[Bagian 3] - Bodoamat sebentar, tak apa bukan?

119 22 126
                                    

Cie sampai sini ... bagian duanya gimana?

 bagian duanya gimana?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

|| Bodoamat sebentar, tak apa bukan? ||


Tenangkan hati
Semua ini bukan salahmu
Jangan berhenti
Yang kau takutkan tak 'kan terjadi

Alunan musik dari radio mobil berakhir. Menyisakan gema penenang di hatiku. Entah mengapa lagu berjudul rehat dari Kunto Aji ini seperti sedang menghiburku. Ia mendekapku, seolah bicara bahwa esok yang aku takutkan tidak akan terjadi, semoga. Sepertinya aku akan menambahkan lagu ini ke playlist favoritku.

Setelah pulang sekolah aku, Ori, dan Abel berencana pergi ke pusat perbelanjaan sebentar. Aku kira mungkin setelah kita sampai di rumah dan berganti baju dulu. Ternyata dari sekolah langsung, masih memakai seragam tapi seragamku lecek dan bau. Apalagi keringatku yang masih menempel akibat mengambil tas tadi. Alhasil, aku harus menggunakan sweater untuk menutupinya.

"Sy, cerita dong. Kamu di kelas itu diapain aja? Tadi aku denger tas kamu di umpetin ya? Pindah ke kelas kami aja Sy," ujar Abel meminta keterangan.

"Aku gapapa kok, lagian kalo mau pindah kelas ngurusinnya ribet, Bel."

"Huft ... yaudah deh." Abel pun membenarkan posisi duduknya kembali.

"Sorry ya, Sy ... tiap lo diganggu kita sering nggak nolongin." Sekarang giliran Ori yang membuka suara.

"Bukan salah kalian, ish. Jangan gitu dong, aku gapapa serius tadi cuma tas aku kok yang dibawa."

"Aku masih bisa bertahan kok dibully mulu, asal masih ada kalian," ujarku selanjutnya sembari merebahkan diri. Mumpung duduk di kursi tengah mobil sendirian.

"Sy, kok gitu sih? harusnya tuh kamu lawan mereka," kata Abel kesal. Aku hanya bisa tersenyum, lalu entah bagaimana aku tak mendengar suara apapun lagi, alias tertidur.

∆∆∆

"Makasih ya udah mau nolongin aku, semoga lain waktu kamu nggak ketemu sama aku lagi, bye!"

Jendra duduk termenung di jendela kamarnya. Ucapan gadis itu terus saja terngiang-ngiang di dalam benaknya. Gadis yang bahkan tak memberi celah untuk mereka berkenalan. Terlebih penampilannya yang jauh dari kata baik saat itu melahirkan tanya lain dalam benak Jendra.

"Siapa namanya tadi? emh ... ya! Daisy. Cewek aneh tadi namanya Daisy," ucap Jendra kepada dirinya sendiri. Ya, memang benar Jendra lah orang yang menolong Daisy tadi.

Sejenak Jendra bingung, mengapa dia harus memikirkan si Daisy itu sampai seperti ini. Membuang waktu berharganya yang biasa ia gunakan untuk belajar. Awan mendung menghiasi langit sore ini. Semilir angin dinginnya sudah mulai menyebar kemana-mana.

Dari DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang