"Jongin, cukup." Seru Yifan dengan suara yang tegas.
Jongin menghentikan petikan senarnya. Dengan badan yang menempel di sofa studio tempat ia berlatih, sedari tadi, Jongin membunyikan petikan bernada minor dan gumaman bermelodi yang rancu. Wajahnya datar. Bahkan tatapan matanya cenderung kosong—menghadap ke mana langit-langit studio berada. Ia sedang merasa bosan—setengah mati merasa bosan. Hingga sendiri tidak tahu harus berbuat apa karena menunggu Chanyeol dan Sehun yang masih berada di kelas membuat sesi latihannya harus mundur beberapa saat.
"Aku keluar dulu. Aku merasa suntuk." Ucap Jongin yang kemudian melemparkan guitalele miliknya ke atas sofa—dan beranjak keluar dari sana. Sempat ia mendengar ucapan Jongdae yang bertanya ada apa dengannya, tapi ia memilih untuk berlalu untuk sekadar mencari udara segar.
Ia berjalan menyusuri lorong kampusnya. Dengan rambut yang berantakan layaknya manusia yang baru terjaga, Jongin meneliti keadaan di sekitarnya. Sesekali mahasiswa yang menjadi penggemarnya menyapa, dan Jongin, dengan kikuk yang tidak tertahankan, berbalik untuk sekadar menganggukkan kepala. Jika bisa sombong—walaupun sebenarnya sudah cukup sombong—Jongin akan tebar pesona dan memakai pakaian dan berpenampilan lebih layak lagi. Tapi hey, dia seorang mahasiswa seni! Dan tampilan bad boy-lah yang membuat orang-orang menyukai dirinya.
Suasana dan cuaca cukup mendung, hingga Jongin merasa kelembapan udara sedang naik dan membuat keringatnya menyeruak dari pori-pori kulitnya. Ia mendongak sesaat, menatap bagaimana langit menyapanya dengan murung—karena ia mendapati warna kelabu di sana. Matanya berpendar, mencoba mencari hal yang menarik di tengah keriuhan suasana kampusnya. Sebelum akhirnya, pelarian matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sembari menulis—entah, Jongin juga tidak tahu apa yang sedang ditorehkan pena itu.
Langkah kakinya meragu, merasa bahwa ia masih belum cukup pantas untuk sekadar duduk bersampingan dengannya. Jongin berkontemplasi, menjejakkan kakinya pada satu titik sedangkan otaknya berlarian entah ke mana. Sedang menimbang mungkin; menimbang apakah ia harus pergi kesana atau pergi ke arah lainnya. Beberapa detik ia masih tetap di tempat, meskipun banyak orang sudah melewatinya dan mungkin menganggap Jongin seperti orang bodoh yang tidak tahu harus berbuat apa. Bola inderanya masih terpaku pada sosok tersebut, belum merasa bosan seperti diri Jongin sendiri.
Tak berapa lama, Jongin menyalahkan tindakannya. Sosok itu juga sedang menimang; mungkin berpikir hal apa yang harus ia tulis di lembaran-lembaran yang ada di hadapannya. Di balik kebimbangannya itu, ia memilih untuk mengedarkan pandangannya, berusaha menyegarkan otaknya yang sudah penuh. Hingga akhirnya, ia bertemu; bertemu dengan Jongin yang masih belum beranjak dari kediamannya.
Obyek itu tersenyum ke arah Jongin, dan membuat Jongin melangkahkan mundur tapak kakinya sebesar delapan sentimeter. Jongin merasa kikuk—seperti seorang anak kecil yang baru saja mencuri makanan dari meja dan sang ibu mengetahuinya. Ingin rasanya Jongin berlari, tapi ia tidak ingin melakukan kesalahan dua kali. Sudah cukup ia menjadi bodoh karena perilaku dan ucapannya; sehingga dia tidak ingin menjadi seseorang yang tolol karena mengulangi kesalahan untuk yang kesekian kalinya.
Sang obyek melambaikan tangan pada Jongin; menyuruhnya untuk bergerak lebih dekat lagi. Awalnya Jongin ragu, sehingga dia menunjuk wajahnya sendiri untuk sekadar meyakinkan diri—dan orang itu. Ketika sebuah anggukan ia dapatkan, Jongin melangkahkan kakinya pergi; pergi ke arah di mana obyek yang ia amati berada. Meskipun penuh keraguan, tapi Jongin tidak peduli. Lagipula orang itu sejak tadi sudah menyita perhatiannya—dan membuat Jongin terdiam hanya untuk berpikir.
"H-hei." Sapa Jongin yang kikuk.
"Apa yang kau lakukan di sana—kau bisa duduk, by the way."
Jongin duduk di seberang lelaki itu. Sempat ia meneliti lembaran-lembaran apa yang ada di hadapannya.
Orkestrasi. Batin Jongin ketika melihat apa yang sedang dilakukan lelaki itu di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET AND SOUR
Fiksi PenggemarJongin membenci musik klasik. Dia lebih suka musik cadas yang selama ini dia geluti. Dia bersumpah untuk tidak akan pernah menyukainya. Apalagi setelah musik yang dia sukai dihina oleh seorang violist bernama Kyungsoo. Mulai saat itu, Jongin berteka...