1

5 0 0
                                    

Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu. Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil menangis dan tak ada orang yang bertanya kenapa.

Pada suatu pagi hari- Sapardi Djoko Damono (1973)

Wanita berambut hitam sebahu itu berjalan lemah di jalan setapak dengan cuaca yang mendung tapi seperti enggan hujan itu. Sesekali ia berhenti seraya menatap langit yang agak kelabu itu.

‘Langit apakah kau ingin mempermainkanku? Tolong hujanlah kali ini saja aku memohon!’ benaknya memohon hujan untuk turun agar ia bisa menyamarkan tangisannya.

Peristiwa kemarin yang masih hangat diingatannya itu trus mengganggu perasaannya yang juga berimbas pada kantung-kantung air matanya yang ingin segera mengalir dan menumpahkan segala jenis perasaan yang sudah menyesak di dadanya.

Flashback on

“Ki, aku akan bertemu klien dulu ya. Sampai jumpa nanti,” ujar sahabatnya yang terkenal perfeksionis itu tersenyum manis padanya. Jantungnya berdeba-debar seolah akan memecahkan satu-satunya jantung miliknya.

Sudah sejak bekerja bersama Radi, Kiara menyimpan perasaan pada sahabatnya yang ceria itu. Meski teman perempuannya selalu sebal melihat tingkah sahabatnya itu, entah mengapa Kiara selalu merasa senang dan bersemangat saat bersamanya. Mungkin ini yang disebut dengan cinta.  

Kiara seorang desainer grafis di biro periklanan swasta juga Radi yang bekerja di perusahaan yang sama. Mereka adalah sahabat sejak SMA, sejak mereka sama-sama bergabung dalam eskul menggambar dan kemudian melanjutkan ke kampus dan jurusan yang sama. Awalnya Radi yang mendapatkan pekejaan disini dan mengajak Kiara untuk bergabung. Kiara senang sekali bisa satu tempat kerja dengan Radi.

Selama mengenal Radi, Radi belum memiliki kekasih dan Kiara telah menyukainya sejak eskul menggambar dulu. Radi yang garing sekaligus hangat dan ceria membuat Kiara merasa berharga. Kiara memang seseorang yang pemalu. Sejak kecil ia tak memiliki teman yang sebaik, seseru, dan seperhatian Radi. Pelan-pelan jantung Kiara berdetak lebih cepat tatkala harus berada di dekat Radi. Kiara selalu menyukai Radi, tapi Kiara tak tahu isi hati Radi.

Saat Kiara terus berharap agar Radi pun memiliki perasaan yang sama dengannya, Kiara tak tahu bahwa ada sesimpul senyum yang mampu meresap ke dalam kalbu Radi hingga Kiara melihat dengan mata kepalanya sendiri.

Saat ia pulang di malam itu dan hujan gerimis turun membasahi bumi. Ia tengah menunggu bus umum yang selalu ia gunakan untuk datang dan pulang. Di saat-saat menunggu itu, Ia melihat sesosok yang ia kenali di sebrang jalan tempat ia menunggu. Radi.

‘ah itu Radi,’ batinnya girang sampai bangkit dari duduknya.

‘tunggu, Radi sedang berjalan dengan siapa?’ tanyanya dalam batin seraya memfokuskan penglihatannya ke arah Radi. Karena Radi sedang berjalan, Kiara mengikutinya.

‘Radi berjalan dengan siapa?,’ batinnya semakin penasaran. Ia terus mengikuti dan berada di posisi yang cukup dekat dengan sahabatnya itu. Hingga ia menemukan sebuah fakta yang akhirnya membuatnya patah hati dan sedih sendiri.

Radi tersenyum dan berkekspresi dengan senyum dan ekspresi yang tak pernah muncul saat bersama Kiara. Senyum bahagia yang Radi tunjukkan pada perempuan itu berbeda dengan senyum yang radi hadirkan saat bersamanya. Radi terlihat sangat bahagia dengan perasaan bahagia yang menusuk jantung Kiara. Sakit dan perih.

 “Selamat malam sayang dan mimpi indah ya. Sampai jumpa,” pamit Radi dengan ekspresi yang begitu bahagia dan tampak sekali percikan-percikan cinta di sorot mata Radi. Radi pamit dan berjalan untuk pulang. Menyisakan Kiara yang perlahan menangis di sisi yang lain.

Flashback off

Taman pagi itu tampak lengang karena mungkin ini masih hari kerja dan semua orang sibuk bekerja atau bersekolah. Hanya dia, si wanita bersurai hitam sebahu yang sibuk melukis di atas pasir taman sambil menerawang jauh tak jelas. Ia ingin sekali menangis dan menumpahkan kesedihannya. Harusnya memang ia sudah berada di kantornya tapi ia tak mungkin bisa menatap sahabatnya lagi untuk saat ini. Saat perasaan Kiara masih kalut.

Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk memecahkan cermin membakar tempat tidur. Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik di lorong sepi pada suatu pagi

Pada suatu pagi hari- Sapardi Djoko Damono (1973)

Tes

Tes

Tes

Hujan turun perlahan tapi pasti. Gerimis berubah menjadi bulir-bulir yang semakin rapat dan deras. Kiara yang sedang duduk di bangku taman itu menatap langit yang pucat dan menumpahkan air hujan yang terus berubah seperti air bah. Air matanya mengalir bersamaan dengan air hujan yang telah membasahi wajahnya. Hatinya mungkin patah tapi dengan begini setidaknya ia merasa lebih baik.

FIN

Pada Suatu PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang