Sudah menjadi teori bahwa sesuatu yang berlebihan adalah sesuatu yang tidak baik, apapun itu, termasuk memikirkan orang lain. Beberapa kasus terlalu memikirkan orang lain menyebabkan menelantarkan dirinya sendiri. Sebab kehilangan dirinya sendiri jauh lebih menyakitkan dibanding kehilangan orang lain.
Namun mungkin, berlebihan dengan elekronik sudah tidak dapat dihindari lagi. Kelimpungan, ketika semua serba tidak tersambung. Untuk menjalin hubungan pun kita selalu memerlukan sambungan, umumnya sekarang kita lebih membutuhkan alat komunikasi, perantara berupa ponsel.
Beberapa jam saja tanpa adanya ponsel beserta layanan internet sudah menghilangkan setengah kewarasan. Beberapa jam tanpa keduanya termasuk juga tanpa berkomunikasi denganmu. Monoton memang sesuatu yang melelahkan, maka waktu seorang diri sangat diperlukan.
Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan ruang, kita butuh ruang untuk dapat saling menyayang. Meski ruang adalah suatu yang abstrak dan tak ku tahu pasti bagaimana tolak ukurnya, tapi ku rasa itu sesuatu yang primer. Sebab ruang tak menjadikanmu kosong dan asing, justru rindu dan menghargai.
Aku kehilangan sosokmu setengah hari ini, selain aku mengasingkan diri tanpa konektivitas dan akses digital kau pun memiliki keperluan lain, panggilan organisasimu. Tapi masih menjadi pertanyaan, tanpa berpamitan bagaimana kau dapat mengetahui bahwa saat itu kau telah kehilangan seseorang, atau ditinggalkan. Dengan segala kemungkinan yang terjadi, antisipasi adalah keharusan.
Munafik apabila seseorang tidak merutuk akan peristiwa berdampak buruk. Namun kepergian adalah suatu yang pasti, cepat atau lambat, mau atau tidak mau. Maka setiap hari adalah saat yang tepat untuk bersiap.
Langit kota Kembang mulai menjingga saat pesanmu datang, kau berpesan akan pentingnya makan sesuai waktu dan mencintai dirimu sendiri. Aku tersedak. Seketika waktu berjalan mundur, melambat dan menghilang. Smiley face sticker pun tak membantu.
Tak kudapati lagi pesan tambahan.
Lambat laun aku sadari bahwa pesan singkatmu adalah pesan terakhirmu, setidaknya yang kau sampaikan secara langsung. Getir. Semua terjadi sesuai prediksiku, mungkin kau juga, hanya saja lebih cepat terjadi. Namun sekarang atau nanti ku yakin rasanya akan sama. Aku kehilanganmu, namun tidak diriku.
Satu hal yang pasti, dan mungkin sering kali ku lupa. Konstan memohon kepada sang Maha Pembuat Skenario untuk senantiasa didekatkan dengan si baik. Apabila memang empunya mohon dekatkan, apabila memang tidak, tolong jauhkan dengan bagaimana pun caranya. Maka ini saatnya.
Dengan lirih, tanpa ragu, tak perlu ada jawab.
Sekali lagi, aku tak kehilangan diriku, pun kamu. Kita hanya perlu penyesuaian, dengan tidak lagi ada kita. Mungkin aku adalah luka dan kau menjadi garam, maka tak ada lagi yang perlu ditawar.
Terima kasih telah menciptakan kisah ini,
sekaligus menutup cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru
RomanceBaik tawa atau haru, suka atau sedih, hingga harap dan ragu. Semuanya, berjalan dengan sendirinya. Aku bahagia, terimakasih. Tanpa ada intuisi berlebih, kau datang dengan begitu adanya. Tak lagi menawar, melainkan membawakan, segalanya. Bicara per...