongin dengan keras.
"Ack! Sakit!" Jongin menoleh dan mendapati sahabatnya, Chanyeol, berjalan di sampingnya, "Hentikan senyum bodohmu itu. Aku membencinya." Ujarnya.
Chanyeol, yang mendapatkan ejekan tersebut malah memamerkan giginya dengan lebih semangat, "But I'm your best friend!"
"Aku sudah meralat statusmu baru saja." Jawab Jongin sarkas.
"By the way, Jongin, nilai kuis sejarah musik sudah keluar. Dan kau tahu, kau," Chanyeol tertawa, "tidak lulus lagi kali ini."
"What the hell—aku tidak lulus lagi? Astaga—aku bisa gila kalau begini. Sudah yang keempat kalinya aku tidak lolos kuis dan ujian sejarah musik, Yeol," dia menghentikan langkahnya dan meluapkan kekesalannya dengan menghentak-hentakkan kakinya di tanah, "aku benci pemusik-pemusik klasik itu!" dia melihat Chanyeol yang memandangnya penuh ejekan, "Tapi jika tidak ada mereka tidak akan musik-musik yang lain—ah, ya sudah, kita ke studio saja dulu." Ucapnya sembari menyeret drummer bandnya itu.
Ah, band Jongin diberi nama Little Goblins. Beranggotakan lima orang. Dimana Kris—nama panggungnya yang terkadang membuat Jongin geli—yang bernama asli Yifan sebagai leader dan pemain synthesizer, Jongin sebagai gitarisnya, Chanyeol sebagai drummer, Sehun yang memainkan bass, dan Jongdae yang menjadi vokalis beserta gitaris juga. Satu lagi, lelaki yang sangat ketat mengatur jadwal latihan dan jadwal penampilan mereka, Junmyeon. Salah satu orang yang juga Jongin hindari untuk saat ini—karena dia selalu memburu mereka untuk latihan lebih giat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET AND SOUR
FanfictionJongin membenci musik klasik. Dia lebih suka musik cadas yang selama ini dia geluti. Dia bersumpah untuk tidak akan pernah menyukainya. Apalagi setelah musik yang dia sukai dihina oleh seorang violist bernama Kyungsoo. Mulai saat itu, Jongin berteka...